Rabu, 20 Juli 2022

Khutbah Idhul Adha Jalan kebahagian

KHUTBAH PERTAMA

JALAN KEBAHAGIAAN

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،
أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه

قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وقال تعالى، يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّـهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ  عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

وقال تعالى، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

اَللهُ أَكْبَرُ ,  اَللهُ أَكْبَرُ , لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ،اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Ummatal Islam, sidang idhul Adha yg berbahagia.

Al -hamdulillahi dipagi hari ini kita berkumpul di tanah lapang يَخْرُجُ يَوْمَ الأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى  diantara salah satu sunnah Nabi yang terlupakan shalat 'id dilapangan
untuk merayakan hari yg agung Yaum al-nahr يوم النحر & kita disyariatkan untuk perbanyak
فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ

اَللهُ أَكْبَرُ ,  اَللهُ أَكْبَرُ , لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Ummatal Islam, Judul khutbah kita yakni Jalan kebahagian.

Allah ta'alla berfirman فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)kefasikan dan ketakwaannya.
(Qs Asy-Syams 8)

Kata ulama dalam memilih parameter kebahagiaan dan kesuksesan, manusia terbagi pada dua golongan. 

Golongan pertama
menggunakan materi sebagai ukuran kebahagian

Golongan kedua 
menjadikan ketakwaan sebagai tolok ukur kebahagiaan.

اَللهُ أَكْبَرُ ,  اَللهُ أَكْبَرُ , لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Ummatal Islam
Kebanyakan manusia baik muslim ataupun kufar jika ditanya mereka akan sepakat, yg dicari dari kehidupan ini adalah satu kata yakni KEBAHAGIAN.

Lalu siapakah golongan pertama itu Ummatal Islam??
✓ Kebanyakan manusia ingin mencapai suatu kebahagiaan,dengan jalan yg keliru seperti membudidayakan kesyrikan yang diangap tradisi yang wajib diuri- uri seakan-akan mencintai tandingan-tandingan Allah seperti mencintai Allah Azza wajalla.
Contohnya mengantungkan nasibnya dengan 
Tathayyur,Tamimah, Tiwalah, jampi-jampi/Mantra,
perdukunan dll.
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّـهِ أَندَادًا 
Dan diantara manusia ada yang mengambil selain Allah sebagai tandingan-tandingan
يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّـهِ ۖ 
mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti mencintai Allah.

Ummatal Islam sesungguhnya pelaku syirik tidak akan pernah  bahagia fidunya wal akhirah kecuali taubatan nasuha sebelum datangnya ajal.

أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ 
Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu 
وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Az Zumar: 65).

اَللهُ أَكْبَرُ ,  اَللهُ أَكْبَرُ , لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ  وَللهِ اْلحَمْدُ.

Ummatal Islam
✓Dan kebanyakan manusia ingin mendapatkan kebahagiaan namun jalannya menyelisihi sunah-sunah Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.

Dengan mengamalkan suatu ibadah yg menyelisihi sunnah- sunnah Nabi muhammad sallahuaalihi wallam dan pemahaman para generasi terbaik ummat ini.
لَيْسَ مِنْ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى الَجنَّةِ إِلاَّ قَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ،
Tidaklah ada sesuatu amalanpun yang mendekatkan kepada syurga kecuali telah kuterangkan kepada kalian.
وَلَا عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى النَّارِ إِلاَّ قَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ
& tidak ada sesuatu amalanpun yang menjauhkan ke neraka kecuali telah kuterangkan kepada kalian.
(HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

✓Dan kebanyakan manusia menganggap bahwa orentasi kebahagian hanya dengan harta benda.

namun kebanyakan manusia tidak mendapatkan kebahagiaan dengan banyaknya harta. Bahkan harta yg mereka bangakan menjadi penghalang dirinya dg ketaatan kepada Allah Ta'alla dg cara istidraj, Allah mudahkan jalan kemaksiatan yang dihiasi dengan keindahan Hubbuddunya ra’su kulli khathi’ah (cinta dunia adalah biang semua kesalahan).  
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ
Sesungguhnya harta dan anakmu adalah ujian.
(Qs Taghabun ayat 15 )
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً 
Sesungguhnya setiap umat memiliki ujian, 
وَفِتْنَةُ أُمَّتِى الْمَالُ
dan ujian umatku adalah harta.(HR.Tirmidzi, no. 2336).

✓ Dan kebanyakan manusia tidak mendapatkan kebahagiaan dengan pasangan hidup ( istri /suami,) dengan orangtuanya, anaknya, cucunya,keluarganya, bahkan aset, perdagangan & rumah idaman.

Kenapa demikan Ummatal Islam?
karena mereka lebih mencintai & memprioritaskan 8 penghalang kebahagian diatas dibanding 3 dibawah
اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ
8 diatas lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya,
فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ
tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya. ( Qs Taubah 24 ).

Ummatal Islam, sidang idhul Adha yg berbahagia.
Fakta membuktikan

✓Dan betapa banyak orang ingin mencapai kebahagiaan, tapi tidak juga mendapatkannya namun sebaliknya yg terjadi,
يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا
Dia jadikan dadanya sempit dan sesak,  
كَاَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَاۤءِۗ 
seakan2 dia (sedang) mendaki ke langit. (Qs Al-An'am: 125)

Nauzubillah.

Jadi apa yang keliru Ummatal Islam ?

Penyebabnya adalah orang-orang tersebut tidak mencari kebahagiaan di atas jalan yang Allah Ta'alla  gariskan. Sejatinya. kebahagiaan itu milik Allah, oleh karena itu hanya Allah semata yang dapat memberi kita kebahagiaan.
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram.(Q.S Ar-Ra’du:28)

Ummatal Islam
✓ Kebahagiaan bukan diukur dengan kekayaan. Sebab jika kebahagiaan diukur dengan kekayaan harta benda semata, tentunya Qarun lebih bahagia dari pada Nabi Musa ‘alaihissalam. 

Tapi faktanya tidak, bahkan Qorun Allah tengelamkan diri dan hartanya, 
فَخَسَفْنَا بِهٖ وَبِدَارِهِ الْاَرْضَ ۗ
Maka Kami benamkan Karun bersama rumahnya ke dalam bumi. 

Ummatal Islam Qorun berlebihan dalam mencintai hartanya
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. ( Qs-Fajr/89:20 )

Ummatal Islam
✓Kebahagiaan tidak juga diukur dengan status sosial dan jabatan. Sebab jika kebahagiaan diukur dengan status sosial dan jabatan, tentu Namrud jauh lebih bahagia ketimbang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Karena kebahagiaan yang sebenarnya adalah milik Allah dan kebahagiaan yang hakiki itu hanya Allah berikan kepada orang-orang yang kembali kepada-Nya.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا
Dan barang siapa yang beramal saleh
مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman  
فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ
maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang bahagia.
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
 (QS. An-Nahl: 97)

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ 

KHUTBAH KEDUA

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ

Ummatal Islam Inilah dia  golongan ke dua yang dijanjikan kebahagian oleh Allah Azawajjala karena menjadikan tolak ukur kebahagian dengan ketaqwaan, iman & amal soleh.

✓ Ini dia Habil bin Nabi Adam 'alahi salam Lebih memilih jalan ketaqwaan, yakni jalan kebahagian dg cara mengorbankan hewan terbaiknya dibanding memilih menupuk- numpuk hartanya.
قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ  
Berkata Habil, Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari org yg bertakwa.
(QS. Al-Ma’idah [5]: 27)

✓ Kemudian ini dia pengorbanan Nabi Ibrahim 'alalihi sallam menyembelih anaknya Ismail karena perintah Allah Aza wajalla, & hingga saat ini menjadi tonggak disyari’atkannya ibadah qurban.

إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ
Wahai anakku, aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelih engkau, bagaimana pendapatmu, nak?  (QS. Ash-Shaffat[37]: 102).

kemudian Nabi Ismail berkata:
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ 
Wahai ayahku, lakukan saja apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu.
سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّـهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Engkau akan mendapati aku insyaAllah termasuk orang-orang yang sabar.
(QS. Ash-Shaffat[37]: 102)

✓ Ini dia Shuhaib bin Sinan Ar-Rumiy Abu Yahya, ( Si ahli panah) salah satu sahabat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam yang diabadikan dalam Al-Qur'an yg mengorbankan jiwa dan hartanya dijalan Allah,
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشْرِى نَفْسَهُ ٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِ ٱللَّهِ ۗ
& di antara manusia ada org yg mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah
وَٱللَّهُ رَءُوفٌۢ بِٱلْعِبَادِ
dan Allah Maha Penyantun kepada hamba2Nya.
(Qs Al-Baqarah : 207)

Berkatalah Al-Hafidz Ibnu Katsir didalam tafsirnya
عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ
Suhaib yang menceritakan:
لَمَّا أردتُ الْهِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
Ketika aku hendak hijrah dari Mekah kepada Nabi (di Madinah),
قَالَتْ لِي قُرَيْشٌ
maka orang-orang Quraisy berkata kepadaku,
يَا صهيبُ، قَدمتَ إِلَيْنَا وَلَا مَالَ لك،
Hai Suhaib, kamu datang kepada kami pada mulanya tanpa harta, 
وَتَخْرُجُ أَنْتَ وَمَالُكَ!
sedangkan sekarang kamu hendak keluar meninggalkan kami dengan harta bendamu.

وَاللَّهِ لَا يَكُونُ ذَلِكَ أَبَدًا.
Demi Allah, hal tersebut tidak boleh terjadi selamanya.
فَقُلْتُ لَهُمْ
Maka kukatakan kepada mereka, 
أَرَأَيْتُمْ إِنْ دَفَعْتُ إِلَيْكُمْ مَالِي 
Bagaimanakah menurut kalian jika aku berikan kepada kalian semua hartaku,
تُخَلُّون عَنِّي؟
lalu kalian membiarkan aku pergi.?
Mereka menjawab, Ya, kami setuju.  قَالُوا: نَعَمْ
فدفعتُ إِلَيْهِمْ مَالِي
Maka kuserahkan hartaku kepada mereka,
فخلَّوا عَنِّي
dan mereka membiarkan aku pergi.
فَخَرَجْتُ حَتَّى قدمتُ الْمَدِينَةَ.
Lalu aku berangkat hingga sampai di Madinah. 
فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
Ketika beliau ini sampai kepada Nabi 
فَقَالَ
maka beliau bersabda,  
رَبِحَ الْبَيْعُ صُهَيْبُ،  الْبَيْعُ صُهَيْبُ
Suhaib telah beruntung dalam perniagaannya.
(sebanyak 2 kali.)

Ummatal Islam, ibadah Udhiyah adalah bukti dari pengorbanan seorang hamba.Maka buktikanlah cintamu dengan berkurban!

✓Inti dari ini semua adalah letak kebahagiaan bukanlah dengan memiliki istana yang megah, mobil yang mewah, harta yang melimpah & jabatan. Namun letak kebahagiaan adalah di dalam hati.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، 
Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia).
وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup. (HR. Bukhari dan Muslim)

إِنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وصلى الله على نبينا محمد واله وصحبه وسلم

Rabu, 22 Juni 2022

JALAN KEBAHAGIAAN


KHUTBAH PERTAMA

JALAN KEBAHAGIAAN

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،

أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه

قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

وقال تعالى، يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّـهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ  عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

وقال تعالى، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

اَللهُ أَكْبَرُ ,  اَللهُ أَكْبَرُ , لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ،
اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Ummatal Islam, sidang idhul Adha yg berbahagia.

Di pagi hari ini kita berkumpul di tanah lapang 
يَخْرُجُ يَوْمَ الأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى

untuk merayakan hari idul adha hari yg agung Yaum al-nahr يوم النحر  yakni, kita disyariatkan untuk perbanyak
فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ

اَللهُ أَكْبَرُ ,  اَللهُ أَكْبَرُ , لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.
Ummatal Islam, sidang idhul Adha yg berbahagia.
judul khutbah kita Jalan kebahagian.

