Amalan Yg Keliru Dibulan Sya’ban
Selasa 2 Sya'ban 1439 H / 18 April 2018.
Kajian ke 7
◇Saudaraku mari kita sepakati dulu agama islam telah sempurna apa belum?
◇Benarkah Nabi Muhammad ﷺ tolak ukurnya dinul islam?
◇Benarkah perusak sunah itu bid'ah ?
◇Siapakah yang mengatakan bid'ah pertama kali?
◇Benarkah bila kita mengamalkan bid'ah bearti kita menganggap Nabi Muhammad menghianati risalah & dan menuduh Nabi seorang yg bodoh?
◇Benar atau tidak seluruh amalan yg mengantarkan kesyurga sudah Nabi ajarkan?
◇Benarkah seluruh amalan ibadah yang tidak mencontoh Nabi Muhammad tertolak?
Kalau kita sudah bisa menjawabnya dengan benar berbahagialah karena Allah menghendaki kita dalam kebaikan Aamiin.
Apa saja amalan yang Tidak Ada Tuntunan di Bulan Sya’ban ?
◇ Pertama Adat tasyakuran mengundang tetangga & keluarga dalam rangka menyambut ramadhan dg kirim do’a untuk kerabat yang telah meninggal dunia dengan baca yasinan atau tahlilan / ( Ruwahan sebutan bulan Sya’ban bagi orang Jawa) berasal dari kata arwah sehingga bulan Sya’ban identik dengan kematian. Makanya sering di beberapa daerah masih laris tradisi yasinan atau tahlilan di bulan Sya’ban.
Padahal Nabi ﷺ dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya.
◇ Kedua. Menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan shalat dan do’a.
Apa pendapat para ulama:
Tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya’ban.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :
Dan shalat Raghaib adalah bid’ah yg
diada-adakan. ( ﻭَﺻَﻠَﺎﺓُ ﺍﻟﺮَّﻏَﺎﺋِﺐِ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٌ )
Nabi ﷺ tdk pernah shalat seperti
itu ( ﻟَﻢْ ﻳُﺼَﻠِّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﷺ )
dan tidak ada seorang pun dari salaf
melakukannya. ( ﻭَﻟَﺎ ﺃَﺣَﺪٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒِ )
Adapun malam pertengahan di bulan
Sya’ban ( ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟﻨِّﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ )
di dalamnya terdapat keutamaan ( ﻓَﻔِﻴﻬَﺎ ﻓَﻀْﻞٌ )
dulu di antara kaum salaf (org yg terdahulu) ada
yg shalat di malam tersebut. ( ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒِ ﻣَﻦْ ﻳُﺼَﻠِّﻲ ﻓِﻴﻬَﺎ )
Akan tetapi berkumpul2 di malam tersebut
untuk menghidupkan masjid - masjid adalah
bid’ah ( ﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟِﺎﺟْﺘِﻤَﺎﻉَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻟِﺈِﺣْﻴَﺎﺋِﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﺟِﺪِ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ )
begitu pula dengan shalat alfiyah.( ﻭَﻛَﺬَﻟِﻚَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﺍﻟْﺄَﻟْﻔِﻴَّﺔُ )
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan,Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi ﷺ dan para sahabat. Dan dalil yang ada hanyalah dari beberapa tabi’in yang merupakan fuqoha’ negeri Syam.” (Lathoif Al Ma’arif, 248).
Tidak ada satu pun dalil yg shahih yg menyebutkan keutamaan shalat malam / shalat sunnah dipertengahan malam di bulan Sya’ban .
Baik yang disebut shalat alfiyah (seribu rakaat), dan shalat raghaib (12 rakaat).
Mengkhususkan malam tersebut dengan ibadah-ibadah tersebut adalah perbuatan bid’ah. Sehingga kita harus menjauhinya. Apalagi yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin. Mereka berkumpul di masjid, beramai-ramai merayakannya, maka hal tersebut tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Imam An-Nawawi mengatakan tentang shalat Ar-Raghaib yang dilakukan pada Jumat pertama di bulan Rajab dan malam pertengahan bulan Sya’ban
Kedua shalat ini adalah bid’ah yg tercela yg mungkar
dan buruk. ( ﻭَﻫَﺎﺗَﺎﻥِ ﺍﻟﺼَّﻼَﺗَﺎﻥِ ﺑِﺪْﻋَﺘَﺎﻥِ ﻣَﺬْﻣُﻮﻣَﺘَﺎﻥِ ﻣُﻨْﻜَﺮَﺗَﺎﻥِ ﻗَﺒِﻴﺤَﺘَﺎﻥِ )
Janganlah kamu tertipu dengan penyebutan
kedua shalat itu di kitab Quutul-Qulub’
dan ‘Al-Ihya. ( ﻭَﻻَ ﺗَﻐْﺘَﺮَّ ﺑِﺬِﻛْﺮِﻫِﻤَﺎ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﻗُﻮﺕِ ﺍﻟْﻘُﻠُﻮﺏِ ﻭَﺍﻹْﺣْﻴَﺎﺀِ )
Jumhur ulama memandang sunnah menghidupkan malam pertengahan di bulan Sya’ban dengan berbagai macam ibadah. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan secara berjamaah. Sebagian ulama memandang tidak ada keutamaan ibadah khusus pada malam tersebut, karena tidak dinukil dalam hadits yang shahih atau hasan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau pernah menyuruh untuk beribadah secara khusus pada malam tersebut. Hadits yang berbicara tentang hal tersebut lemah.
◇ Tiga. Berpuasa di pertengahan bulan Sya’ban
Mengkhususkan puasa di siang pertengahan bulan Sya’ban ( Nishfu Sya’ban ) tidak dianjurkan untuk mengerjakannya.
Bahkan sebagian ulama menghukumi hal tersebut bid’ah.
Dalil rujukan mereka berpuasa Nishfu Sya’ban
Apabila malam pertengahan bulan
Sya’ban ( ﺇِﺫَﺍ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟﻨِّﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ )
maka hidupkanlah malamnya ( ﻓَﻘُﻮﻣُﻮﺍ ﻟَﻴْﻠَﻬَﺎ )
dan berpuasalah di siang harinya. ( ﻭَﺻُﻮﻣُﻮﺍ ﻧَﻬَﺎﺭَﻫَﺎ )
HR Ibnu Majah no. 1388. Syaikh Al-Albani mengatakan, Sanadnya Maudhu’,dalam Adh-Dha’ifah no. 2132.)
Keterangan :
Hadits tersebut adalah hadits yang palsu (maudhu ’).
sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Akan tetapi, jika kita ingin berpuasa pada hari itu karena keumuman hadits tentang sunnah-nya berpuasa di bulan Sya’ban atau karena dia termasuk puasa di hari-hari biidh (ayyaamul-biid /puasa tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan hijriyah), maka hal tersebut tidak mengapa.
Yang diingkari adalah pengkhususannya saja.
◇Empat. Menjelang Ramadhan diyakini sebagai waktu utama untuk ziarah kubur, yaitu mengunjungi kubur orang tua atau kerabat (dikenal dg nyadran ).
Tidak benar kebiasan umat saat ini, ziarah kubur yang dikhususkan pada bulan Sya’ban saja.
Sebaliknya kita diperintahkan melakukan ziarah kubur setiap saat agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian.
Sebagaimana Nabi bersabda,
Lakukanlah ziarah kubur ( ﺯُﻭﺭُﻭﺍ ﺍﻟْﻘُﺒُﻮﺭَ )
karena hal itu lebih mengingatkan kalian
pada akhirat (kematian). ( ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﺗُﺬَﻛِّﺮُﻛُﻢُ ﺍﻵﺧِﺮَﺓَ )
(HR. Muslim no. 976).
Jadi yang masalah adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk ‘nyadran’ atau ‘nyekar’. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.
◇ Lima. Menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar, padusan, atau keramasan. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Puasa tetap sah jika tidak lakukan keramasan, atau padusan ke tempat pemandian atau pantai (seperti ke Parangtritis). Mandi besar itu ada jika memang ada sebab yang menuntut untuk mandi seperti karena junub maka mesti mandi wajib (mandi junub). Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”), ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan (ikhtilath) dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam.
Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!
Cukup dengan Ajaran Nabi ﷺ.
◇ Enam.Tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan
Mereka yang melestarikan tradisi ini berdalil dg hadits yang terjemahannya sebagai berikut:
Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” jawab Rasullullah.
Do’a Malaikat Jibril itu adalah:
Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dg org2 sekitarnya.
( HR Ibnu Khuzaimah (3/192) dan Ahmad (2/246, 254).