Allah ta'alla berfirman 
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)kefasikan dan ketakwaannya.
(Qs Asy-Syams 8)

Dalam memilih parameter kebahagiaan dan kesuksesan, manusia terbagi pada dua golongan. 

Golongan pertama
menggunakan materi sebagai ukuran kebahagian

Golongan kedua 
menjadikan ketakwaan sebagai tolok ukur kebahagiaan.

اَللهُ أَكْبَرُ ,  اَللهُ أَكْبَرُ , لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.
Ummatal Islam

Kebanyakan manusia baik muslim ataupun kufar jika ditanya mereka sepakat, yg dicari dari kehidupan ini adalah satu kata yakni KEBAHAGIAN.

Lalu siapakah golongan pertama itu Ummatal Islam??

✓ Kebanyakan manusia ingin mencapai suatu kebahagiaan, dengan cara jalan yg keliru seperti melakukan kesyrikan. Diantaranya mencintai tandingan2 Allah seperti mencintai Allah Azza wajalla

Contohnya mengantungkan nasibnya dengan jimat, zodiak, perdukunan dll.

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّـهِ أَندَادًا 
Dan diantara manusia ada yang mengambil selain Allah sebagai tandingan2, 
يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّـهِ ۖ 
mereka mencintai tandingan2 tersebut seperti mencintai Allah.

اَللهُ أَكْبَرُ ,  اَللهُ أَكْبَرُ , لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ  وَللهِ اْلحَمْدُ.

Ummatal Islam

✓Dan kebanyakan manusia ingin mendapatkan kebahagiaan tapi dengan cara menyelisihi sunah-sunah Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.

Dengan mengamalkan suatu ibadah yg menyelisihi sunnah- sunnah Nabi muhammad sallahuaalihi wallam dan pemahaman para generasi terbaik ummat ini.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

لَيْسَ مِنْ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى الَجنَّةِ إِلاَّ قَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ،
Tidaklah ada sesuatu amalanpun yang mendekatkan kepada syurga kecuali telah kuterangkan kepada kalian.

وَلَا عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى النَّارِ إِلاَّ قَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ
& menjauhkan dari an-nar kecuali telah kuterangkan kepada kalian.
(HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

✓Dan kebanyakan manusia menganggap bahwa orentasi kebahagian hanya dengan harta benda.

namun kebanyakan manusia tidak mendapatkan kebahagiaan dengan banyaknya harta. Bahkan harta yg mereka bangakan menjadi penghalang dirinya dg ketaatan kepada Allah Ta'alla dg cara istidraj, Allah mudahkan jalan kemaksiatan yang dihiasi dengan keindahan Hubbuddunya ra’su kulli khathi’ah (cinta dunia adalah biang semua kesalahan).  

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ
Sesungguhnya harta dan anakmu adalah ujian.
(Qs Taghabun ayat 15 )

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً 
Sesungguhnya setiap umat memiliki ujian, 
وَفِتْنَةُ أُمَّتِى الْمَالُ
dan ujian umatku adalah harta (HR.Tirmidzi, no. 2336).

✓ Dan kebanyakan manusia tidak mendapatkan kebahagiaan dengan pasangan hidup ( istri /suami,) dengan anaknya , cucunya, bahkan dengan orangtuanya, keluarga, aset, perdagangan & rumah idaman.

Kenapa demikan Ummatal Islam?
karena mereka lebih mencintai & memprioritaskan 8 penghalang kebahagian diatas dibanding 3 dibawah
اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ
8 diatas lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya,

فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ
tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.
( Qs Taubah 24 ).

Ummatal Islam, sidang idhul Adha yg berbahagia.

Fakta membuktikan

✓Dan betapa banyak orang ingin mencapai kebahagiaan, tapi tidak juga mendapatkannya namun sebaliknya yg terjadi,

يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا
Dia jadikan dadanya sempit dan sesak,  
كَاَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَاۤءِۗ 
seakan2 dia (sedang) mendaki ke langit. (Qs Al-An'am: 125)

Nauzubillah.
أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم


KHUTBAH KEDUA

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ

Ummatal Islam, Sidang 'idd yg berbahagia.

Jadi apa yang keliru?
Penyebabnya adalah orang-orang tersebut tidak mencari kebahagiaan di atas jalan yang Allah Ta'alla  gariskan. Sejatinya. kebahagiaan itu milik Allah, oleh karena itu hanya Allah semata yang dapat memberi kita kebahagiaan.

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram.(Q.S Ar-Ra’du:28)

Ummatal Islam
✓ Kebahagiaan bukan diukur dengan kekayaan. Sebab jika kebahagiaan diukur dengan kekayaan harta benda semata, tentunya Qarun lebih bahagia dari pada Nabi Musa ‘alaihissalam. 

Tapi faktanya tidak, bahkan Qorun Allah tengelamkan diri dan hartanya, 
فَخَسَفْنَا بِهٖ وَبِدَارِهِ الْاَرْضَ ۗ
Maka Kami benamkan dia (Karun) bersama rumahnya ke dalam bumi. 

Ummatal Islam Qorun berlebihan dalam mencintai harganya
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. [al-Fajr/89:20]

Ummatal Islam
✓Kebahagiaan tidak juga diukur dengan status sosial dan jabatan. Sebab jika kebahagiaan diukur dengan status sosial dan jabatan, tentu Namrud jauh lebih bahagia ketimbang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Karena kebahagiaan yang sebenarnya adalah milik Allah dan kebahagiaan yang hakiki itu hanya Allah berikan kepada orang-orang yang kembali kepada-Nya.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا
Dan barang siapa yang beramal
saleh
 مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman  
فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ
maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang bahagia. (QS. An-Nahl: 97)

  وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Ummatal Islam Inilah dia  golongan ke dua yang dijanjikan kebahagian oleh Allah Azawajjala karena menjadikan tolak ukur kebahagian dengan ketaqwaan, iman & amal soleh.

✓ Ini dia Habil bin Nabi Adam 'alahi salam Lebih memilih jalan ketaqwaan, yakni jalan kebahagian dg cara mengorbankan hewan terbaiknya dibanding memilih menupuk- numpuk hartanya.

قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ  
Berkata Habil, Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari org yg bertakwa.
(QS. Al-   [5]: 27).

✓ Ini dia pengorbanan Nabi Ibrahim 'alalihi sallam menyembelih anaknya Ismail karena perintah Allah Aza wajalla, hingga saat ini menjadi tonggak disyari’atkannya ibadah qurban.

إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ
Wahai anakku, aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelih engkau, bagaimana pendapatmu, nak?(QS. Ash-Shaffat[37]: 102)

kemudian Nabi Ismail berkata:
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ 
Wahai ayahku, lakukan saja apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu.
سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّـهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Engkau akan mendapati aku insyaAllah termasuk orang-orang yang sabar.

(QS. Ash-Shaffat[37]: 102)

✓ Ini dia Shuhaib bin Sinan Ar-Rumiy Abu Yahya, ( Si ahli panah) salah satu sahabat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam yang diabadikan dalam Al-Qur'an yg mengorbankan jiwa dan hartanya dijalan Allah,
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشْرِى نَفْسَهُ ٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِ ٱللَّهِ ۗ
& di antara manusia ada org yg mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah

وَٱللَّهُ رَءُوفٌۢ بِٱلْعِبَادِ
dan Allah Maha Penyantun kepada hamba2Nya.
(Qs Al-Baqarah : 207)

Berkatalah Al-Hafidz Ibnu Katsir didalam tafsirnya
عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ
Suhaib yang menceritakan:

لَمَّا أردتُ الْهِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
Ketika aku hendak hijrah dari Mekah kepada Nabi (di Madinah),
قَالَتْ لِي قُرَيْشٌ
maka orang-orang Quraisy berkata kepadaku,

يَا صهيبُ، قَدمتَ إِلَيْنَا وَلَا مَالَ لك،
Hai Suhaib, kamu datang kepada kami pada mulanya tanpa harta, 
وَتَخْرُجُ أَنْتَ وَمَالُكَ!
sedangkan sekarang kamu hendak keluar meninggalkan kami dengan harta bendamu.

وَاللَّهِ لَا يَكُونُ ذَلِكَ أَبَدًا.
Demi Allah, hal tersebut tidak boleh terjadi selamanya.

فَقُلْتُ لَهُمْ
Maka kukatakan kepada mereka, 

أَرَأَيْتُمْ إِنْ دَفَعْتُ إِلَيْكُمْ مَالِي 
Bagaimanakah menurut kalian jika aku berikan kepada kalian semua hartaku,
تُخَلُّون عَنِّي؟
lalu kalian membiarkan aku pergi.?

Mereka menjawab, Ya, kami setuju.  قَالُوا: نَعَمْ
فدفعتُ إِلَيْهِمْ مَالِي
Maka kuserahkan hartaku kepada mereka,
فخلَّوا عَنِّي
dan mereka membiarkan aku pergi.
فَخَرَجْتُ حَتَّى قدمتُ الْمَدِينَةَ.
Lalu aku berangkat hingga sampai di Madinah. 

فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
Ketika beliau ini sampai kepada Nabi 
فَقَالَ
maka beliau bersabda,  
رَبِحَ الْبَيْعُ صُهَيْبُ،  الْبَيْعُ صُهَيْبُ
Suhaib telah beruntung dalam perniagaannya.
sebanyak 2 kali.

Ummatal Islam, ibadah Udhiyah adalah bukti dari pengorbanan seorang hamba.
Maka buktikanlah cintamu dengan berkurban!

✓Inti dari ini semua adalah letak kebahagiaan bukanlah dengan memiliki istana yang megah, mobil yang mewah, harta yang melimpah & jabatan. Namun letak kebahagiaan adalah di dalam hati.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، 
Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia).
وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup. (HR. Bukhari dan Muslim )
إِنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

 اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

 رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 وصلى الله على نبينا محمد واله وصحبه وسلم

Jumat, 04 Februari 2022

Ada apa dengan rojab ke 2 ?

Faidah KENAPA DISEBUT BULAN HARAM (Al-Asyhur al-Hurum)
1. Dinamakan bulan haram karena dua makna.

~ Pertama , pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang          Jahiliyyah pun meyakini demikian.

~ Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih  daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan. (Lihat Zaadul Maysir , tafsir surat At Taubah ayat 36)

2.Bulan Rajab Dalam Pandangan Masyarakat Jahiliyah yaitu masyarakat jahiliyah sangat menghormati bulan Rajab. Ini terlihat dari banyaknya acara peribadatan pada bulan ini. Di antara ritual ibadah mereka di bulan rajab adalah menyembelih binatang, yang disebut ‘Athirah atau Rajabiyah. Mereka persembahkan sembelihannya untuk sesembahan mereka. Mereka juga berpuasa di bulan Rajab, kemudian diakhiri dengan menyembelih ‘Athirah. Masyarakat jahiliyah juga melarang keras adanya peperangan yang terjadi bebepatan di bulan Rajab.

3.Disamping itu, mereka memberikan banyak nama untuk bulan Rajab. Ada yang menyebutkan, bulan ini memililki 14 nama. Di antaranya: Syahrullah, Rajab, Rajab Mudhar, Munshilul Asinnah, Al Asham, dll. Bahkan ada yang menyebutkan, bulan ini memiliki 17 nama. Sedangkan masyarakat memiliki kaidah, bahwa sesuatu yang memiliki banyak nama itu menunjukkan bahwa hal itu adalah sesuatu yang mulia. (Lihat Al-Bida’ Al-hauliyah, Hal. 214)

4. Dulu masyarakat jahiliyah memilih bulan Rajab untuk mendoakan orang yang menzhalimi mereka, dan biasanya doa itu dikabulkan. Hal ini pernah disampaikan kepada Umar bin Khattab, kemudian beliau mengatakan,

إن الله كان يصنع بهم ذلك ليحجز بعضهم عن بعض ، وإن الله جعل الساعة موعدهم ، والساعة أدهى وأمر

Sesungguhnya Allah memperlakukan hal itu kepada  mereka untuk menjauhkan hubungan antara satu suku dengan suku yang lain. Dan Allah jadikan kiamat sebagai hari pembuktian janji untuk mereka. Dan hari kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit.” (Lathaif Al-Ma’arif, Hal. 130)

 5.Disebutkan dalam sebuah riwayat, dari Kharsyah bin Al-Hur, bahwa beliau melihat Umar bin Khatab memukuli telapak tangan beberapa orang, sampai mereka letakkan tangannya di wadah, kemudian beliau menyuruh mereka,

كُلُوا، فَإِنَّمَا هُوَ شَهْرٌ كَانَ يُعَظِّمُهُ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ

“Makanlah (jangan puasa). Karena dulu, bulan ini diagungkan oleh masyarakat jahiliyah. (HR. Ibn Abi Syaibah 9758 dan sanadnya dishahihkan Al Albani)
*****""


Ada apa dengan bulan Rajab ??

Tema:
Ada apa dengan bulan Rajab

kamis 22 Jumadil akhir 1443 H / 26 Januari 2022.

Tampa kita sadari kita sudah masuk dipenghujung bulan Jumadil akhir,
masya Allah begitu cepatnya waktu sebagaimana disinalir oleh Nabi muhammad 

Setahun bagaikan satu bulan
(ﻓَﺘَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟﺴَّﻨَﺔُ ﻛَﺎﻟﺸَّﻬْﺮِ )
sebulan bagaikan sepekan 
( ﻭَﻳَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟﺸَّﻬْﺮُ ﻛَﺎﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ )
sepekan bagaikan sehari 
( ﻭَﺗَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔُ ﻛَﺎﻟْﻴَﻮْﻡِ )
sehari bagaikan sejam 
( ﻭَﻳَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡُ ﻛَﺎﻟﺴَّﺎﻋَﺔِ )
dan sejam bagaikan terbakarnya pelepah pohon kurma
( ﻭَﺗَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟﺴَّﺎﻋَﺔُ ﻛَﺎﺣْﺘِﺮَﺍﻕِ ﺍﻟﺴَّﻌَﻔَﺔِ )
( HR Muslim )

ini pertanda cepatnya waktu berlalu hingga tak terasa sudah 22 Jumadil akhir dan akan masuknya bulan Rojab.

Pertanyaaannya ada apa dengan rojab?

bulan Rajab adalah bulan haram yakni bulan mulia 

Sebagaimana Allah Aza Wajalla berfirman
Sesungguhnya bilangan bulan
(  ﺇِﻥَّ ﻋِﺪَّﺓَ ﺍﻟﺸُّﻬُﻮﺭِ    )
disisi Allah ialah dua belas bulan 
(  ﻋِﻨﺪَ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺍﺛْﻨَﺎ ﻋَﺸَﺮَ ﺷَﻬْﺮًﺍ  )
dalam ketetapan Allah 
(  ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠّﻪِ  )
di waktu Dia menciptakan langit  (  ﻳَﻮْﻡَ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ   )
dan bumi   (  ﻭَﺍﻷَﺭْﺽَ  )
diantaranya ada empat bulan haram  (  ۚ  ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﺭْﺑَﻌَﺔٌ ﺣُﺮُﻡ )
Itulah(ketetapan) din yg lurus 
(   ﺫَٰﻟِﻚَ ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﺍﻟْﻘَﻴِّﻢُ  )   
Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian 
( ﻓَﻼ ﺗَﻈْﻠِﻤُﻮﺍ )
didalamnya (bulan (haram) yg 4 itu ) ( ﻓِﻴﻬِﻦَّ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ  )
(QS At-Taubah: 36).

** Apa itu Rojab?
Tafsir Al-Hafiz, Imaduddin Abul Fida Ismail ibnul Khatib Abu Hafs Umar ibnu Katsir semoga Allah melimpahkan rahmat dan rida-Nya kepada beliau,

Beliau mengartikan Rajab, berasal dari tarjib,  
وَرَجَب مِنْ التَّرْجِيب

artinya menghormat وَهُوَ التَّعْظِيم
dijamakkan dalam bentuk arjab,
وَيُجْمَع عَلَى أَرْجَاب
rajah, dan rajabat. وَرِجَاب وَرُجُبَات 

dari kata Rajjaba – yurajjibu   yang artinya mengagungkan. Bulan ini dinamakan Rajab karena bulan ini diagungkan masyarakat Arab. (keterangan Al Ashma’i, dikutip dari Lathaiful Ma’arif, Hal. 210)

*Apa nama lain dari Rojab?

Nama2 lain bulan Rajab
dalam Umdatul Qori, 26:305 disebutkan bahwa nama lainnya Rojab  suku Mudhar karena, suku Mudhar adalah suku yang paling ta'zim, 

- bulan ini jg memililki 14 nama. Di antaranya : Syahrullah, Rajab, Rajab Mudhar, Munshilul Asinnah, Al Asham, dll. Bahkan ada yang menyebutkan, bulan ini memiliki 17 nama. Sedangkan masyarakat memiliki kaidah, bahwa sesuatu yang memiliki banyak nama itu menunjukkan bahwa hal itu adalah sesuatu yang mulia. (Lihat Al-Bida’ Al-hauliyah, Hal. 214)

* Apa penjelasan ulama tentang  bulan Rojab adalah bulan muharam?

kemudian Al-Hafiz Ibnu khasir mentafsirkan Al-Qur'an At-Taubah ayat 36 dengan mengutip perkataan Imam Ahmad mengatakan, 
قَالَ الْإِمَام أَحْمَد

Menjelaskan makna ayat
( ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﺭْﺑَﻌَﺔٌ ﺣُﺮُﻡ ) 

ditafsirkan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam dg sabdanya
Sebagaimana dlm hadits shahih dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, Setahun berputar sebagaimana keadaannya 
( ﺍﻟﺰَّﻣَﺎﻥُ ﻗَﺪِ ﺍﺳْﺘَﺪَﺍﺭَ ﻛَﻬَﻴْﺌَﺘِﻪِ )
sejak Allah menciptakan langit dan bumi. 
( ﻳَﻮْﻡَ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﻮَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷَﺭْﺽَ )
Satu tahun itu ada dua belas bulan
 (  ﺍﻟﺴَّﻨَﺔُ ﺍﺛْﻨَﺎ ﻋَﺸَﺮَ ﺷَﻬْﺮًﺍ  )
Di antaranya ada 4 bulan haram/suci 
(  ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﺭْﺑَﻌَﺔٌ ﺣُﺮُﻡٌ   )
Tiga bulannya berturut-turut yaitu
 (  ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻣُﺘَﻮَﺍﻟِﻴَﺎﺕ  )
Dzulqo’dah,Dzulhijjah
 ( ﺫُﻭ ﺍﻟْﻘَﻌْﺪَﺓِ ﻭَﺫُﻭ ﺍﻟْﺤِﺠَّﺔ  )
& Muharram  (  ﻭَﺍﻟْﻤُﺤَﺮَّﻡُ  )
(Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor (  ﻭَﺭَﺟَﺐُ ﻣُﻀَﺮَ  )
yg terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban . 
(  ﺍﻟَّﺬِﻯ ﺑَﻴْﻦَ ﺟُﻤَﺎﺩَﻯ ﻭَﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ  ).

(HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679).

Brkata Imam Qurtubi rahimahullah terkait 
ayat di atas, serta mlarang brbuat dzalim di dlmny,
sebagai bntuk pmuliaan trhadap bulan2 itu.
بالذكر ونهى عن الظلم فيها تشريفًا لها 

Meskipun sejatinya berbuat dzalim dilarang di setiap waktu.
وإن كان منهيًا عنه في كل الزم
Inilah keterangan dari banyak ahli tafsir.وعلى هذا أكثر أهل التأويل

Beliau melanjutkan
فيضاعف فيه العقاب بالعمل السيئ كما يضاعف الثواب بالعمل الصالح

Perbuatan dosa di bulan haram hukumannya dilipat gandakan, sebagaimana pahala amal sholih dilipat gandakan.
(Tafsir Al Qurtubi 8/68)

** makna مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ?
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَقَوْله تَعَالَى
di antaranya empat bulan haram.
مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

Hal ini diharamkan pula oleh orang-orang Arab di masa silam.
فَهَذَا مِمَّا كَانَتْ الْعَرَب أَيْضًا فِي الْجَاهِلِيَّة تُحَرِّمهُ

Demi­kianlah menurut kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian besar dari mereka,
وَهُوَ الَّذِي كَانَ عَلَيْهِ جُمْهُورهمْ

kecuali sejumlah orang dari kalangan mereka yang dikenal dengan sebutan golongan Al-Basal.
إِلَّا طَائِفَة مِنْهُمْ يُقَال لَهُمْ الْبَسْل
Mereka mengharamkan delapan bulan dari setiap tahunnya sebagai ungkapan rasa fanatik dan pengetatan hukum atas diri mereka.
 كَانُوا يُحَرِّمُونَ مِنْ السَّنَة ثَمَانِيَة أَشْهُر تَعَمُّقًا وَتَشْدِيدًا

(  ۚ  ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﺭْﺑَﻌَﺔٌ ﺣُﺮُﻡ )
Itulah(ketetapan) din yg lurus 
(   ﺫَٰﻟِﻚَ ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﺍﻟْﻘَﻴِّﻢُ  )   

Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian 
( ﻓَﻼ ﺗَﻈْﻠِﻤُﻮﺍ )
didalamnya (bulan (haram) yg 4 itu )
( ﻓِﻴﻬِﻦَّ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ  )


*Tafsir {ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ}
Itulah (ketetapan) agama yang lurus. (At-Taubah: 36)

Maksudnya, itulah syariat yang lurus yang harus diikuti demi menger­jakan perintah Allah sehubungan dengan bulan bulan yang Haram 
أَيْ هَذَا هُوَ الشَّرْع الْمُسْتَقِيم مِنْ اِمْتِثَال أَمْر اللَّه فِيمَا جَعَلَ مِنْ الْأَشْهُر الْحُرُم

yg dijadikan-Nya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan-Nya di dalam ketetapan Allah yang dahulu. 
 وَالْحَذْو بِهَا عَلَى مَا سَبَقَ مِنْ كِتَاب اللَّه الْأَوَّل 

Dalam firman selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قَالَ تَعَالَى  {فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu. 

Yakni dalam bulan-bulan Haram itu janganlah kalian berbuat aniaya terhadap diri kalian sendiri,
karena dalam bulan-bulan Haram itu sanksi berbuat dosa jauh lebih berat daripada dalam hari-hari lainnya.
أَيْ فِي هَذِهِ الْأَشْهُر الْمُحَرَّمَة لِأَنَّهَا آكَد وَأَبْلَغ فِي الْإِثْم مِنْ غَيْرهَا
Sebagai­mana perbuatan maksiat yang dilakukan di dalam Kota Suci Mekah, berlipat ganda dosanya, 

 كَمَا أَنَّ الْمَعَصِي فِي الْبَلَد الْحَرَام تُضَاعَف

karena ada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan:لِقَوْلِهِ تَعَالَى

{وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ}
dan siapa yang dimaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya Kami akan rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih. (Al-Hajj: 25)

Demikian pula dalam bulan suci, perbuatan dosa diperberat sanksinya. 

وَكَذَا الشَّهْر الْحَرَام تَغْلُظ فِيهِ الْآثَام وَلِهَذَا تَغْلُظ فِيهِ الدِّيَة

Karena itulah di dalam mazhab Imam Syafii dan segolongan ulama disebutkan bahwa hukuman diat diperberat dalam bulan itu.

Sebagai­mana diat diperberat pula terhadap orang yang melakukan pembunuhan di dalam Tanah Suci 
فِي مَذْهَب الشَّافِعِيّ وَطَائِفَة كَثِيرَة مِنْ الْعُلَمَاء وَكَذَا فِي حَقّ مَنْ قَتَلَ فِي الْحَرَم 

atau membunuh orang yang sedang ihram.
 أَوْ قَتَلَ ذَا مَحْرَم

 Wallahu'allam 
bersambung

#####

Minggu, 19 Desember 2021

Shalat ke ‎بب استقبال الكعبة ‏6

Bab 1 persiapan shalat
 استقبال الكعبة
Istiqbaalul ka'bah hal ( menghadap ka'bah)

Rasulullah bila berdiri untuk shalat fardhu / shalat sunah beliau menghadap ka'bah.beliau memerintahkan berbuat demikian sebagaimana sabdanya kpd org yg shalatnya salah. ( Al-musii’ fii shalatihi ).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda kepada orang jelek shalat (musi’ salatahu),

Jika engkau hendak mengerjakan shalat,  
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ 
maka sempurnakanlah 
wudhumu  فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ
lalu menghadaplah ke
kiblat,  ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ
kemudian bertakbirlah.  فَكَبِّرْ

(HR. Bukhari no. 6251 dan Muslim no. 912)

Syarah.
Imam An Nawawi dlm Syarh Muslim mengatakan, Hadits ini terdapat faedah yg sangat banyak & dr hadits ini diketahui pertama kali tentang hal2 tadi adalah wajib shalat & bukanlah sunnah. Beliau jg mengatakan, Dlm hadits ini menunjukkan tentang wajibnya thoharoh (bersuci), menghadap kiblat, takbirotul ihrom dan membaca Al Fatihah. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 2/132)


Faidahnya
Istiqbaalul ka'bah Mrupakan (syuruuth) Syarat Sah Shalat.

& Dikelompokkan ulama didalm kitab Al-Fiqh Al-Muyassar Fii Dhoui Al-Kitaab WasSunnah
menjadi beberapa tingkatan yakni
1.KEWAJIBAN SHOLAT
2.syarat shalat,
3.Rukun shalat
4.Pembatal shalat
5.HAL YANG WAJIB DALAM SHOLAT
6.sunah2 dalam shalat
7.Makruh dalam shalat
8.HUKUM MENINGGALKAN SHOLAT


Syarat sah shalat yg harus dilakukan sblm mlaksanakanny di antarany adlh melnghadap kiblat. (Lihat At Tadzhib fi Adillati Matnil Ghoyat wa At Taqrib – Matni Abi Syuja’, hal. 52, Darul Fikri dan Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitab Al ‘Aziz, hal. 82, Dar Ibnu Rojab)

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala
Disebelah

(QS Al-Baqarah : 144 )
(QS Al-Baqarah: 115)
(Al-Baqarah: 142)
( 2:177 )
Ssungguhny Kmi (sring) mlihat mukamu mnengadah ke langit,
 قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ
maka sungguh Kmi akan mmalingkn kmu فَلَنُوَلِّيَنَّكَ
ke kiblat yg kmu sukai.قِبْلَةً تَرْضَاهَا
Plingkanlh mukamu فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ
ke arah Msjidil Haram الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ 
& dimna saja klian bradaوَحَيْثُمَا كُنْتُمْ 
palingkanlh muka kalian ke arahny.  فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

& ssungguhny org2 (Yahudi & Nasrani) yg diberi Al-Kitab (Taurat & Injil) mmang mngetahui,
وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ

bhwa brpaling ke Masjidil Haram itu adlh bnar dr Robbny
أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ 
& Allah skali2 tdk lngah dr apa yg mrka krjakn. وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ 


Ibnu Katsir berkata bahwa

Ali ibnu Abu Talhah mriwayatkn dr Ibnu Abbas
قَالَ عَلِيّ بْن أَبِي طَلْحَة عَنْ اِبْن عَبَّاس

mula2 ayat Al-Qur'an yg dimansukh adalh masalah kiblat.
كَانَ أَوَّل مَا نُسِخَ مِنْ الْقُرْآن الْقِبْلَة

Dmikian itu trjadi ktika Rasulullah hijrah ke Madinah,
وَذَلِكَ أَنَّ رَسُول اللَّه لَمَّا هَاجَرَ إِلَى الْمَدِينَة

kbanyakan pnduduk Madinah saat itu terdiri atas org2 Yahudi.
وَكَانَ أَكْثَر أَهْلهَا الْيَهُود

Maka Allah mmrintahkanny agar mnghadap ke arah Baitul Maqdis.
فَأَمَرَهُ اللَّه أَنْ يَسْتَقْبِل بَيْت الْمَقْدِس

Melihat hal ini org2 Yahudi mrasa gmbira. فَفَرِحَتْ الْيَهُود فَاسْتَقْبَلَهَا

Rasulullah mnghadap ke Baitul Maqdis slama blasan bulan,
 رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِضْعَة عَشَر شَهْرًا 
pdhal bliau sndiri mnyukai kiblat Nabi Ibrahim وَكَانَ يُحِبّ قِبْلَة إِبْرَاهِيم

Bliau slalu brdoa kpd Allah srta sring mmandang ke langit (mnunggu2 wahyu).
فَكَانَ يَدْعُو إِلَى اللَّه وَيَنْظُر إِلَى السَّمَاء

Maka Allah mnurunkn
firmanNy  فَأَنْزَلَ اللَّه 
Sungguh Kami (sring) mlihat mukamu قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهك
mnengadah ke langit.  فِي السَّمَاء 
(Qs Al-Baqarah: 144) 

Smpai dg firmanNy  إِلَى قَوْله 
Plingkanlh muka kalian ke arahny.
فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

Mlihat hal trsbt org2 Yahudi mrasa curiga, فَارْتَابَتْ مِنْ ذَلِكَ الْيَهُودُ 

llu mrka mngatakn sperti yg disbtkn o/ firmanNy  وَقَالُوا

Apakh yg mmalingkn mrka (umat Islam) dr kiblatny (Baitul Maqdis)
مَا وَلاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ
yg dahulu mrka tlh brkiblat kpdny?
الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا

Ktakanlh, Kpunyaan Allahlalh timur & barat. قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ
(Al-Baqarah: 142)

Maka kemanapun kamu menghadap, di situlah wajah Allah.  فَأَيْنَما تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ
(QS Al-Baqarah: 115)

{وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ}

& Kmi tdk mnjadikn kiblat yg mnjadi kiblat klian mlainkn agar Kmi mngetahui (supaya nyata) siapa yg mngikuti Rasul & siapa yg mmbelot.

(QS Al-Baqarah: 143)

Pndapat ini mrupakn salah satu dr dua pndapat Imam Syafii Radhiyallahu Anhu 
قَالَ غَيْره وَهُوَ أَحَد قَوْلَيْ الشَّافِعِيّ رَضِيَ اللَّه عَنْهُ 
yg mngatakn bhwa ssungguhny yg dimksud ialah mnghadap ke arah 'ainul Ka'bah. 
أَنَّ الْغَرَض إِصَابَة عَيْن الْكَعْبَة

Sdangkn pelndapat lainny yg dianut o/ kbanyakn ulama mngatakn, yg dimksud ialah muwajahah (menghadap ke arahnya), 
وَالْقَوْل الْآخَر وَعَلَيْهِ الْأَكْثَرُونَ أَنَّ الْمُرَاد الْمُوَاجَهَة

***
sperti yg disbtkn di dlm riwayat Imam Hakim mlalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dr Umair ibnu Ziad Al-Kindi, dr Ali ibnu Abu Talib shubungan dg tafsir firmanNy: 
كَمَا رَوَاهُ الْحَاكِم مِنْ حَدِيث مُحَمَّد بْن إِسْحَاق عَنْ عُمَيْر بْن زِيَاد الْكِنْدِيّ عَنْ عَلِيّ بْن أَبِي طَالِب رَضِيَ اللَّه عَنْهُ 

Palingkanlh mukamu ke arah Masjidil Haram. 
فَوَلِّ وَجْهك شَطْر الْمَسْجِد الْحَرَام

Yg dimaksud dg syatrahu ialah ke arahnya (tdk harus tpat ke Ka'bah).  قَالَ شَطْره قِبَله

Hal ini mrupakan pndapat Abul Aliyah, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, & lain2ny. Sperti yg tlh disbtkn dlm hadis trdahulu, yaitu:
وَهَذَا قَوْل أَبِي الْعَالِيَة وَمُجَاهِد وَعِكْرِمَة وَسَعِيد بْن جُبَيْر وَقَتَادَة وَالرَّبِيع بْن أَنَس وَغَيْرهمْ وَكَمَا تَقَدَّمَ فِي الْحَدِيث الْآخَر " مَا بَيْن الْمَشْرِق وَالْمَغْرِب قِبْلَة"

Di antara timur & barat trdpt arah kiblat. «مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ»

Al-Qurtubi mngatakn وَقَالَ الْقُرْطُبِيّ 
bhwa Ibnu Juraij mriwayatkn dr Ata, dr Ibnu Abbas Ra, bhwa Rasulullah prnah brsabda:
رَوَى اِبْن جُرَيْج عَنْ عَطَاء عَنْ اِبْن عَبَّاس أَنَّ رَسُول اللَّه قَالَ 

Baitullah adlh kiblat bagi ahli masjid,  الْبَيْت قِبْلَة لِأَهْلِ الْمَسْجِد
& masjid adlh kiblat bagi pnduduk kota suci,  وَالْمَسْجِد قِبْلَة لِأَهْلِ الْحَرَم
sedangkan kota suci وَالْحَرَم
mrupakn kiblat bagi pnduduk bumi   قِبْلَة لِأَهْلِ الْأَرْض

yg ada di timur & barat dr klangan umatku. فِي مَشَارِقهَا وَمَغَارِبهَا مِنْ أُمَّتِي

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengutip dari beberapa muhadits :

Imam Nasai mriwayatkn dr Abu Sa'id ibnul Ma'la yg menceritakn وَرَوَى النَّسَائِيّ عَنْ أَبِي سَعِيد بْن الْمُعَلَّى قَالَ

Abdur Razzaq وَقَالَ عَبْد الرَّزَّاق
Abu Na'im (yaitu Al-Fadl ibnu Dakin) mngatakn
وَقَالَ أَبُو نُعَيْم الْفَضْلُ بْن دُكَيْن 
telah menceritakan kepada kami Zuhair, dari Abi Ishaq, dari Al-Barra yg menceritakan hadis berikut:
حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْبَرَاءِ

Bahwa Nabi salat mnghadap ke arah Baitul Maqdis
أَنَّ النَّبِيَّ قبلَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ
slama 16/17  bulan
 سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا
pdhal bliau se/ndiri lbh suka bila kiblatny ke arah Baitullah (Ka'bah). 
وَكَانَ يُعْجِبُهُ قِبْلَتُهُ قِبَلَ الْبَيْتِ 
& (pd suatu hari) beliau melakukan salat Asar 
وَأَنَّهُ صَلّى صَلَاةَ الْعَصْرِ
& salat pula brsamany suatu kaum (mka turunlah ayat mmerintahkn agar mnghadap ke Ka'bah)  وَصَلَّى مَعَهُ قَوْمٌ

lalu keluarlah sorg lelaki dr jamaah yg ikut salat bersamanya.
فَخَرَجَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ يُصَلِّي مَعَهُ

Kemudian lelaki itu melewati ahli masjid yang sedang rukuk dalam salatnya,
فَمَرَّ عَلَى أَهْلِ الْمَسْجِدِ وَهُمْ رَاكِعُونَ

lalu llaki itu brkata, فَقَالَ
Aq brsaksi dg nama Allah أَشْهَدُ بِاللَّهِ 
sesungguhnya aku telah solat bersama Rasulullah  Dg menghadap ke arah Mekah. 
 لَقَدْ صَلّيت مَعَ رَسُولِ اللَّهِ قبل مكَّة

Maka mrka brputar mnghadap ke arah Baitullah dlm keadaan rukuk.
فَدَارُوا كَمَا هُمْ قَبْل الْبَيْت 

* Waktu shalat pertama pindah kiblat.
Shalat pertama kali yg dilakukan o/ Nabi dg mnghadap Ka’bah adlh shalat Zhuhur di Bani Salamah 

أَنَّ أَوَّل صَلَاة صَلَّاهَا رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْكَعْبَة صَلَاة الظُّهْر وَأَنَّهَا الصَّلَاة الْوُسْطَى

sdangkn shalat ‘Ashar di masjid Nabawi. Penduduk Quba’ merubah kiblat mereka ke arah Ka’bah ketika sedang menunaikan shalat Shubuh, setelah kabar tentang perubahan kiblat sampai kepada mereka

Ttapi mnurut pndapat yg
masyhur وَالْمَشْهُور
salat yg mula2 dilakukan o/ Rasulullah dg mnghadap ke arah Ka'bah adlh salat Asar.
 أَنَّ أَوَّل صَلَاة صَلَّاهَا إِلَى الْكَعْبَة صَلَاة الْعَصْر

Krna itu, mka brita pmindahan ini trlambat smpai kpd penduduk Quba وَلِهَذَا تَأَخَّرَ الْخَبَر عَنْ أَهْل قُبَاء

& baru sampai kpd mrka pd salat Subuhny.  إِلَى صَلَاة الْفَجْر

******
sperti yg disbtkn di dlm riwayat Imam Hakim mlalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dr Umair ibnu Ziad Al-Kindi, dr Ali ibnu Abu Talib shubungan dg tafsir firmanNy: 

كَمَا رَوَاهُ الْحَاكِم مِنْ حَدِيث مُحَمَّد بْن إِسْحَاق عَنْ عُمَيْر بْن زِيَاد الْكِنْدِيّ عَنْ عَلِيّ بْن أَبِي طَالِب رَضِيَ اللَّه عَنْهُ 

Palingkanlh mukamu ke arah Masjidil Haram. 
فَوَلِّ وَجْهك شَطْر الْمَسْجِد الْحَرَام

Yg dimaksud dg syatrahu ialah ke arahnya (tdk harus tpat ke Ka'bah).  قَالَ شَطْره قِبَله

Hal ini mrupakan pndapat Abul Aliyah, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, & lain2ny. Sperti yg tlh disbtkn dlm hadis trdahulu, yaitu:
وَهَذَا قَوْل أَبِي الْعَالِيَة وَمُجَاهِد وَعِكْرِمَة وَسَعِيد بْن جُبَيْر وَقَتَادَة وَالرَّبِيع بْن أَنَس وَغَيْرهمْ وَكَمَا تَقَدَّمَ فِي الْحَدِيث الْآخَر " مَا بَيْن الْمَشْرِق وَالْمَغْرِب قِبْلَة"

Di antara timur & barat trdpt arah kiblat. «مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ»

Al-Qurtubi mngatakn وَقَالَ الْقُرْطُبِيّ 
bhwa Ibnu Juraij mriwayatkn dr Ata, dr Ibnu Abbas Ra, bhwa Rasulullah prnah brsabda:
رَوَى اِبْن جُرَيْج عَنْ عَطَاء عَنْ اِبْن عَبَّاس أَنَّ رَسُول اللَّه قَالَ 

Baitullah adlh kiblat bagi ahli masjid,  الْبَيْت قِبْلَة لِأَهْلِ الْمَسْجِد
& masjid adlh kiblat bagi pnduduk kota suci,  وَالْمَسْجِد قِبْلَة لِأَهْلِ الْحَرَم
sedangkan kota suci وَالْحَرَم
mrupakn kiblat bagi pnduduk bumi   قِبْلَة لِأَهْلِ الْأَرْض

yg ada di timur & barat dr klangan umatku. فِي مَشَارِقهَا وَمَغَارِبهَا مِنْ أُمَّتِي

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengutip dari beberapa muhadits :

Imam Nasai mriwayatkn dr Abu Sa'id ibnul Ma'la yg menceritakn وَرَوَى النَّسَائِيّ عَنْ أَبِي سَعِيد بْن الْمُعَلَّى قَالَ

Abdur Razzaq وَقَالَ عَبْد الرَّزَّاق
Abu Na'im (yaitu Al-Fadl ibnu Dakin) mngatakn
وَقَالَ أَبُو نُعَيْم الْفَضْلُ بْن دُكَيْن 
telah menceritakan kepada kami Zuhair, dari Abi Ishaq, dari Al-Barra yg menceritakan hadis berikut:
حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْبَرَاءِ

Bahwa Nabi salat mnghadap ke arah Baitul Maqdis
أَنَّ النَّبِيَّ قبلَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ
slama 16/17  bulan
 سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا
pdhal bliau se/ndiri lbh suka bila kiblatny ke arah Baitullah (Ka'bah). 
وَكَانَ يُعْجِبُهُ قِبْلَتُهُ قِبَلَ الْبَيْتِ 
& (pd suatu hari) beliau melakukan salat Asar 
وَأَنَّهُ صَلّى صَلَاةَ الْعَصْرِ
& salat pula brsamany suatu kaum (mka turunlah ayat mmerintahkn agar mnghadap ke Ka'bah)  وَصَلَّى مَعَهُ قَوْمٌ

lalu keluarlah sorg lelaki dr jamaah yg ikut salat bersamanya.
فَخَرَجَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ يُصَلِّي مَعَهُ

Kemudian lelaki itu melewati ahli masjid yang sedang rukuk dalam salatnya,
فَمَرَّ عَلَى أَهْلِ الْمَسْجِدِ وَهُمْ رَاكِعُونَ

lalu llaki itu brkata, فَقَالَ
Aq brsaksi dg nama Allah أَشْهَدُ بِاللَّهِ 
sesungguhnya aku telah solat bersama Rasulullah  Dg menghadap ke arah Mekah. 
 لَقَدْ صَلّيت مَعَ رَسُولِ اللَّهِ قبل مكَّة

Maka mrka brputar mnghadap ke arah Baitullah dlm keadaan rukuk.
فَدَارُوا كَمَا هُمْ قَبْل الْبَيْت 

* Waktu shalat pertama pindah kiblat.
Shalat pertama kali yg dilakukan o/ Nabi dg mnghadap Ka’bah adlh shalat Zhuhur di Bani Salamah 

أَنَّ أَوَّل صَلَاة صَلَّاهَا رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْكَعْبَة صَلَاة الظُّهْر وَأَنَّهَا الصَّلَاة الْوُسْطَى

sdangkn shalat ‘Ashar di masjid Nabawi. Penduduk Quba’ merubah kiblat mereka ke arah Ka’bah ketika sedang menunaikan shalat Shubuh, setelah kabar tentang perubahan kiblat sampai kepada mereka

Ttapi mnurut pndapat yg
masyhur وَالْمَشْهُور
salat yg mula2 dilakukan o/ Rasulullah dg mnghadap ke arah Ka'bah adlh salat Asar.
 أَنَّ أَوَّل صَلَاة صَلَّاهَا إِلَى الْكَعْبَة صَلَاة الْعَصْر

Krna itu, mka brita pmindahan ini trlambat smpai kpd penduduk Quba وَلِهَذَا تَأَخَّرَ الْخَبَر عَنْ أَهْل قُبَاء

& baru sampai kpd mrka pd salat Subuhny.  إِلَى صَلَاة الْفَجْر

******
Firman Allah Ta'ala:
& di mana saja klian brada,
وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ
plingkanlh mukamu ke arahny.
{ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ}
(Al-Baqarah: 144)

Allah Ta'ala mmrintahkan mlnghadap ke arah Ka'bah
أَمَرَ تَعَالَى بِاسْتِقْبَالِ الْكَعْبَة
dr sgenap pnjuru dunia, 
مِنْ جَمِيع جِهَات الْأَرْض

baik dr timur, barat, utara, maupun slatan; smua diprintahkn agar mnghadap ke arahny.
Dlm hal ini tiada yg dikcualikn slain dr org yg mngerjakn salat sunat di atas kndaraanny dlm prjalanan
شَرْقًا وَغَرْبًا وَشَمَالًا وَجَنُوبًا وَلَا يُسْتَثْنَى مِنْ هَذَا شَيْء سِوَى النَّافِلَة فِي حَال السَّفَر 

ia diprblhkan mngerjakan salat sunat mnghadap ke arah mana pun kndaraanny mnghadap, ttapi hatiny harus ttap trtuju ke arah Ka'bah. 
فَإِنَّهُ يُصَلِّيهَا حَيْثُمَا تَوَجَّهَ قَالِبه وَقَلْبه نَحْو الْكَعْبَة 
Dmikian pula di saat prang sdang brkecamuk, org2 yg trlibat di dlnny diprblhkn salat dlm keadaan apa pun.

& org yg tdk mengetahui arah kiblat blh salat mnghadap ke arah yg mnurut ijtihadny adlh arah kiblat, sekalipun pd hakikatnya keliru
وَكَذَا فِي حَال الْمُسَايَفَة فِي الْقَتْل يُصَلِّي عَلَى كُلّ حَال وَكَذَا مَنْ جَهِلَ جِهَة الْقِبْلَة يُصَلِّي بِاجْتِهَادِهِ وَإِنْ كَانَ مُخْطِئًا فِي نَفْس الْأَمْر 
krena ssungguhny Allah Ta'ala tdk sekali2 mmberatkn ssorg mlainkn ssuai dg kmampuanny.
لِأَنَّ اللَّه تَعَالَى لَا يُكَلِّف نَفْسًا إِلَّا وُسْعهَا 

Mazhab Maliki menyimpulkan dalil ayat ini, bhwa org yg salat harus mmandang ke arah dpanny, bukan ke arah tmpat sujudny.
مَسْأَلَةٌوَقَدْ اسْتَدَلَّ الْمَالِكِيَّةُ بِهَذِهِ الْآيَة عَلَى أَنَّ الْمُصَلِّي يَنْظُر أَمَامه لَا إِلَى مَوْضِع سُجُوده

Sperti jg yg dikatakan o/ Imam Syafii, Imam Ahmad, ,& Imam Abu Hanifah.
 كَمَا ذَهَبَ إِلَيْهِ الشَّافِعِيّ وَأَحْمَد وَأَبُو حَنِيفَة

Mazhab Maliki mngatakn shubungan dg firmanNy
 قَالَ الْمَالِكِيَّة بِقَوْلِهِ 
Plingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. 
 فَوَلِّ وَجْهك شَطْر الْمَسْجِد الْحَرَام 

Sandainy ssorg mnghadapkn pandanganny ke tmpat sujudny,
فَلَوْ نَظَرَ إِلَى مَوْضِع سُجُوده
niscaya hal ini mmerlukan sdikit mnunduk, pdhal hal ini brtentangan dg ksempurnaan brdiri.
لَاحْتَاجَ أَنْ يَتَكَلَّف ذَلِكَ بِنَوْعٍ مِنْ الِانْحِنَاء وَهُوَ يُنَافِي كَمَال الْقِيَام

Sbagian ulama mngatakan bhwa sorg yg brdiri dlm salatnya memandang ke arah dadanya.
 وَقَالَ بَعْضهمْ : يَنْظُر الْمُصَلِّي فِي قِيَامه إِلَى صَدْره

Syuraik Al-Qadi mngatakn
وَقَالَ شَرِيك الْقَاضِي 

bhwa org yg brdiri dlm salatny mmandang ke arah tmpat sujudny.
 يَنْظُر فِي حَال قِيَامه إِلَى مَوْضِع سُجُوده

Hal yg sma dikatakan o/ jumhur jamaah, كَمَا قَالَ جُمْهُور الْجَمَاعَة

krena hal ini lbh mnampilkn rasa tunduk لِأَنَّهُ أَبْلَغ فِي الْخُضُوع
& lebih kuat kpd kekhusyukan
وَآكَد فِي الْخُشُوع
& mmang ada kterangan hadis yg mnganjurkanny. وَقَدْ وَرَدَ بِهِ الْحَدِيث
Dlm keadaan rukuk pandangan mata diarahkan ke tempat kedua telapak kaki,
وَأَمَّا فِي حَال رُكُوعه فَإِلَى مَوْضِع قَدَمَيْهِ
& dlm keadaan sujud pandangan mata ditujukan ke arah hidung, sedangkan dalam keadaan duduk pandangan mata diarahkan ke pangkuan.
 وَفِي حَال سُجُوده إِلَى مَوْضِع أَنْفه وَفِي حَال قُعُوده إِلَى حِجْره .

**************

Firman Allah Ta'ala:
& ssungguhny org (Yahudi & Nasrani) yg diberi Al-Kitab (Taurat & Injil) وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ

mmang mngetahui bhwa brpaling ke Masjidil Haram itu adlh bnar dr Robbny. لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ
(Al-Baqarah: 144)

Yakni org2 Yahudi yg mmprotes kalian menghadap ke arah Ka'bah & berpalingny kalian dr arah Baitul Maqdis mngetahui bhwa Allah Ta'ala pasti akan mengarahkan kamu ke Ka'bah, 
أَيْ وَالْيَهُود الَّذِينَ أَنْكَرُوا اِسْتِقْبَالكُمْ الْكَعْبَة

melalui apa yang termaktub di dalam kitab-kitab mereka dari para nabi mereka tentang sifat dan ciri khas Nabi Muhammad serta umatnya. Disebutkan pula di dalamnya kekhususan yang diberikan oleh Allah kepadanya serta penghormatan yang diberikan-Nya, yaitu berupa syariat yang sempurna lagi besar.

 وَانْصِرَافكُمْ عَنْ بَيْت الْمَقْدِس يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّه تَعَالَى سَيُوَجِّهُك إِلَيْهَا بِمَا فِي كُتُبهمْ عَنْ أَنْبِيَائِهِمْ مِنْ النَّعْت وَالصِّفَة لِرَسُولِ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمَّته وَمَا خَصَّهُ اللَّه تَعَالَى بِهِ وَشَرَّفَهُ مِنْ الشَّرِيعَة الْكَامِلَة الْعَظِيمَة


Akan ttapi Ahli Kitab وَلَكِنَّ أَهْل الْكِتَاب 
mnyembunyikn hal ini di antara ssama mrka krena dengki, kufur, & ingkar.
 يَتَكَاتَمُونَ ذَلِكَ بَيْنهمْ حَسَدًا وَكُفْرًا وَعِنَادًا

Krena itulah Allah mngancam mreka mlalui firmanNy 
وَلِهَذَا تَهَدَّدَهُمْ تَعَالَى بِقَوْلِهِ 

& Allah sekali2 tdk lengah dr apa yg mreka krjakan.
{وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ}
(Al-Baqarah: 144)


& di mna sj klian brada,وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ
plingkanlh mukamu ke arahny. فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
(QS 2:144)

Yg Mndapat Udzur (Kringanan) Tdk Mnghadap Kiblat

Dlm Matan Al Ghoyat wat Taqrib (kitab Fiqih Syafi’iyyah), Abu Syuja’rahimahullah mngatakn,
Ada 2 keadaan ssorg blh tdk mnghadap kiblat :

[1] Ketika keadaan sangat takut dan 

[2] Ketika shalat sunnah di atas kendaraan ketika safar.

firman Allah Ta’ala,

Jika kamu dlm keadaan takut (bahaya), فَإِنْ خِفْتُمْ
mka shalatlh smbil brjln / brkendaraan. فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا
(QS. Al Baqarah [2] : 239).

Yaitu jika seseorang tidak mampu shalat dengan sempurna karena takut dan semacamnya, maka shalatlah dengan cara yang mudah bagi kalian, bisa dengan berjalan atau dengan menaiki kendaraan.

Ibnu Umar mengatakan,

فَإِنْ كَانَ خَوْفٌ هُوَ أَشَدَّ مِنْ ذَلِكَ صَلَّوْا رِجَالاً ، قِيَامًا عَلَى أَقْدَامِهِمْ ، أَوْ رُكْبَانًا مُسْتَقْبِلِى الْقِبْلَةِ أَوْ غَيْرَ مُسْتَقْبِلِيهَا

Apabila rasa takut lebih dari ini, maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan dengan menghadap kiblat atau pun tidak.”

Malik berkata (bahwa) Nafi’ berkata,

لاَ أُرَى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ ذَكَرَ ذَلِكَ إِلاَّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم

Aku tidaklah menilai Abdullah bin Umar (yaitu Ibnu Umar, pen) mengatakan seperti ini kecuali dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 4535)

Ibnu Umar berkata,

وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُسَبِّحُ عَلَى الرَّاحِلَةِ قِبَلَ أَىِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ ، وَيُوتِرُ عَلَيْهَا ، غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يُصَلِّى عَلَيْهَا الْمَكْتُوبَةَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan dengan menghadap arah yang dituju kendaraan dan juga beliau melaksanakan witir di atasnya. Dan beliau tidak pernah mengerjakan shalat wajib di atas kendaraan.

(HR. Bukhari no. 1098 dan Muslim no. 1652) (Lihat At Tadzhib fi Adillati Matnil Ghoyat wa At Taqrib – Matni Abi Syuja’, hal. 53 dan Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitab Al ‘Aziz, hal. 82-83, Dar Ibnu Rojab)

Cara Menghadap Kiblat Ketika Melihat Ka’bah Secara Langsung

Para ulama sepakat bahwa siapa saja yang mampu melihat ka’bah secara langsung, wajib baginya menghadap persis ke Ka’bah dan tidak boleh dia berijtihad untuk menghadap kea rah lain.

Ibnu Qudamah Al Maqdisiy dalam Al Mughni mengatakan, “Jika seseorang langsung melihat ka’bah, wajib baginya menghadap langsung ke ka’bah. Kami tidak mengetahui adanya perselisihan mengenai hal ini. Ibnu ‘Aqil mengatakan, ‘Jika melenceng sebagian dari yang namanya Ka’bah, shalatnya tidak sah’.” (Lihat Al Mughni, 2/272)

Lalu Bagaimanakah Jika Kita Tidak Melihat Ka’bah Secara Langsung?

Jika melihat ka’bah secara langsung, para ulama sepakat untuk menghadap persis ke ka’bah dan tidak boleh melenceng. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak melihat ka’bah seperti kaum muslimin yang berada di India, Malaysia, dan di negeri kita sendiri (Indonesia)?

Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah dikatakan bahwa para ulama berselisih pendapat bagi orang yang tidak melihat ka’bah secara langsung karena tempat yang jauh dari Ka’bah. Yang mereka perselisihkan adalah apakah orang yang tidak melihat ka’bah secara langsung wajib baginya menghadap langsung ke ka’bah ataukah menghadap ke arahnya saja. (Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 2/11816)

Pendapat ulama Hanafiyah, pendapat yang terkuat pada madzhab Malikiyah dan Hanabilah, juga hal ini adalah pendapat Imam Asy Syafi’i (sebagaimana dinukil dari Al Muzanniy), mereka mengatakan bahwa bagi orang yang berada jauh dari Makkah, cukup baginya menghadap ke arah ka’bah (tidak mesti persis), jadi cukup menurut persangkaan kuatnya di situ arah kiblat, maka dia menghadap ke arah tersebut (dan tidak mesti persis).

Dalil dari pendapat pertama ini adalah

وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

“Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah: 144). Menurut pendapat pertama ini, 

mereka menafsirkan “syatro” dalam ayat tersebut dengan arah yaitu arah ka’bah. Jadi bukan yang dimaksud persis menghadap ke ka’bah namun cukup menghadap arahnya.

Para ulama tersebut juga berdalil dengan hadits,

مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ

“Arah antara timur dan barat adalah qiblat.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi mengatakan hadits ini shohih. Dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholi dan Misykatul Mashobih bahwa hadits ini shohih). Jadi maksudnya, bagi siapa saja yang tidak melihat ka’bah secara langsung maka dia cukup menghadap ke arahnya saja dan kalau di Indonesia berarti antara utara dan selatan adalah kiblat. Jadi cukup dia menghadap ke arahnya saja (yaitu cukup ke barat) dan tidak mengapa melenceng  atau tidak persis ke arah ka’bah.

Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa yang diwajibkan adalah menghadap ke arah ka’bah persis dan tidak cukup menghadap ke arahnya saja. Jadi kalau arah ka’bah misalnya adalah di arah barat dan bergeser 10 derajat ke utara, maka kita harus menghadap ke arah tersebut. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syafi’iyah, Ibnul Qashshor dari Malikiyah, salah satu pendapat Imam Ahmad, dan pendapat Abul Khottob dari Hanabilah.

Menurut pendapat kedua ini, mereka mengatakan bahwa yang dimaksud ayat:

وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

“Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke ka’bah.” (QS. Al Baqarah: 144), yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah ka’bah. Jadi seseorang harus menghadap ke ka’bah persis. Dan tafsiran mereka ini dikuatkan dengan hadits muttafaqun ‘alaih bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat dua raka’at di depan ka’bah, lalu beliau bersabda,

هَذِهِ الْقِبْلَةُ

“Inilah arah kiblat.” (HR. Bukhari no. 398 dan Muslim no. 1330). Karena dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa inilah kiblat. Dan ini menunjukkan pembatasan, sehingga tidak boleh menghadap ke arah lainnya. Maka dari itu, menurut pendapat kedua ini mereka katakan bahwa yang dimaksud dengan surat Al Baqarah di atas adalah perintah menghadap persis ke arah ka’bah. Bahkan menurut ulama-ulama tersebut, yang namanya perintah menghadap ke arah kiblat berarti adalah menghadap ke arah kiblat persis dan ini sesuai dengan kaedah bahasa Arab. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 2/1119 dan Nailul Author, 3/253)

Jadi, intinya jika seseorang tidak melihat ka’bah secara langsung, di sini ada perselisihan pendapat di antara ulama. Padahal jika kita lihat dalil masing-masing kubu adalah sama. Namun, pemahamannya saja yang berbeda karena berargumen dengan hadits yang mereka pegang.

Pendapat yang Lebih Kuat

Dari dua pendapat di atas, kami lebih cenderung pada pendapat pertama yaitu pendapat jumhur (mayoritas ulama) yang mengatakan bahwa bagi yang tidak melihat ka’bah secara langsung, maka cukup bagi mereka untuk menghadap arahnya saja. Jadi kalau di negeri kita, cukup menghadap arah di antara utara dan selatan. Jadi . Sedangkan pendapat kedua yang dipilih oleh Syafi’iyah, sebenarnya hadits yang mereka gunakan adalah hadits yang bisa dikompromikan dengan hadits yang digunakan oleh kelompok pertama. Yaitu maksudnya,  hadits yang digunakan pendapat kedua adalah untuk orang yang melihat ka’bah secara langsung sehingga dia harus menghadap persis ke ka’bah.

Sehingga dapat kita katakan:

Jika kita melihat ka’bah secara langsung, maka kita punya kewajiban untuk menghadap ke arah ka’bah persis, tanpa boleh melenceng.

Namun jika kita berada jauh dari Ka’bah, maka kita cukup menghadap ke arahnya saja, yaitu di negeri kita adalah arah antara utara dan selatan.

Sekarang masalahnya, apakah boleh kita –yang berada di Indonesia- menghadap ke barat lalu bergeser sedikit ke arah utara? Jawabannya, selama itu tidak menyusahkan diri, maka itu tidak mengapa. Karena arah tadi juga arah kiblat. Bahkan kami katakan agar terlepas dari perselisihan ulama, cara tersebut mungkin lebih baik selama kita mampu melakukannya dan tidak menyusah-nyusahkan diri.

Namun jika merasa kesulitan mengubah posisi kiblat, karena masjid agak terlalu jauh untuk dimiringkan dan sangat sulit bahkan kondisi masjid malah menjadi sempit, maka selama itu masih antara arah utara dan selatan, maka posisi kiblat tersebut dianggap sah. Akan tetapi, jika mungkin kita mampu mengubah arah kiblat seperti pada masjid yang baru dibangun atau untuk tempat shalat kita di rumah, selama itu tidak ada kesulitan, maka lebih utama kita merubahnya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang membebani dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan. Hendaklah kalian melakukan amal dengan sempurna (tanpa berlebihan dan menganggap remeh). Jika tidak mampu berbuat yang sempurna (ideal) maka lakukanlah yang mendekatinya. Perhatikanlah ada pahala di balik amal yang selalu kontinu. Lakukanlah ibadah (secara kontinu) di waktu pagi dan waktu setelah matahari tergelincir serta beberapa waktu di akhir malam.” (HR. Bukhari no. 39. Lihat penjelasan hadits ini di Fathul Bari)

Jika ada yang mengatakan, “Kami tetap ngotot, untuk meluruskan arah kiblat walaupun dengan penuh kesulitan.” Maka cukup kami kemukakan perkataan Ash Shon’aniy,

“Ada yang mengatakan bahwa kami akan pas-pasin arah kiblat persis ke ka’bah. Maka kami katakan bahwa hal ini terlalu menyusahkan diri dan seperti ini tidak ada dalil yang menuntunkannya bahkan hal ini tidak pernah dilakukan oleh para sahabat padahal mereka adalah sebaik-baik generasi umat ini. Jadi yang benar, kita cukup menghadap arahnya saja, walau kita berada di daerah Mekkah dan sekitarnya (yaitu selama kita tidak melihat Ka’bah secara langsung).” (Subulus Salam, 1/463)

Jadi intinya, jika memang penuh kesulitan untuk mengepas-ngepasin arah kiblat agar persis ke Ka’bah maka janganlah menyusahkan diri. Namun, jika memang memiliki kemudahan, ya monggo silakan. Tetapi ingatlah bertakwalah kepada Allah semampu kalian.

Demikian penjelasan singkat mengenai arah kiblat. Semoga kajian yang singkat ini bermanfaat bagi kaum muslimin sekalian dan semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat agar dapat menerangi jalan hidup kita. Wallahu a’lam bish showab.

وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud: 88)

Kisah kiblat

Pada bulan Rajab tahun kedua hijrah Nabi terjadi pertempuran dg
kelompok dagang kaum Quraisy yg dipimpin Abdullah bin Jahsy 

& dipertengahan bulan rojab Jg terjadi perubahan arah kiblat kaum Muslimin dr masjid al-Aqsha ke arah Ka’bah. Menghadap Baitul Maqdis.

Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan bahwa nabi selama hijrah 
shalat menghadap Baitul Maqdis slama 16 bulan.

Perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat menghadap Baitul Maqdis setelah hijrah ke Madinah mendapatkan sambutan hangat dari kaum Yahudi, karena mereka juga beribadah menghadap ke Baitul Maqdis. Mereka mengira bahwa agama yang dibawa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikuti kiblat dan cara beribadah mereka. Berangkat dari anggapan ini, mereka sangat berambisi untuk mengajak Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bergabung bersama mereka.

Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berharap agar kiblat kaum Muslimin dirubah ke arah Ka’bah, kiblat Nabi Ibrahim dan Ismail, rumah pertama yang dibangun untuk mentauhidkan Allah Azza wa Jalla .

Berkali-kali beliau menengadahkan wajah ke langit, mengharap agar Allah Azza wa Jalla menurunkan wahyu perihal kiblat. Harapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla dengan firman-Nya 

 قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ


Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. [al-Baqarah/2:144] 

Shalat pertama kali yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menghadap Ka’bah adalah shalat Zhuhur di Bani Salamah 

sedangkan shalat ‘Ashar di masjid Nabawi. Penduduk Quba’ merubah kiblat mereka ke arah Ka’bah ketika sedang menunaikan shalat Shubuh, setelah kabar tentang perubahan kiblat sampai kepada mereka.[4] Perubahan Kiblat, Kesenangan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Dan Kemurkaan Yahudi Perubahan kiblat ini memberikan suasana gembira di hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allah Azza wa Jalla telah mengabulkan harapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebaliknya, bagi kaum Yahudi, perubahan ini merupakan pukulan telak. Karena dugaan mereka selama ini, ternyata salah total dan terbantahkan. Oleh karena itu, mereka sangat geram dan melontarkan isu-isu baru yang bersumber pada praduga hampa. Allah Azza wa Jalla pun turun tangan dengan menurunkan ayat-ayat-Nya guna menghancurkan dugaan-dugaan kaum Yahudi ini. Ketika kaum Yahudi menebarkan isu bahwa kebaikan hanya bisa diraih dengan cara shalat menghadap Baitul Maqdis, Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya, 

 لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ 

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. [al-Baqarah/2:177] Ketika mereka mempertanyakan sebab perubahan ini, Allah Azza wa Jalla mengajarkan jawaban dari pertanyaan ini kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman

 : وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ 

Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi beberapa orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. [al-Baqarah/2:143]


Perubahan Kiblat Sebagai Ujian Bagi Kaum Muslimin Melalui al-Qur’ân, Allah Azza wa Jalla menjelaskan bahwa tujuan lain dari perubahan kiblat ini adalah untuk menguji kekuatan aqidah kaum Muslimin dan kesigapan mereka melaksanakan perintah-perintah Allah Azza wa Jalla sebagaimana disebut pada ayat di atas [al-Baqarah/2:143] Dan ternyata kesiagapan para shahabat merupakan bukti keimanan yang luar biasa. Sebagaimana tergambar dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh imam Bukhari dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu yang mengatakan : بَيْنَا النَّاسُ يُصَلُّونَ الصُّبْحَ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ إِذْ جَاءَ جَاءٍ فَقَالَ أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرْآنًا أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا فَتَوَجَّهُوا إِلَى الْكَعْبَةِ

Ketika jama’ah kaum Muslimin sedang menunaikan shalat Shubuh di Quba’, tiba-tiba ada seorang shahabat mendatangi mereka, lalu mengatakan : “Allah Azza wa Jalla telah menurunkan sebuah ayat kepada Nabi-Nya agar menghadap Ka’bah, maka hendaklah kalian menghadap Ka’bah !” Lantas mereka semua berpaling menghadap ke arah Ka’bah. Ayat di atas juga sebagai jawaban dari pertanyaan yang timbul akibat perubahan kiblat ini, yaitu bagaimana dengan shalat para shahabat yang meninggal dunia sebelum perubahan kiblat ini, apakah shalat mereka dengan menghadap Baitul Maqdis diterima oleh Allah Azza wa Jalla ataukah tidak ? Jawabannya, Allah Azza wa Jalla tidak akan menyia-nyiakan shalat mereka. Karena mereka melakukan shalat dengan menghadap Baitul Maqdis itu dalam rangka mentaati Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, sebagaimana para shahabat yang masih hidup menunaikan shalat menghadap Ka’bah juga dalam rangka mentaati Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya. Semoga Allah Azza wa Jalla memberikan kemudahan kepada kita semua untuk mendirikan shalat dengan benar dan teratur sehingga iman kita semakin kuat. Dan semoga Allah Azza wa Jalla mempersatukan seluruh kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia, karena kiblat mereka sesungguhnya hanya satu.


Wallahu'allam

Shalat ke 5. Tidak bolehnya taqlik terhadap salahsatu madzab tertentu. ( Diantaranya dalam fikih shalat).

Tidak bolehnya taqlik terhadap salahsatu madzab tertentu. ( Diantaranya dalam fikih shalat).

Imam Mazhab Mengimbau Umat Untuk Meninggalkan Pendapat yang Menyelisihi Sunnah

Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi  lbh dikenal dg nama Abu Hanifah (dik oienal  mazhab Hanafi)
(lahir di Kufah, Irak pd 80 H / 699 M — meninggal di Baghdad, Irak, 148 H / 767 M) 

Beliau seorang Tabi'in karena berjumpa dg Anas bin Malik.

* Pertama
Beliau berkata, إِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ
Jika suatu hadits itu 
shahih, 
itulah mazhabku. فَهُوَ مَذْهَبِيْ
(Hasyiyah Ibnu Abidin, 1/63; Rasmul Mufti, 1/4; Majmu’ah Rasail Ibnu Abidin, 1/4)

Imam Abu Hanifah Berkata,

Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami
لَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَأْخُذَ بِقَوْلِنَا
bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya.
مَا لَمْ يُعْلَمْ مِنْ أَيْنَ أَخَذْنَاهُ

Dalam riwayat lain disebutkan,

Haram bagi org yg belum mengetahui argumetasi (dalil) saya berfatwa dg pendapat saya.
حَرَامٌ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْرِفْ دَلِيْلِي أَنْ يُفْتِيَ بِكَلَامِيْ
(Al-Intiqa fi Fdhail ats-Tsalatsah al-Aimmah al-Fuqaha, Ibnu Abdil Barr, 145; I’lamul Muwaqqi’in, Ibnul Qayyim, 2/309; Hasyiyah al-Bahri ar-Raiq, Ibnu Abidin, 4/293; Rasmul Mufti, 29,32)

Imam Abu Hanifah berkata,

Kalau saya mengemukakan suatu pndapat yg brtentangan dg
al -Quran
إِذَا قُلْتُ قَوْلاً يُخَالِفُ كِتَابَ اللهِ تَعَالَى

& hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu.

وَخَبَرُ الرَّسُوْلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ فَاتْرُكُوْا قَوْلِي
(Al-Iqazh, Shalih Al-Fulani, 50)

 
**Kedua**
Imam Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani), lahir di (Madinah pd tahun 714M / 93H & mninggal pd tahun 800M / 179H). Ia adalah pakar ilmu fikih dan hadis, serta pendiri Mazhab Maliki.

Imam Malik bin Anas berkata,
Sy hanyalh sorg mnusia إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ 
terkadang salah,. أُخْطِئُ 
terkadang benar.  وَأُصِيْبُ
Oleh karena itu, telitilah pendapatku فَاْنظُرُوا فِي رَأْيِي
Bila sesuai dg al-Quran & as-Sunnah فَكُلُّ مَا وَافَقَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ
ambillah  فَخُذُوْهُ
& bila tdk sesuai dg al-Quran & as-Sunnah,وَكُلُّ مَا لَمْ يُوَافِقِ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ
tinggalkanlah.  فَاتْرُكُوْهُ

(Ushul Ahkam, Ibnu Abdil Barr, 6/419; Al-Iqazh, Shalih Al-Fulani, 72)

Imam Malik bin Anas berkata,
Tak seorangpun setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam 
لَيْسَ أَحَدٌ -بَعْدَ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

kec dpt diambil & ditinggalkan prkataanny ,إِلَّا وَيَؤْخُذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيَتْرُكُ
kec hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. إِلَّا النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
(Irsyadus Salik, Ibnu Abdil Hadi, 1/227; Al-Jami’, Ibnu Abdil Barr, 2/91; Ushulul Ahkam, Ibnu Hazm, 6/145)

Ibnu Wahab berkata, “Aku pernah mendengar Malik menjawab pertanyaan orang tentang menyela-nyela jari kaki dalam wudhu. Beliau menjawab, ‘Itu bukan urusan manusia.’ Ibnu Wahab berkata, Lalu aku tinggalkan beliau sampai orang-orang yang mengelilinginya tinggal sedikit. Kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kita mempunyai hadits tentang hal tersebut.’ Imam Malik bertanya, ‘Bagaimana hadits tersebut?’ Aku menjawab, ‘Laits bin Sa’ad, Ibnu Luhai’ah, Amr bin Harits, meriwayatkan kepada kami dan Yazid bin Amr al-Mu’airifi, dari Abi Abdirrahman al-Habali, dari Mustaurid bin Syadad al-Qurasyiyi, ujarnya, ‘Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggosokkan jari manisnya pada celah-celah jari kaki beliau.’ Malik menyahut, ‘Hadits ini hasan, saya tidak mendengar ini sama sekali, kecuali kali ini.’

Kemudian di lain waktu aku mendengar ia ditanya orang tentang hal yang sama, lalu beliau menyuruh orang itu menyela-nyela jari kakinya.” (Al-Jarh wa at-Ta’dil, Ibnu Abi Hatim, 31-32)

 
*** Ketiga
Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i al-Muththalibi al Qurasyi 
(Lahir Ashkelon, Gaza, Palestina, 150 H/767 M. Wafat diFusthat Mesir, 204 H/819 M)

Imam Syafi'i jg trgolong krabat Rasulullah dr Bani Muththalib, yaitu keturunan dr al-Muththalib, saudara dr Hasyim, yg mrupakn kakek Nabi Muhammad.

Imam asy-Syafi’i berkata,
Setiap org harus bermazhab & mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَا مِنْ أحَدٍ إِلَّا وَتَذْهَبُ عَلَيْهِ سُنَّةً لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

Apapun pendapat yg aku katakan 
وَتَعْزُبُ عَنْهُ فَمَهْمَا قُلْتُ مِنْ قَوْلٍ
/ sesuatu yg aku katakan
itu  أَوْ أَصَّلْتُ مِنْ أَصْلٍ
berasal dr Rasulullah 
فِيْهِ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
tapi ternyata berlawanan dg pendapatku, خِلَافُ مَا قُلْتُ

apa yg disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
 فَالْقَوْلُ مَا قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
itulah yg mnjadi pndapatku.
وَهُوَ قَوْلِي

(HR. Hakim dg sanad yg brsambung kpd imam asy-Syafi’i, Tarikh Damsyiq, Ibnu Asakir, 15/1/3; I’lamul Muwaqqi’in, 2/363; Al-Iqadz, 100)


Imam Asy Syafi’i berkata,
Jika terdapat hadits yg shahih,
إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ
maka lemparlah pendapatku ke dinding. فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ

Jika engkau melihat hujjah 
وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ
diletakkan di atas jalan,
مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ
maka itulah pendapatku. فَهِيَ قَوْلِي

( Majmu’ Al Fatawa, 20: 211)

Ar Rabie’ (murid Imam Syafi’i) bercerita, Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Syafi’i tentang sebuah hadits, kemudian (setelah dijawab) orang itu bertanya, Lalu bagaimana pendapatmu?
maka gemetar dan beranglah Imam Syafi’i.Beliau berkata kepadanya,

Langit mana yang akan menaungiku أَيُّ سَمَاءٍ تُظِلُّنِي
dan bumi mana yang akan
kupijak وَأَيُّ أَرْضٍ تُقِلُّنِي

kalau sampai kuriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam إِذَا رَوَيْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ 
kemudian aku berpendapat
lain…!?  وَقُلْتُ بِغَيْرِهِ

( Hilyatul Auliya’, 9: 107.)

~ Seluruh kaum muslimin sepakat bhwa org yg secara jelas tlh mengetahui suatu hadits dr Rasulullah
أَجْمَعَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى أَنَّ مَنْ اِسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةً عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

tdk halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang.
لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ

(Ibnul Qayyim, 2/361; Shalih al-Fulani, 68)

Bila kalian menemukan dlm kitabku إِذَا وَجَدْتُمْ فِيْ كِتَابِي
sesuatu yg berlainan dg hadits Rasulullah خَلَافُ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
peganglah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu
فَقُوْلُوا بِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
& tinggalkanlah pendapatku.
وَدَعُوا مَا قُلْتُ

(Dzammul Kalam, Al-Haqi, 3/47/1; Al-Ihtijaj bi asy-Syafi’i, Al-Khatib, 8/2; Al-Majmu’, Imam an-Nawawi, 1/6)

Bila suatu hadits shahih,
maka itulah mazhabku.
إِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ؛ فَهُوَ مَذْهَبِي

(Al-Majmu’, Imam an-Nawawi, 1/63; Asy-Sya’rani, 1/57; Al-Fulani, 100)


Kalian lebih tahu tentang hadits 
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِالْحَدِيْثِ
& para perawinya daripada aku.
وَالرِّجَالِ مِنِّي
Apabila suatu hadits itu shahih,
فَإِذَا كَانَ الْحَدِيْثُ الصَّحِيْحُ
beritahukanlah kpdku فَأَعْلِمُوْنِي بِهِ
biar di manapun orgny أَيْ شَيْءٌ يَكُوْنُ

apakah di Kuffah, Bashrah, Syam,
كُوْفِيّاً، أَوْ بَصْرِياً، أَوْ شَامِياً 
sampai aku pergi menemuinya.
حَتَّى أَذْهَبُ إِلَيْهِ إِذَا كَانَ صَحِيْحاً

(Ucapan Imam asy-Syafi’i kpd Imam Ahmad bin Hanbal. Adabu asy-Syafi’i, 94-95; Al-Hilyah, Abu Nu’aim, 9/106; Al-Ihtijaj, Al-khatib, 8/1; Manaqib Imam Ahmad, 499)


Bila setiap persoalan ada hadits shahihnya كُلُّ مَسْأَلَةٍ صَحَّ فِيْهَا
dari Rasulullah الْخَبَرُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ 
menurut kalangan ahli hadits
 عِنْدَ أَهْلِ النَّقْلِ 
tetapi pendapatku menyalahinya,
بِخِلَافِ مَا قُلْتُ
pasti aku akan mencabutnya,
فَأَنَا رَاجِعٌ عَنْهَا
baik selama aku hidup فِي حَيَاتِي
maupun stelah aku mati. وَبَعْدَ مَوْتِي

(Al-Hilyah, Abu Nu’aim, 9/107; Al-Harawi, 47/1; I’lamul Muwaqqi’in, Ibnul Qayyim, 2/363, Al-Iqadz, Shalih al-Fulani, 104)

Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yg ternyata menyalahi hadits Nabi yg shahih, 
إِذَا رَأَيْتُمُوْنِي أَقُوْلُ قَوْلاً، وَقَدْ صَحَّ عَنْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِلَافُهُ

ketahuilah bahwa itu berarti pendapatku tidak berguna.
فَاعْلَمُوا أَنَّ عَقْلِي قَدْ ذَهَبَ
(Adabu asy-Syafi’i, Ibnu Abi Hatim, 93; Al-Amali, Abul Qasim as-Samarqandi, 1/234; Al-Hilyah, Abu Nu’aim, 9/106)

Setiap perkataanku  كُلُّ مَا قُلْتُ
bila berlainan dg riwayat yg shahih dr Nabi
فَكَانَ عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَخِلَافُ قَوْلِي مِمَّا يَصِحُّ

hadits nabi lebih utama 
فَحَدِيْثُ النَّبِي أَوْلَى
& kalian jangan bertaklid kepadaku. فَلَا تُقَلِّدُوْنِي
(Ibnu Abi Hatim, 93; Abu Nu’aim dan Ibnu Asakir, 15/9/2)

كُلُّ حَدِيْثٍ عَنْ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ 

Setiap Hadits yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, 

berarti itu pendapatku, فَهُوَ قَوْلِي
sekalipun kalian tdk mendengarnya sendiri dariku.
وَإِنْ لَمْ تَسْمَعُوْهُ مِنِّي

(Ibnu Abi Hatim, 93-94)

 
****Keempat

Mazhab Hanbali
Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad bin Idris
Al Marwazi Al Baghdadi.
Lahir di Mary (saat ini (Turkmenistan
 20 Rabiul awal 164 H / 27 November 780 M & wafat diBagdad, Irak 12 Rabiul Awal 241 H (4 Agustus 855)

Imam Ahmad berkata

Janganlah engkau taklid kepadaku  لَا تُقَلِّدُنِي
atau kepada Malik, وَلَا تُقَلِّدْ مَالِكاً
asy-Syafi’i, Al-Auza’i وَلَا الشَافِعِي، وَلَا الْأَوْزَاعِي
dan ast-Tsauri, وَلَا الثَّوْرِي
ttapi ambillah dr sumber mreka mngambil.  وَخُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوا
(Al-Fulani, 113; I’lamul Muwaqqi’in, Ibnul Qayyim, 2/302)

Jgnlah kamu taklid kpd siapapun dr mereka dlm urusan agamamu.
لَا تُقَلِّدْ دِيْنَكَ أَحَداً مِنْ هَؤُلَاءِ

Apa yg datang dari Nabi & para sahabatnya, مَا جَاءَ عَنِ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ 
itulah hendaknya yang kamu ambil. فَخُذْ بِهِ

Adapun tntang tabi’in ثُمَّ التَّابِعِيْنَ بَعْدُ
stiap org blelh mmilihny (mnolak / mnerima).  الرَّجُلُ فِيْهِ مُخَيَّرٌ

Yg disebut Ittiba’ اَلْاِتِّبَاعُ
yaitu mengikuti apa yg datang dr Nabi 
أَنْ يَتْبَعَ الرَّجُلُ مَا جَاءَ عَنِ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
& para sahabatny وَعَنْ أَصْحَابِهِ
 
sedangkan yg datang dr Tabi’in blh dipilih. ثُمَّ هُوَ مَنْ بَعْدَ التَّابِعِيْنَ مُخَيَّرٌ

(Masa’il Imam Ahmad, 276-277)

Pendapat Al-Auza’i, رَأْيُ الأَوْزَاعِي
Malik, dan Abu Hanifah adalah ra’yu. 
Bagi saya, semua ra’yu sama saja, 
وَهُوَ عِنْدِي سَوَاءٌ
tetapi yg menjadi hujjah Din adalah yg ada pada atsar (hadits).
وَإِنَّمَا الْحُجَّةُ فِي الْآثَارِ
(Al-Jami’, Ibnu Abdil Barr, 2/149)

Barangsiapa menolak hadits Rasulullah
مَنْ رَدَّ حَدِيْثَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
maka ia sedang berada di tepi kehancuran. فَهُوَ عَلَى شَفَا هَلَكَةٍ

(Ibnul Jauzi, 182)


Selain pernyataan para imam mazhab yang empat di atas, ada banyak sekali imbauan dan nasehat dari para Ulama murid-murid mereka hingga era kontemporer untuk menjauhi taklid buta dan untuk tidak menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Namun para tolib & org awam agar mempelajari Madzhab sebagaimana 
Imam Asy-Syatibi berkata

Fatwa2 ulama mujtahidin bagi org awam itu ibarat dalil syar’i bagi para mujtahid. 

(Ibrahim bin Musa as-Syathibi 
Wafat 790 H, al-Muwafaqat, h. 5/ 336).

Kemudian bliau melanjutkan,

Dsarny adlh ada dan tdkny dalil bagi orang awam itu sebenarnya sama saja. Karena mereka belum bisa mengambil faedah dari dalil2 itu. Menganalisis dalil2 syar’i bukanlah tugas mereka. Bahkan tidak boleh sama sekali mereka melakukan itu.(Ibrahim bin Musa as-Syathibi w. 790 H, al-Muwafaqat, h. 5/ 337)

Namun sudah sepatutnya Tolib wajib berpatokan dengan dalil yg difahami oleh generasi terbaik itulah perkataan terbaik. Sebagaimana Allah Ta'alla Berfirman

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ

Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal (QS. Az Zumar: 18). 

Kita sepakati bersama bahwa Al Qur’an dan As Sunnah adalah sebaik-baik perkataan dibanding perkataan si fulan.

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al Hasyr: 7).

Wallahu'allam.