Penjelasan :
Hadits ini tidak ada di kitab-kitab hadits yg ada pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah (3/192) juga pada kitab Musnad Imam Ahmad (2/246, 254) ditemukan hadits berikut:
Dari Abu Hurairah ( ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ )
Rasulullah naik mimbar lalu
bersabda ( ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﷺ ﺭﻗﻲ ﺍﻟﻤﻨﺒﺮ ﻓﻘﺎﻝ )
‘Amin, Amin, Amin’. ( ﺁﻣﻴﻦ ﺁﻣﻴﻦ ﺁﻣﻴﻦ )
Para sahabat bertanya ( ﻓﻘﻴﻞ ﻟﻪ )
Kenapa engkau berkata demikian
wahai Rasulullah? ( ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﻛﻨﺖ ﺗﺼﻨﻊ ﻫﺬﺍ ؟ )
Kemudian beliau bersabda ( ﻓﻘﺎﻝ )
Baru saja Jibril berkata kepadaku ( ﻗﺎﻝ ﻟﻲ ﺟﺒﺮﻳﻞ )
Allah melaknat seorang hamba ( ﺃﺭﻏﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻧﻒ ﻋﺒﺪ )
yg melewati Ramadhan tanpa mendapatkan
ampunan ( ﺃﻭ ﺑﻌﺪ ﺩﺧﻞ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻓﻠﻢ ﻳﻐﻔﺮ ﻟﻪ )
maka kukatakan, ‘Amin’ ( ﻓﻘﻠﺖ ﺁﻣﻴﻦ )
kemudian Jibril berkata lagi ( ﺛﻢ ﻗﺎﻝ )
Allah melaknat seorang hamba yg mengetahui kedua orang tuanya masih hidup ( ﺭﻏﻢ ﺃﻧﻒ ﻋﺒﺪ ﺃﻭ ﺑﻌﺪ ﺃﺩﺭﻙ ﻭ ﺍﻟﺪﻳﻪ )
namun tdk membuatnya masuk Jannah (krna tdk -berbakti kpd mereka berdua) ( ﺃﻭ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻟﻢ ﻳﺪﺧﻠﻪ ﺍﻟﺠﻨﺔ )
maka aku berkata: ‘Amin’. ( ﻓﻘﻠﺖ ﺁﻣﻴﻦ )
Kemudian Jibril berkata lagi. ( ﺛﻢ ﻗﺎﻝ )
Allah melaknat seorang hamba ( ﺭﻏﻢ ﺃﻧﻒ ﻋﺒﺪ )
yg tidak bershalawat ketika disebut
namamu ( ﺃﻭ ﺑﻌﺪ ﺫﻛﺮﺕ ﻋﻨﺪﻩ ﻓﻠﻢ ﻳﺼﻞ ﻋﻠﻴﻚ )
maka kukatakan, ‘Amin” ( ﻓﻘﻠﺖ : ﺁﻣﻴﻦ )
Al A’zhami berkata ( ﻗﺎﻝ ﺍﻷﻋﻈﻤﻲ )
Sanad hadits ini jayyid ( ﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﺟﻴﺪ )
Hadits ini dishahihkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/114, 406, 407, 3/295), juga oleh Adz Dzahabi dalam Al Madzhab (4/1682), dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (8/142), juga oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Al Qaulul Badi ‘ (212), juga oleh Al Albani di Shahih At Targhib (1679).
Penjelasan Hadits:
Kedua hadits di atas adalah dua hadits yang berbeda. Entah siapa orang iseng yang membuat hadits pertama. Atau mungkin bisa jadi pembuat hadits tersebut mendengar hadits kedua, lalu menyebarkannya kepada orang banyak dengan ingatannya yang rusak, sehingga berubahlah makna hadits. Atau bisa jadi juga, pembuat hadits ini berinovasi membuat tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan, lalu sengaja menyelewengkan hadits kedua ini untuk mengesahkan tradisi tersebut. Yang jelas, hadits yang tidak ada asal-usulnya, kita pun tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu, sebenarnya itu bukan hadits dan tidak perlu kita hiraukan, apalagi diamalkan.
Wallahu 'alam
Saudaraku secerdas apapun kita cukuplah dengan Ajaran Nabi ﷺ. Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
Ikutilah (petunjuk Nabi ) ( ﺍﺗَّﺒِﻌُﻮﺍ )
janganlah membuat amalan yg tidak
ada tuntunannya. ( ﻭَﻻ ﺗَﺒْﺘَﺪِﻋُﻮﺍ )
Karena (ajaran Nabi ) itu sudah cukup
bagi kalian. ( ﻓَﻘَﺪْ ﻛُﻔِﻴﺘُﻢْ )
Semua bid’ah adalah sesat ( ﻛُﻞُّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼﻟَﺔٌ )
(Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)
Saudaraku kita patut hati-hati dengan amalan yang tanpa dasar. Beramallah dengan ilmu dan sesuai tuntunan Rasul ﷺ. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,
Barangsiapa yg beribadah kepada Allah
tanpa ilmu ( ﻣَﻦْ ﻋَﺒَﺪَ ﺍﻟﻠﻪَ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ )
maka dia akan membuat banyak kerusakan dari
pada mendatangkan kebaikan . ( ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺎ ﻳُﻔْﺴِﺪُ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﻣِﻤَّﺎ ﻳُﺼْﻠِﺢُ )
(Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Ibnu Taimiyah)
Wallahu'allam
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar