Jumat, 29 Juni 2018

TUJUH PESAN NABI ﷺ KEPADA HERAKLIUS

Tadabur Hadits
( Kajian Kitab Riyadhus Shalihin )

TUJUH PESAN NABI ﷺ KEPADA HERAKLIUS

Dari Abu Sufyan ( عن أبي سفيان )
Shahr bin Harb (صخر بن حرب رضي الله عنه )

di dlm haditsnya yg panjang ttg cerita pertanyaan Heraklius kpdnya ( في حديثه الطويل في قصة هرقل )
Berkata Heraklius ( قال هرقل )
Apa saja yg diperintahkan oleh Nabi kpd
kamu ? (فماذا يأمركم يعني النبي ﷺ )
Abu Sufyan berkata (قال أبو سفيان)
Nabi bersabda

◆    Sembahlah Allah Yg Maha Esa ( اعبدوا الله وحده )
◆◆ dan jgnlah kamu menyekutukan
      apapun dgn-Nya ( لا تشركوا به شيئا )
◆◆TINGGALKANLAH AJARAN-AJARAN NENEK 
      MOYANGMU ( واتركوا ما يقول آباؤكم )
◆◆ Beliau juga menyuruh kami untuk
      melaksanakan salat ( ويأمرنا بالصلاة )
◆◆ jujur ( والصدق )
◆◆ pemaaf ( والعفاف )
◆◆ dan menghubungkan sanak kerabat ( والصلة )

(HR. Bukhari dan Muslim dlm kitab Riyadhus Shalihin bab ke 4 jujur hadits ke 56 )

Http AbuAfka@blogspot.com

Rabu, 27 Juni 2018

Seputar Kesalahan di Bulan Ramadhan Kesalahan dalam ramadhan

Seputar Kesalahan di Bulan Ramadhan
Kesalahan dalam ramadhan

◇ Pertama. Tidak mengerjakan shalat ( kecuali di Bulan Ramadhan).

Perbuatan ini merupakan kesalahan yang paling fatal dan dosa besar.

Barangsiapa meninggalkan shalat setelah bulan Ramadhan, berarti telah menghancurkan bangunannya dan menguraikan benang yang sudah dipintal dengan kuat. Allah ta’ala berfirman:

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yg menguraikan benangnya ( ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﻛَﺎﻟَّﺘِﻲ ﻧَﻘَﻀَﺖْ ﻏَﺰْﻟَﻬَﺎ )
yg sudah dipintal dg kuat menjadi cerai
berai kembali. ( ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِ ﻗُﻮَّﺓٍ ﺃَﻧْﻜَﺎﺛًﺎ )
(Qs.An-Nahl: 92)

Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ﻭَﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙِ ﻭَﺍﻟْﻜُﻔْﺮِ ﺗَﺮْﻙُ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ .
(Batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim)

Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam juga bersabda:

ﺍﻟْﻌَﻬْﺪُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺑَﻴْﻨَﻨَﺎ ﻭَﺑَﻴْﻨَﻬُﻢُ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓُ، ﻓَﻤَﻦْ ﺗَﺮَﻛَﻬَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﻛَﻔَﺮَ .
Perjanjian antara kami (kaum muslimin) dan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya, ia telah kafir. (HR. at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)

Namun, sungguh mengherankan, ada yang berpuasa, tetapi tidak shalat. Padahal, orang yang tidak shalat tidak mendapat kewajiban berpuasa. Mengapa? Ini karena dia kafir, sebagaimana dalam hadits di atas, juga sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa syarat (diterimanya-ed) seluruh ibadah adalah Islam.

◇ Dua. Lalai dari tujuan utama puasa dan hikmah-hikmahnya.
Puasa memiliki maksud dan tujuan, di antaranya adalah apa yang disebutkan Allah ta’ala dalam firman-Nya:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁَﻣَﻨُﻮﺍ ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ ﻛَﻤَﺎ ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺘَّﻘُﻮﻥَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Qs. al-Baqarah: 183)
Tujuan puasa adalah ketakwaan, bukan hanya sekedar menahan diri dari makanan, minuman dan nafsu, karena Allah ta’ala tidak butuh puasa seperti ini, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam:
ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺪَﻉْ ﻗَﻮْﻝَ ﺍﻟﺰُّﻭْﺭِ ﻭَﺍﻟْﻌَﻤَﻞَ ﺑِﻪِ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﻟِﻠَّﻪِ ﺣَﺎﺟَﺔٌ ﻓِﻲ ﺃَﻥْ ﻳَﺪَﻉَ ﻃَﻌَﺎﻣَﻪُ ﻭَﺷَﺮَﺍﺑَﻪُ .
Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan keji dan dusta, serta melakukannya, Allah tidak butuh dengan puasanya. (HR. al-Bukhari)
Bahkan puasa yang benar dapat mencegah perbuatan maksiat, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam:
ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ ﺟُﻨَّﺔٌ ، ﻓَﻼَ ﻳَﺮْﻓُﺚْ ﻭَﻻَ ﻳَﺠْﻬَﻞْ .
Puasa bagaikan perisai, janganlah berkata keji dan kotor dengan berbuat jahil… (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Terkadang Anda melihat sebagian orang berpuasa, tetapi tidak meninggalkan perbuatan haram, seperti kedzaliman, permusuhan, hasad, dengki, ghibah dan namimah (menggunjing orang dan mengadu domba), serta perkataan jorok dan kotor.

Di antara tujuan puasa:

a. Meraih pahala yang besar dan memperoleh ganjaran yang banyak, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi, bahwa Allah berfirman:
ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ ﻟِﻲ، ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺃَﺟْﺰِﻯ ﺑِﻪِ .

Puasa itu untuk-Ku. Aku yang akan memberikannya pahala. (HR. Muttafaqun ‘alaih)
Ini menunjukkan besarnya pemberian, karena Allah yang Maha Mulia, apabila menyatakan “Aku yang memberikannya secara langsung”, menunjukkan besarnya pemberian.

b. Penghapus dosa. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam :
ﻣَﻦْ ﺻَﺎﻡَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺇِﻳْﻤَﺎﻧًﺎ ﻭَﺍﺣْﺘِﺴَﺎﺑًﺎ ﻏُﻔِﺮَ ﻟَﻪُ ﻣَﺎ ﺗَﻘَﺪَّﻡَ ﻣِﻦْ ﺫَﻧْﺒِﻪِ .

Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, niscaya dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. (HR. Muttafaqun ‘alaih)

c. Membiasakan taat kepada perintah Allah ta’ala, dan perintah Rasul-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam dan berlatih meninggalkan hal-hal yang disukai untuk meraih ridha Allah ta’ala.

Hikmah puasa:
1. Merasakan sakitnya lapar dan haus. Dengan ini, kita menjadi tidak melupakan fakir miskin.
2. Mempersempit ruang gerak setan, karena setan bergerak pada aliran darah manusia, sebagaimana yang pernah disampaikan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bahwa apabila seorang hamba berpuasa, urat-uratnya akan mempersempit gerak setan sehingga pengaruh dan bisikannya menjadi lemah.

Laa ilaaha illallah, betapa banyak hikmah dan rahasia di balik puasa yang kita lalaikan. Segala puji bagi Allah yang mensyariatkannya sebagai rahmat bagi hamba-hambanya, sebagai perbuatan baik bagi mereka, dan sebagai pelindung dari keburukan.

◇ Tiga. Memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah, dengan berbagai amalan seperti sedekah, shalat, mengaji dan berbagai macam ketaatan lainnya di bulan Ramadhan, tetapi dia jauh dari semua itu pada selain bulan Ramadhan.
Allah ta’ala berfirman:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺭَﺑَّﻜُﻢُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺧَﻠَﻘَﻜُﻢْ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺘَّﻘُﻮﻥَ
Hai manusia, sembahlah Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (Qs. al-Baqarah: 21)
Dan sebagaimana Nabi Isa ‘alahi sallam berkata:
ﻭَﺃَﻭْﺻَﺎﻧِﻲ ﺑِﺎﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻭَﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓِ ﻣَﺎ ﺩُﻣْﺖُ ﺣَﻴًّﺎ
Dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Qs. Maryam: 31)
Dan Allah berfirman:
ﻭَﺍﻋْﺒُﺪْ ﺭَﺑَّﻚَ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺄْﺗِﻴَﻚَ ﺍﻟْﻴَﻘِﻴﻦُ
Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Qs. al-Hijr: 99)
Sebagian salaf berkata: Sejelek-jelek kaum adalah yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan.

Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
ﺃَﺣَﺐُّ ﺍْﻷَﻋْﻤَﺎﻝِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺃَﺩْﻭَﻣُﻬَﺎ ﻭَﺇِﻥْ ﻗَﻞَّ .
Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus walaupun sedikit.
(HR. Muttafaqun ‘alaih)
Sebagian orang antusias dalam ketaatan pada permulaan bulan, kemudian melemah dipertengahan atau akhir bulan.

◇ Empat. Berpaling dari mempelajari hukum-hukum puasa, adab, syarat dan pembatal-pembatalnya, dengan tidak menghadiri majlis-majlis ta’lim, tidak bertanya tentang masalah puasa. Dalam hal ini, dia berpuasa dalam keadaan jahil (bodoh), atau mungkin melakukan perbuatan yang dapat membatalkan puasanya, sedangkan dia tidak mengetahuinya.
Allah ta’ala berfirman:
ﻓَﺎﺳْﺄَﻟُﻮﺍ ﺃَﻫْﻞَ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮِ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui. (Qs. an-Nahl: 43)
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻼً ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻣْﺮُﻧَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ .
Barangsiapa melakukan amalan yang tidak didasari perintah kami, amalan tersebut tertolak. (HR. Muslim)
Dan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
ﻃَﻠَﺐُ ﺍْﻟﻌِﻠْﻢِ ﻓَﺮِﻳْﻀَﺔٌ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ .

Menuntut ilmu adalah kewajban bagi setiap muslim. (HR. al-Baihaqi)

◇ Lima. Menyia-nyiakan waktu puasa dan malam harinya dengan sesuatu yang tidak bermanfaat, bahkan terkadang dengan sesuatu yang haram atau membahayakan.

Sebagian orang banyak tidur di siang hari dan tidaklah bangun kecuali menjelang berbuka puasa. Padahal, barangsiapa banyak tidur, dia terluput dari berbagai macam kebaikan. Sebagian lainnya, menghabiskan waktunya dengan menonton sinetron dan telenovela yang di dalamnya banyak wanita yang bertabarruj serta pemandangan yang menyelisihi adab dan syariat. Yang lainnya lagi, tidak meninggalkan berbagai pertandingan dan permainan bahkan mungkin saling bertaruhan sehingga termasuk judi yang diharamkan. Ada pula yang begadang dengan bermain kartu atau ngobrol yang tidak bermanfaat sehingga terjatuh pada sesuatu yang haram seperti ucapan kotor, ghibah dan namimah. Ada juga yang begadang dengan bernyanyi mempergunakan alat musik di bulan Qur’an! Yang lainnya, ada yang mondar-mandir di mall-mall atau jalanan. Di sisi lain, tidak sedikit ditemui banyak wanita tidur sampai siang hari kemudian bangun mengerjakan tugas rumah dan dapur sampai maghrib kemudian setelah berbuka puasa sibuk mendatangi dan duduk-duduk di mall-mall sampai larut malam.
Apa yang mereka ambil dari kebaikan bulan Ramadhan ?
Apa yang mereka peroleh dari waktu-waktunya?
Di mana mereka dari petunjuk Rasulullah di bulan yang penuh berkah ini?
Padahal, beliau shallallahu ‘alahi wa sallam bersungguh-sungguh beribadah di bulan ini, melebihi kesungguhan beliau di bulan-bulan lainnya. Malaikat Jibril ‘alahi sallam memuroja’ahkan al-Qur`an kepada beliau setiap malam. Beliau beri’tikaf di masjid dan berpaling dari urusan dunia pada sepuluh hari terakhir dan sangat dermawan di bulan ini, serta menguatkan kaum muslimin untuk mengasihi para janda dan anak yatim, menyambung silaturrahim, memuliakan tetangga dan berbagai macam ketaatan lainnya.
Demikianlah seorang muslim hendaknya meneladani Rasulnya shallallahu ‘alahi wa sallam, sehingga memperbanyak membaca al-Qur’an, mentadabburi maknanya dan membaca tafsirnya, karena tidaklah cukup seorang yang telah baligh dan mukallaf itu hanya sekadar membaca tanpa mengetahui maknanya. Antusiaslah dalam mengikuti pelajaran dan majlis al-Qur’an dan al-Hadits! Dengarkanlah kaset yang bermanfaat! Bacalah kitab-kitab fiqih dan hadits! Bersungguh-sungguhlah dalam amal shalih, kebaikan dan ketakwaan! Ini bukan hanya sekadar di bulan Ramadhan. Akan tetapi, di bulan Ramadhan ini hendaknya seorang mukmin memperbanyak amalannya.

◇ Enam. Memperbanyak makanan dan minuman serta berlebih-lebihan dengan beraneka ragam jenis makanan yang dapat menyebabkan seseorang menjadi kurang baik pencernaannya sehingga merasa berat untuk beribadah dan malas shalat dan membaca Al-Qur’an.
Ada yang mengatakan bahwa barangsiapa makan, minum dan tidurnya banyak, dia luput dari berbagai macam kebaikan. Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

ﻣَﺎ ﻣَﻸَ ﺍﺑْﻦُ ﺁﺩَﻡَ ﻭِﻋَﺎﺀً ﺷَﺮًّﺍ ﻣِﻦْ ﺑَﻄْﻦٍ ﺑِﺤَﺴَﺐِ ﺍﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﻟُﻘَﻴْﻤَﺎﺕٌ ﻳُﻘِﻤْﻦَ ﺻُﻠْﺒَﻪُ ﻓَﺈِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻓَﺎﻋِﻼً ﻓَﺜُﻠُﺚُ ﻟِﻄَﻌَﺎﻣِﻪِ ﻭَﺛُﻠُﺚُ ﻟِﺸَﺮَﺍﺑِﻪِ ﻭَﺛُﻠُﺚٌ ﻟِﻨَﻔَﺴِﻪِ .
Tidak ada tempat paling buruk yang dipenuhi isinya oleh manusia kecuali perutnya, karena sebenarnya cukup baginya beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Kalaupun dia ingin makan, hendaknya ia atur dengan cara sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya. (HR. Ahmad, an-Nasa`i dan at-Tirmidzi) [Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2265]

Sebagian salaf berkata, Allah menggabungkan seluruh kesehatan pada separuh ayat yaitu firman Allah ta’ala:
ﻭَﻛُﻠُﻮﺍ ﻭَﺍﺷْﺮَﺑُﻮﺍ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺴْﺮِﻓُﻮﺍ
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. (Qs. Al-A’raf: 31)
Barangsiapa berlebih-lebihan dalam makan dan minum, dia telah lalai dari salah satu hikmah puasa yaitu menghindarkan tubuh dari pengaruh makanan dan minuman yang bisa memberatkan tubuh.

◇ Tujuh. Meng-awalkan waktu sahur dan meng-akhirkan berbuka puasa.

Ini menyelisihi apa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, yang beliau ini selalu mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.
Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
ﻻَ ﻳَﺰَﺍﻝُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺑِﺨَﻴْﺮٍ ﻣَﺎ ﻋَﺠَّﻠُﻮْﺍ ﺍﻟْﻔُﻄُﻮْﺭُ .
Manusia senantiasa dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka. (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam mengkabarkan bahwa mengakhirkan berbuka adalah perbuatan Yahudi. Ketika menyemangati kaum muslimin untuk menyegerakan berbuka, beliau shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟْﻴَﻬُﻮْﺩَ ﻳُﺆَﺧِّﺮُﻭْﻥَ .
Sesungguhnya orang-orang Yahudi selalu mengakhirkan (berbuka puasa). (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang shahih)

Adapun mengakhirkan sahur adalah sunnah, sebagaimana dalam hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, (beliau) berkata:
ﺗَﺴَﺤَّﺮْﻧَﺎ ﻣَﻊَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻡَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ . ﻗُﻠْﺖُ ﻛَﻢْ ﻛَﺎﻥَ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺫَﺍﻥِ ﻭَﺍﻟﺴَّﺤُﻮْﺭِ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺪْﺭُ ﺧَﻤْﺴِﻴْﻦَ ﺁﻳَﺔً .
Kami sahur bersama Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam , kemudian beliau bangkit menuju shalat, aku bertanya, ‘Berapa jarak waktu antara adzan dan sahur?’ Dia menjawab, ‘Kira-kira lima puluh ayat.’ (HR. al-Bukhari)
Ada sebagian orang yang meninggalkan sahur dan makan ditengah malam. Hal ini sesungguhnya tidak sesuai dengan sunnah. Dari Abi Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
ﺍﻟﺴُّﺤُﻮﺭُ ﻛُﻠُّﻪُ ﺑَﺮَﻛَﺔٌ ﻓَﻼَ ﺗَﺪَﻋُﻮﻩُ ﻭَﻟَﻮْ ﺃَﻥْ ﻳَﺠْﺮَﻉَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﺟَﺮْﻋَﺔً ﻣِﻦْ ﻣَﺎﺀٍ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﻣَﻼَﺋِﻜَﺘَﻪُ ﻳُﺼَﻠُّﻮْﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺘَﺴَﺤِّﺮِﻳْﻦَ .
Sahur itu penuh dengan barakah. Maka, janganlah kalian meninggalkannya walaupun hanya dengan seteguk air, (karena) sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada orang-orang yang sahur. (HR. Ahmad dengan sanad hasan)

◇ Delapan. Berpaling dari Memahami dan Mentadabburi Al-Qur’an.
Kebanyakan kaum muslimin membaca al-Qur’an dengan tidak memahami apa yang mereka baca. Bahkan, ketika terlintas hukum-hukum syar’iyah, dalil-dalil Qur’aniyyah, nasehat-nasehat yang agung dan perumpamaan-perumpamaan yang jelas, dia tidak mengetahui apa yang melintasinya. Dia tidak pula mengetahui makna kitab Allah yang turun kepadanya. Allah ta’ala berfirman:
ﻛِﺘَﺎﺏٌ ﺃَﻧْﺰَﻟْﻨَﺎﻩُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ ﻟِﻴَﺪَّﺑَّﺮُﻭﺍ ﺁَﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﻟِﻴَﺘَﺬَﻛَّﺮَ ﺃُﻭﻟُﻮ ﺍﻟْﺄَﻟْﺒَﺎﺏِ
Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat petunjuk. (Qs. Shad: 29)

Allah ta’ala mencela orang-orang yang berpaling dari mentadabburi al-Qur’an dalam firman-Nya:
ﺃَﻓَﻠَﺎ ﻳَﺘَﺪَﺑَّﺮُﻭﻥَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁَﻥَ ﺃَﻡْ ﻋَﻠَﻰ ﻗُﻠُﻮﺏٍ ﺃَﻗْﻔَﺎﻟُﻬَﺎ
Maka, apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an, ataukah hati mereka terkunci? (Qs. Muhammad: 24)
Allah ta’ala berfirman:
ﺃَﻓَﻠَﺎ ﻳَﺘَﺪَﺑَّﺮُﻭﻥَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁَﻥَ ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﻋِﻨْﺪِ ﻏَﻴْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻟَﻮَﺟَﺪُﻭﺍ ﻓِﻴﻪِ ﺍﺧْﺘِﻠَﺎﻓًﺎ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ
Apakah mereka tidak menghayati Al-Qur’an? Seandainya ( Al-Qur’an) itu bukan dari sisi Allah, pastilah mereka mendapat banyak hal yang bertentangan di dalamnya. (Qs. an-Nisa’: 82)
Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya ini merupakan sifat kebanyakan orang Yahudi, Allah ta’ala berfirman:
ﻭَﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺃُﻣِّﻴُّﻮﻥَ ﻟَﺎ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻣَﺎﻧِﻲَّ ﻭَﺇِﻥْ ﻫُﻢْ ﺇِﻟَّﺎ ﻳَﻈُﻨُّﻮﻥَ
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. (Qs. al-Baqarah: 78)
Abu Ja’far Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Maksud firman-Nya ( ﻻ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ) adalah tidak mengetahui apa-apa yang ada di dalam kitab yang diturunkan oleh Allah, dan tidak mengetahui apa-apa yang Allah tetapkan dari batasan, hukum dan kewajiban seperti kondisi para binatang.
Abu Abdirrahman as-Sulami berkata, “Orang-orang yang membacakan Al-Qur’an kepada kami telah memberitakan bahwasanya apabila mereka mempelajari sepuluh ayat, mereka tidak melanjutkannya sampai mengetahui kandungan ilmu lalu mengamalkannya. Beliau berkata, Kami mempelajari al-Qur’an, ilmu dan mengamalkannya.

◇ Sembilan. Kebanyakan orang tua melalaikan anak-anaknya.
Mereka tidak menganjurkan anak-anaknya berpuasa dengan berdalih mereka masih kecil, masih belum mampu berpuasa. Perbuatan ini menyelisihi salaf as-shalih dari kalangan para sahabat dan setelahnya. Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ar-Rabi’ binti Mu’awidz berkata:
ﻓَﻜُﻨَّﺎ ﻧَﺼُﻮْﻣُﻪُ ﺑَﻌْﺪُ، ﻭَﻧُﺼَﻮِّﻡُ ﺻِﺒْﻴَﺎﻧَﻨَﺎ، ﻭَﻧَﺠْﻌَﻞُ ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟﻠُّﻌْﺒَﺔَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌِﻬْﻦِ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺑَﻜَﻰ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡِ ﺃَﻋْﻄَﻴْﻨَﺎﻩُ ﺫَﺍﻙَ، ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻹِﻓْﻄَﺎﺭِ .
Kami berpuasa dan memerintahkan anak-anak kecil kami berpuasa. Kami membuatkan mereka mainan dari bulu. Maka, apabila mereka menangis karena lapar, kami berikan mainan itu kepadanya, sampai tiba waktu berbuka.
Dalam riwayat Muslim:
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺳَﺄَﻟُﻮْﺍ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡَ ﺃَﻋْﻄَﻴْﻨَﺎﻫُﻢُ ﺍﻟﻠُّﻌْﺒَﺔَ ﺗُﻠْﻬِﻴْﻬِﻢْ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺘِﻤُّﻮْﺍ ﺻَﻮْﻣَﻬُﻢْ .
Apabila mereka meminta makan, kami berikan mainan yang dapat menyibukkannya sehingga mereka dapat menyempurnakan puasanya.
Maksudnya: Mereka membiasakan anak-anaknya berpuasa dan menyibukkan anak-anaknya dengan mainan dari bulu. Mereka melakukan hal itu sebagai upaya melatih anak-anak mereka untuk berpuasa. Anak kecil tidak disyaratkan berpuasa sehari penuh karena belum wajib. Akan tetapi, hendaknya orang tua membiasakan mereka berpuasa sesuai kemampuannya.

◇ Sepuluh. Dan semisal no.9: Sebagian wanita telah hHaidh di usia dini; sepuluh atau sebelas tahun, tetapi orang tuanya tidak memerintahkannya berpuasa dan beremehkan hal ini.
Ini merupakan kelalaian terhadap hukum-hukum syariat, karena haidh merupakan tanda-tanda baligh. Di saat wanita itu mulai haidh, di saat itulah ia mulai baligh. Telah berlaku baginya pena kebaikan dan kejahatan, serta wajib untuk melaksanakan ibadah.

Tanda-tanda baligh:
a. Keluar air mani karena mimpi atau yang lainnya.
b. Tumbuhnya bulu kemaluan.
c. Mencapai usia lima belas tahun.
d. Haidh bagi wanita.
Jika salah satu tanda di atas terdapat pada seseorang, ia telah menjadi mukallaf (diberi beban syariat ).

◇ Sebelas. Melafazhkan niat Puasa.

Ini tidak memiliki asal dari sunnah yang suci, bahkan termasuk bid’ah yang diada-adakan. Niat merupakan salah satu syarat sahnya ibadah sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam :
ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍْﻷَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻴَّﺎﺕِ .
Sesungguhnya amal perbuatan itu hanya tergantung pada niat. (HR. Muttafaqun ‘alaih)
Akan tetapi, niat itu tempatnya di hati sehingga cukup seseorang itu bangun untuk makan sahur, atau bertekad untuk berpuasa sebelum tidur, atau yang semisalnya (tanpa perlu melafadzkan niat di lisan ). Pada asalnya, niat ini berlaku selama satu bulan penuh, kecuali bagi orang yang berniat untuk berbuka karena dalam kondisi sakit atau safar. Dalam kedua kondisi tersebut, ia perlu memperbarui niat tatkala hendak berpuasa kembali.

Http//abu afka.blogspot.com mengutip dari Majalah Ommaty, Edisi 37 Ramadhan 1428 H
Wallahu'alam

Keutamaan Bulan Ramadhan

Bismillah
Kajian ke 11
Rabu 9 Sya'ban 1439 H/ 25 April 2018.

Keutamaan Bulan Ramadhan

Alhamdulillah, sebentar lagi kita akan menginjak bulan Ramadhan. Berikut adalah keistimewaan-keistimewaan yang disebutkan dalam berbagai ayat dan hadits. Semoga dengan mengetahui hal ini, kita akan semakin semangat di bulan Ramadhan. Hanya Allah yang beri taufik.

◇Pertama Ramadhan adalah Bulan Diturunkannya Al Qur’an

Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih  sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini pula Al Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

(Beberapa hari yg ditentukan itu ialah)
bulan Ramadhan ( شَهْرُ رَمَضَانَ )
bulan yg di dalamnya diturunkan (permulaan)
Al Quran ( الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ )
sebagai petunjuk bagi manusia ( هُدًى لِلنَّاسِ )
dan penjelasan2 mengenai
petunjuk itu ( وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى )
dan pembeda (antara yg hak
dan yg bathil). ( وَالْفُرْقَانِ )
Karena itu, barangsiapa di antara kamu
hadir (di negeri tempat tinggalnya)
di bulan itu ( فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ )
maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan itu. ( فَلْيَصُمْهُ )
(QS. Al Baqarah: 185)

Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan, (Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memuji bulan puasa yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan2 lainnya. Sebagaimana pula pd bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam. ( Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2/179 ).

◇Kedua Setan-setan Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika Ramadhan Tiba

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah ﷺ bersabda,
Apabila Ramadhan tiba ( إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ )
pintu surga dibuka ( فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ )
pintu neraka ditutup ( وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ )
dan setan pun dibelenggu. ( وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ)
( HR Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079, )

Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, Hadits di atas dapat bermakna,

~ Maksud dari terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam dan terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan dan mulianya bulan tersebut.

Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam.

Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya.
Di bulan Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan hal maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya.

~ Sedangkan maksud dari tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.
( Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/188 ).

◇Tiga Terdapat Malam yang Penuh Kemuliaan dan Keberkahan

Pada bulan ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan). Pada malam inilah yaitu 10 hari terakhir di bulan Ramadhan saat diturunkannya Al Qur’anul Karim.

Allah Ta’ala berfirman,
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya
(Al Quran) pd lailatul qadar (malamkemuliaan). ( إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ )
Dan tahukah kamu apakah malam
kemuliaan itu? ( وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ )
Malam kemuliaan itu lebih baik dari
seribu bulan. ( لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ )
(QS. Al Qadr: 1-3).

Dan Allah Ta’ala juga berfirman,
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi ( إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ  )
dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. ( إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ )
(QS. Ad Dukhan: 3).

Yang dimaksud malam yang diberkahi di sini adalah malam lailatul qadr. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah ( Tafsir Ath Thobari, 21/6.)

Inilah yg menjadi pendapat mayoritas ulama di antaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
( Zaadul Masiir, 7/336-337).

◇ Empat Bulan Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Do’a

Rasulullah ﷺ bersabda,
Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan ( إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ )
dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan. ( وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ )
( HR. Al Bazaar, dari Jabir bin ‘Abdillah. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (10/149) mengatakan bahwa perowinya tsiqoh (terpercaya). Lihat Jaami’ul Ahadits, 9/224.


Nabi ﷺ bersabda,
3 org yg do’anya tdk tertolak ( ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ )
orang yg berpuasa sampai ia berbuka ( الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ )
pemimpin yang adil ( وَالإِمَامُ الْعَادِلُ )
dan do’a org yg dizholimi. ( وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ )
( (HR. At Tirmidzi no. 3598. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan.)

Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan, Hadits ini menunjukkan bahwa disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berdo’a dari awal ia berpuasa hingga akhirnya karena ia dinamakan orang yang berpuasa ketika itu.
( Al Majmu’, 6/375).

Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan pula, Disunnahkan bagi orang yang berpuasa ketika ia dalam keadaan berpuasa untuk berdo’a demi keperluan akhirat dan dunianya, juga pada perkara yang ia sukai serta jangan lupa pula untuk mendoakan kaum muslimin lainnya.
( Idem).

Wallahuta'allam
Bersambung

ANDAI INI RAMADHAN TERAKHIRKU (3)

Kajian ke 10 Lanjutan

◇Kiat Keempat Memprioritaskan Amalan yg Wajib

Hendaknya org yg berpuasa itu memprioritaskan amalan yg wajib. Karena amalan yg paling dicintai oleh Allah ta’ala adalah amalan-amalan yang wajib. Rasulullah ﷺ menjelaskan dalam suatu hadits qudsi, bahwa Allah ta’ala berfirman:
Dan tidaklah seseorang mendekatkan
diri kepada-Ku ( ﻭﻣﺎ ﺗﻘﺮﺏ ﺇﻟﻲ ﻋﺒﺪﻱ )
dg suatu amalan yg lebih Aku cintai daripada amalan2 yg Ku-wajibkan.( ﺑﺸﻲﺀ ﺃﺣﺐ ﺇﻟﻲ ﻣﻤﺎ ﺍﻓﺘﺮﺿﺖ ﻋﻠﻴﻪ )
(HR. Bukhari)

Di antara aktivitas yang paling wajib dilaksanakan pada bulan Ramadhan adalah :

Mendirikan shalat berjamaah lima waktu di masjid (bagi kaum pria), berusaha sekuat tenaga untuk tidak ketinggalan takbiratul ihram.
Telah diuraikan dalam sebuah hadits:

Barang siapa yg shalat krna Allah ( ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻟﻠﻪ )
selama 40 hari dg berjama’ah ( ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻓﻲ ﺟﻤﺎﻋﺔ )
dan selalu mendapatkan takbiratul
ihram imam ( ﻳﺪﺭﻙ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮﺓ ﺍﻷﻭﻟﻰ )
akan dituliskan baginya 2 jaminan ( ﻛﺘﺐ ﻟﻪ ﺑﺮﺍﺀﺗﺎﻥ )
surat kebebasan’ bebas dari api neraka
dan dari nifaq. ( ﺑﺮﺍﺀﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭﺑﺮﺍﺀﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻔﺎﻕ )
(HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani)

Seandainya kita termasuk org2 yang amalan sunnahnya tidak banyak pada bulan puasa,
maka setidaknya kita berusaha untuk memelihara shalat lima waktu dengan baik, dikerjakan secara berjamaah di masjid, serta berusaha sesegera mungkin berangkat ke masjid sebelum tiba waktunya. Sesungguhnya menjaga amalan-amalan yang wajib di bulan Ramadhan adalah suatu bentuk ibadah dan taqarrub yang paling agung kepada Allah.

Sungguh sangat memprihatinkan, tatkala kita dapati orang yang melaksanakan shalat tarawih dengan penuh semangat, bahkan hampir-hampir tidak pernah absen, namun yang disayangkan, ternyata dia tidak menjaga shalat lima waktu dengan berjamaah. Terkadang bahkan tidur, melewatkan shalat wajib dengan dalih sebagai persiapan diri untuk shalat tarawih!!?

Ini jelas-jelas merupakan suatu kejahilan dan bentuk peremehan terhadap kewajiban! Sungguh hanya mendirikan shalat lima waktu berjamaah tanpa diiringi dengan shalat tarawih satu malam, lebih baik daripada mengerjakan shalat tarawih atau shalat malam, namun berdampak menyia-nyiakan shalat lima waktu. Bukan berarti kita memandang sebelah mata terhadap shalat tarawih, akan tetapi seharusnya seorang muslim menggabungkan kedua-duanya; memberikan perhatian khusus terhadap amalan-amalan yang wajib seperti shalat lima waktu, lalu baru melangkah menuju amalan-amalan yang sunnah seperti shalat tarawih.

◇Kiat Kelima Berusaha untuk Mendapatkan Lailatul Qadar

Setiap muslim di bulan berkah ini berusaha untuk bisa meraih lailatul qadar.

~ Dialah malam diturunkannya Al-Qur’an
Firman Allah Ta’ala
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pd malam kemuliaan ( إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ )
(QS. Al-Qadar: 1)

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yg diberkati. ( إِنَّا أَنْزَلْناهُ فِي لَيْلَةٍ مُبارَكَةٍ )
(Qs Ad-Dukhan: 3)

~ Dialah malam turunnya para malaikat dengan membawa rahmat .

Pada malam itu turun malaikat2 dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. ( تَنزلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ )
(QS. Al-Qadar: 4)

~ Dialah malam yang berbarakah (QS.Ad-Dukhan: 3),

~ Dialah malam yang lebih utama daripada ibadah seribu bulan! (83 tahun plus 4 bulan) (QS. Al-Qadar: 3).

Barang siapa yang beribadah pada malam ini dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni oleh-Nya (HR. Bukhari dan Muslim).

Mendengar segunung keutamaan yang dimiliki malam mulia ini, seyogyanya seorang muslim memanfaatkan kesempatan emas ini untuk meraihnya.

Di malam ke berapakah lailatul qadar akan jatuh?
Malam lailatul qadar akan jatuh pada malam-malam sepuluh akhir bulan Ramadhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan:

Carilah lailatul qadar ( ﺗﺤﺮﻭﺍ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻘﺪﺭ )
pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan. ( ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﺍﻷﻭﺍﺧﺮ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ )
(HR. Bukhari dan Muslim)

Tepatnya pada malam-malam yang ganjil di antara malam-malam yang sepuluh tersebut, sebagaimana sabda Nabi ﷺ
Carilah lailatul qadar ( ﺗﺤﺮﻭﺍ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻘﺪﺭ )
pd malam2 ganjil dari 10 hari terakhir bulan Ramadhan. ( ﻓﻲ ﺍﻟﻮﺗﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﺍﻷﻭﺍﺧﺮ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ )
(HR. Bukhari)

~ Tapi di malam manakah di antara malam-
malam yang ganjil?
~ Apakah di malam 21, malam 23, malam 25, malam 27 atau malam 29?

Pernah di suatu tahun pada zaman Nabi ﷺ
lailatul qadar jatuh pada malam 21,
sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri bahwa di pagi hari tanggal 21 Ramadhan tahun itu Rasulullah ﷺ bersabda:
Sesungguhnya aku diperlihatkan lailatul qadar (malam tadi). ( ﺇﻧﻲ ﺃﺭﻳﺖ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻘﺪﺭ )
(HR.Bukhari dan Muslim)
Pernah pula di suatu tahun lailatul qadar jatuh pada malam 27. Ubai bin Ka’ab berkata:

ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺇﻧﻲ ﻷﻋﻠﻤﻬﺎ ﻭﺃﻛﺜﺮ ﻋﻠﻤﻲ ﻫﻲ ﺍﻟﻠﻴﻠﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﻘﻴﺎﻣﻬﺎ ﻫﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺳﺒﻊ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ

Demi Allah aku mengetahuinya (lailatul qadar), perkiraan saya yang paling kuat dia jatuh pada malam yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk bangun malam di dalamnya, yaitu malam dua puluh tujuh.(HR. Muslim)

Pada tahun yang lain, Rasulullah ﷺ memerintahkan para sahabatnya untuk mencari lailatul qadar pada tujuh malam terakhir dari bulan Ramadhan:

Barang siapa yang ingin mencarinya
(lailatul qadar) ( ﻓﻤﻦ ﻛﺎﻥ ﻣﺘﺤﺮﻳﻬﺎ )
hendaklah ia mencarinya pd 7 malam terakhir (dari bulan Ramadhan). ( ﻓﻠﻴﺘﺤﺮﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺒﻊ ﺍﻷﻭﺍﺧﺮ )
(HR. Bukhari dan Muslim)

Cara memadukan antara hadits2 tersebut di atas: dengan mengatakan bahwa lailatul qadar setiap tahunnya selalu berpindah-pindah dari satu malam yang ganjil ke malam ganjil lainnya, akan tetapi tidak keluar dari sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan (Lihat Fathul Baari karya Ibnu Hajar, dan Asy-Syarh al-Mumti’ karya Syaikh al-Utsaimin (6/493-495))

Di antara hikmah dirahasiakannya waktu lailatul qadar adalah:

1. Agar amal ibadah kita lebih banyak. Sebab dengan dirahasiakannya kapan waktu lailatul qadar, kita akan terus memperbanyak shalat, dzikir, doa dan membaca Al-Qur’an di sepanjang malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan terutama malam yang ganjil.

2. Sebagai ujian dari Allah ta’ala, untuk mengetahui siapa di antara para hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam mencari lailatul qadar dan siapa yang bermalas-malasan serta meremehkannya (Majaalisu Syahri Ramadhaan, karya Syaikh al-‘Utsaimin hal: 163)

Maka seharusnya kita berusaha maksimal pada sepuluh hari itu; menyibukkan diri dengan beramal dan beribadah di seluruh malam-malam itu agar kita bisa menggapai pahala yang agung itu. Mungkin saja ada orang yang tidak berusaha mencari lailatul qadar melainkan pada satu malam tertentu saja dalam setiap Ramadhan dengan asumsi bahwa lailatul qadar jatuh pada tanggal ini atau itu, walaupun dia berpuasa Ramadhan selama 40 tahun, barangkali dia tidak akan pernah sama sekali mendapatkan momen emas itu. Selanjutnya penyesalan saja yang ada…
Nabi ﷺ telah memberikan teladan

ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺇﺫﺍ ﺩﺧﻞ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﺷﺪ ﻣﺌﺰﺭﻩ ﻭﺃﺣﻴﺎ ﻟﻴﻠﻪ ﻭﺃﻳﻘﻆ ﺃﻫﻠﻪ (ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ)

Nabi ﷺ jika memasuki 10 (terakhir Ramadhan) beliau mengencangkan ‘ikat pinggangnya’, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.
(HR. Bukhari dan Muslim)

◇ Kiat Keenam Jadikan Ramadhan Sebagai Madrasah untuk Melatih Diri Beramal Saleh, yg Terus Dibudayakan Setelah Berlalunya Bulan Suci Ini Bulan Ramadhan ibarat madrasah keimanan, di dalamnya kita belajar mendidik diri untuk rajin beribadah, dengan harapan setelah kita tamat dari madrasah itu, kebiasaan rajin beribadah akan terus membekas dalam diri kita hingga kita menghadap kepada Yang Maha Kuasa.
Allah ta’ala memerintahkan:

Dan sembahlah Rabbmu sampai ajal datang kepadamu. ( ﻭﺍﻋﺒﺪ ﺭﺑﻚ ﺣﺘﻰ ﻳﺄﺗﻴﻚ ﺍﻟﻴﻘﻴﻦ )
(QS. Al-Hijr: 99)

Tatkala al-Hasan al-Bashri membaca ayat ini beliau menjelaskan,
ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻢ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻌﻤﻞ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺃﺟﻼ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻤﻮﺕ

Sesungguhnya Allah tidak menjadikan batas akhir bagi amal seorang Mukmin melainkan ajalnya.

Maka jangan sampai amal ibadah kita turut berakhir dengan berakhirnya bulan Ramadhan.

~Kebiasaan kita untuk berpuasa
~Shalat 5 waktu berjamaah di masjid
~Shalat malam
~Memperbanyak membaca Al-Qur’an
~doa dan zikir
~Rajin menghadiri majelis taklim
~dan gemar bersedekah di bulan Ramadhan
~Mari terus kita budayakan di luar Ramadhan.

Rasulullah ﷺ merupakan orang yang paling dermawan ( ﻛﺎﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﷺ ﺃﺟﻮﺩ ﺍﻟﻨﺎﺱ )
dan beliau lebih dermawan sekali di bulan Ramadhan. ( ﻭﻛﺎﻥ ﺃﺟﻮﺩ ﻣﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ )
(HR. Bukhari dan Muslim)

Ulama salaf pernah ditanya tentang sebagian orang yang rajin beribadah di bulan Ramadhan, namun jika bulan suci itu berlalu mereka pun meninggalkan ibadah-ibadah tersebut?
Dia pun menjawab:

Alangkah buruknya tingkah mereka ( ﺑﺌﺲ ﺍﻟﻘﻮﻡ ﻻ ﻳﻌﺮﻓﻮﻥ ﺍﻟﻠﻪ  )
mereka tidak mengenal Allah melainkan hanya
di bulan Ramadhan! ( ﺇﻻ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ )

Merupakan ciri utama diterimanya puasa kita di bulan Ramadhan dan tanda terbesar akan keberhasilan kita meraih lailatul qadar adalah: berubahnya diri kita menjadi lebih baik daripada kondisi kita sebelum Ramadhan.
ّ
Wallahu ta’ala a’lam wa shallallعahu ‘ala nabiyyina muhammadin wa ‘ala alihi wa shabihi ajma’in.

ANDAI INI RAMADHAN TERAKHIRKU (2)

Kajian Ke 9 Lanjutan
Selasa 8 sya'ban 1438H/24 April 2018 InsyaAllah 22 hari menuju Ramadhan Mubarak.

◇◇Kiat Kedua adalah bertawakal kepada Allah.

Ibnu Taimiyah menjelaskan,manusia dalam menjalankan ibadahnya sangatlah membutuhkan pertolongan dan taufik dari Allah Ta'ala.

Cara meraih itu semua adalah dengan bertawakal kepada-Nya.

Oleh karena itu, salah satu teladan dari ulama salaf -sebagaimana yang dikisahkan Mu’alla bin al-Fadhl- bahwa mereka berdoa kepada Allah dan memohon pada-Nya sejak enam bulan sebelum Ramadhan tiba agar dapat menjumpai bulan mulia ini dan memudahkan mereka untuk beribadah di dalamnya. Sikap ini merupakan salah satu perwujudan tawakal kepada Allah.

Ibnu Taimiyah menambahkan, bahwa seseorang yang ingin melakukan suatu amalan, dia berkepentingan dengan beberapa hal yang bersangkutan dengan sebelum beramal, ketika beramal dan setelah beramal:

▪Adapun perkara yang dibutuhkan sebelum beramal adalah menunjukkan sikap tawakal kepada Allah dan semata-mata berharap kepada-Nya agar menolong dan meluruskan amalannya. Ibnul Qayyim memaparkan bahwa para ulama telah bersepakat bahwa salah satu indikasi taufik Allah kepada hamba-Nya adalah pertolongan-Nya kepada hamba-Nya. Sebaliknya, salah satu ciri kenistaan seorang hamba adalah
kebergantungannya kepada kemampuan diri sendiri.

Menghadirkan rasa tawakal kepada Allah adalah merupakan suatu hal yang paling penting untuk menyongsong musim-musim ibadah semacam ini; untuk menumbuhkan rasa lemah, tidak berdaya dan tidak akan mampu menunaikan ibadah dengan sempurna, melainkan semata dengan taufik dari Allah. Selanjutnya kita juga harus berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan dan supaya Allah membantu kita dalam beramal di dalamnya. Ini semua merupakan amalan yang paling agung yang dapat mendatangkan taufik Allah dalam menjalani bulan Ramadhan.

Kita amat perlu untuk senantiasa memohon pertolongan Allah ketika akan beramal karena kita adalah manusia yang disifati oleh Allah ta’ala sebagai makhluk yang lemah:
Dan manusia dijadikan ( ﻭﺧﻠﻖ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ )
bersifat lemah ( ﺿﻌﻴﻔﺎ )
(QS. An-Nisa: 28)

Jika kita bertawakal kepada Allah dan memohon kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi taufik-Nya pada kita.

▪▪Di saat mengerjakan amalan ibadah, poin yang perlu diperhatikan seorang hamba adalah:

Ikhlas dan mengikuti petunjuk Rasulullah ﷺ.

Dua hal inilah yang merupakan dua syarat diterimanya suatu amalan di sisi Allah. Banyak ayat dan hadits yang menegaskan hal ini. Di antaranya firman Allah ta’ala,

Padahal mereka tidaklah diperintahkan ( ﻭﻣﺎ ﺃﻣﺮﻭﺍ )
mlainkan supaya beribadah kpd Allah ( ﺇﻻ ﻟﻴﻌﺒﺪﻭﺍ ﺍﻟﻠﻪ )
dg mengikhlaskan ketaatan
kepada-Nya. ( ﻣﺨﻠﺼﻴﻦ ﻟﻪ ﺍﻟﺪﻳﻦ )
(QS. Al-Bayyinah: 5)

Dan Nabi ﷺ bersabda:
Dari Ummul mukminin ( عن أم المؤمنين )
Ummu 'Abdillah ( أم عبدالله )
‘Aisyah radhiallahu 'anha ( عائشة رضي الله عنها )
ia berkata ( قال )
bahwa Rasulullah bersabda ( قال رسول اللهﷺ)
Barangsiapa ( من )
yg mengada-adakan sesuatu ( أحدث )
dlm urusan agama kami ini ( في أمرنا هذا )
yg bukan dari kami ( ما ليس منه )
maka dia tertolak ( فهو رد )
Bukhari dan Muslim ( رواه البخاري ومسلم )

Dalam riwayat Muslim ( وفي رواية لمسلم )
Barangsiapa ( من )
melakukan suatu amal ( عمل عملا )
yg tidak sesuai urusan kami ( ليس عليه أمرنا )
maka dia tertolak ( فهو رد )
( HR Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718 )

▪▪▪Usai beramal, seorang hamba membutuhkan untuk memperbanyak istigfar atas kurang sempurnanya ia dalam beramal, dan juga butuh untuk memperbanyak hamdalah (pujian) kepada Allah Yang telah memberinya taufik sehingga bisa beramal. Apabila seorang hamba bisa mengombinasikan antara hamdalah dan istigfar, maka dengan izin Allah ta’ala, amalan tersebut akan diterima oleh-Nya.

Hal ini perlu diperhatikan betul-betul, karena setan senantiasa mengintai manusia sampai detik akhir setelah selesai amal sekalipun! Makhluk ini mulai menghias-hiasi amalannya sambil membisikkan,

Hai fulan,
Kau telah berbuat begini dan begitu…
Kau telah berpuasa Ramadhan…
Kau telah shalat malam di bulan suci…
Kau telah menunaikan amalan ini dan itu dg sempurna…

Dan terus menghias-hiasinya terhadap seluruh amalan yang telah dilakukan sehingga tumbuhlah rasa ‘ujub (sombong dan takjub kepada diri sendiri) yang menghantarkannya ke dalam lembah kehinaan.

Juga akan berakibat terkikisnya rasa rendah diri dan rasa tunduk kepada Allah ta’ala.

Seharusnya kita tidak terjebak dalam perangkap ‘ujub pasalnya, orang yang merasa silau dengan dirinya sendiri (bisa begini dan begitu) serta silau dengan amalannya berarti dia telah menunjukkan kenistaan, kehinaan dan kekurangan diri serta amalannya.

Hati-hati dengan tipu daya setan yang telah bersumpah:
Karena Engkau telah menghukum
saya tersesat ( فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي )
saya benar2 akan (menghalang-
halangi) mereka dari jalan Engkau
yang lurus.( لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ )
kemudian saya akan mendatangi mereka
dari muka ( ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ )
dan dari belakang mereka ( وَمِنْ خَلْفِهِمْ )
dr kanan dan dari kiri mereka ( وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ)
Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). ( وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ )
(Qs Al-A'raf: 16-17)

◇◇◇Kiat Ketiga bertaubat Sebelum Ramadhan Tiba

Banyak sekali dalil yang memerintahkan seorang hamba untuk bertaubat, di antaranya: firman Allah ta’ala:

Hai org2 yg beriman ( ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ )
bertaubatlah kpd Allah dg taubat yg semurni-murninya ( ﺗُﻮﺑُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺗَﻮْﺑَﺔً ﻧَﺼُﻮﺣﺎً )
mudah-mudahan Rabb kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu ( ﻋَﺴَﻰ ﺭَﺑُّﻜُﻢْ ﺃَﻥْ ﻳُﻜَﻔِّﺮَ ﻋَﻨْﻜُﻢْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺗِﻜُﻢْ )
dan memasukkan kamu ke dalam surga yg mengalir di bawahnya sungai2.( ﻭَﻳُﺪْﺧِﻠَﻜُﻢْ ﺟَﻨَّﺎﺕٍ ﺗَﺠْﺮِﻱ ﻣِﻦْ ﺗَﺤْﺘِﻬَﺎ ﺍﻟْﺄَﻧْﻬَﺎﺭُ )
(QS. At Tahrim: 8)

Kita diperintahkan untuk senantiasa bertaubat, karena tidak ada seorang pun di antara kita yang terbebas dari dosa-dosa. Rasulullah ﷺ mengingatkan,
Setiap keturunan Adam ( ﻛﻞ ﺑﻨﻰ ﺁﺩﻡ  )
itu banyak melakukan dosa ( ﺧﻄﺎﺀ )
dan sebaik2 org yg berdosa ( ﻭﺧﻴﺮ ﺍﻟﺨﻄﺎﺋﻴﻦ )
adalah yg bertaubat ( ﺍﻟﺘﻮﺍﺑﻮﻥ)
(HR. Tirmidzi dan dihasankan isnadnya oleh Syaikh Salim Al Hilal)

Dosa hanya akan mengasingkan seorang hamba dari taufik Allah, sehingga dia tidak kuasa untuk beramal saleh, ini semua hanya merupakan sebagian kecil dari segudang dampak buruk dosa dan maksiat (lihat Dampak-Dampak dari Maksiat dalam kitab Ad-Daa’ Wa Ad-Dawaa’ karya Ibnul Qayyim, dan Adz-Dzunub Wa Qubhu Aatsaariha ‘Ala Al-Afrad Wa Asy-Syu’ub karya Muhammad bin Ahmad Sayyid Ahmad hal: 42-48).

Apabila ternyata hamba mau bertaubat kepada Allah ta’ala, maka prahara itu akan sirna dan Allah akan menganugerahi taufik kepadanya kembali.
Taubat nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya hakikatnya adalah: bertaubat kepada Allah dari seluruh jenis dosa.

Imam Nawawi menjabarkan: Taubat yang sempurna adalah taubat yang memenuhi empat syarat:

1. Meninggalkan maksiat.
2. Menyesali kemaksiatan yang telah ia perbuat.
3. Bertekad bulat untuk tidak mengulangi maksiat itu selama-lamanya.
4. Seandainya maksiat itu berkaitan dengan hak orang lain, maka dia harus mengembalikan hak itu kepadanya, atau memohon maaf darinya (Lihat:
Riyaadhush Shaalihiin , karya Imam an-Nawawi hal: 37-38)

Ada suatu kesalahan yang harus diwaspadai: sebagian orang terkadang betul-betul ingin bertaubat dan bertekad bulat untuk tidak berbuat maksiat, namun hanya di bulan Ramadhan saja, setelah bulan suci ini berlalu dia kembali berbuat maksiat. Sebagaimana taubatnya para artis yang ramai-ramai berjilbab di bulan Ramadhan, namun setelah itu kembali ‘pamer aurat’ sehabis idul fitri.
Ini merupakan suatu bentuk kejahilan. Seharusnya, tekad bulat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa dan berlepas diri dari maksiat, harus tetap menyala baik di dalam Ramadhan maupun di bulan-bulan sesudahnya.

◇◇◇◇Kiat Keempat Membentengi Puasa Kita dari Faktor-Faktor yang Mengurangi Keutuhan Pahalanya

Sisi lain yang harus mendapatkan porsi perhatian spesial, bagaimana kita berusaha membentengi puasa kita dari faktor-faktor yang mengurangi keutuhan pahalanya. Seperti menggunjing dan berdusta. Dua penyakit ini berkategori bahaya tinggi, dan sedikit sekali orang yang selamat dari ancamannya.

Rasulullah ﷺ mengingatkan

ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺪﻉ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﺰﻭﺭ ﻭﺍﻟﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﻓﻠﻴﺲ ﻟﻠﻪ ﺣﺎﺟﺔ ﻓﻲ ﺃﻥ ﻳﺪﻉ ﻃﻌﺎﻣﻪ ﻭﺷﺮﺍﺑﻪ

Barang siapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatannya, maka niscaya Allah tidak akan membutuhkan penahanan dirinya dari makanan dan minuman (tidak membutuhkan puasanya).(HR. Bukhari)

Jabir bin Abdullah menyampaikan petuahnya:

ﺇﺫﺍ ﺻﻤﺖ ﻓﻠﻴﺼﻢ ﺳﻤﻌﻚ ﻭﺑﺼﺮﻙ ﻭﻟﺴﺎﻧﻚ ﻋﻦ ﺍﻟﻜﺬﺏ ﻭﺍﻟﻤﺤﺎﺭﻡ ﻭﺩﻉ ﺃﺫﻯ ﺍﻟﺠﺎﺭ ,ﻭﻟﻴﻜﻦ ﻋﻠﻴﻚ ﻭﻗﺎﺭ ﻭﺳﻜﻴﻨﺔ ﻳﻮﻡ ﺻﻮﻣﻚ , ﻭﻻ ﺗﺠﻌﻞ ﻳﻮﻡ ﺻﻮﻣﻚ ﻭﻳﻮﻡ ﻓﻄﺮﻙ ﺳﻮﺍﺀ

Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram dan janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama. (Lathaa’if al-Ma’arif , karya Ibnu Rajab al-Hambali, hal: 292)

Orang yang menahan lisannya dari ghibah dan matanya dari memandang hal-hal yang haram ketika berpuasa Ramadhan tanpa mengiringinya dengan amalan-amalan sunnah, lebih baik daripada orang yg berpuasa plus menghidupkan amalan-amalan sunnah, namun dia tidak berhenti dari dua budaya buruk tadi! Inilah realita mayoritas masyarakat; ketaatan yang bercampur dengan kemaksiatan.

Umar bin Abdul ‘Aziz pernah ditanya tentang arti takwa, Takwa adalah menjalankan kewajiban dan meninggalkan perbuatan haram, jawab beliau. Para ulama menegaskan, Inilah ketakwaan yang sejati. Adapun mencampur adukkan antara ketaatan dan kemaksiatan, maka ini tidak masuk dalam bingkai takwa, meski dibarengi dengan amalan-amalan sunnah.

Oleh sebab itu para ulama merasa heran terhadap sosok yang menahan diri (berpuasa) dari hal-hal yang mubah, tapi masih tetap gemar terhadap dosa.

Ibnu Rajab al-Hambali bertutur, Kewajiban orang yang berpuasa adalah menahan diri dari hal-hal mubah dan hal-hal yang terlarang. Mengekang diri dari makanan, minuman dan jima’ (hubungan suami istri), ini sebenarnya hanya sekedar menahan diri dari hal-hal mubah yg diperbolehkan.

Sementara itu ada hal-hal terlarang yang tidak boleh kita langgar baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya. Di bulan suci ini tentunya larangan tersebut menjadi lebih tegas. Maka sungguh sangat mengherankan kondisi orang yang berpuasa (menahan diri) dari hal-hal yang pada dasarnya diperbolehkan seperti makan dan minum, kemudian dia tidak berpuasa (menahan diri) dan tidak berpaling dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan di sepanjang zaman seperti ghibah, mengadu domba, mencaci, mencela, mengumpat dan lain-lain. Semua ini merontokkan ganjaran puasa.

bersambung insya Allah

ANDAI INI RAMADHAN TERAKHIRKU

Kajian ke 8
Kamis 7 Sya'ban 1439 H / 23 April 2018.
ANDAI INI RAMADHAN TERAKHIRKU 

Kiat-Kiat Mengapai Ramadhan yang berkah
Semuanya tergantung dengan usaha kita dan taufik dari Allah ta’ala.

◇ Kiat Pertama
Bekal Ilmu Sebelum Beramal

Pertanyaannya buat kita, sudahkan Anda Mempersiapkan Ilmu Sebelum Ramadhan?

Telah kita ketahui bersama puasa memiliki keutamaan yang besar.

Bulan Ramadhan pun demikian adalah bulan yang penuh kemuliaan. Maka tentu saja untuk memasuki bulan yang mulia ini dan ingin menjalani kewajiban puasa, hendaklah kita punya PERSIAPAN YG MATANG.

Persiapan pertama adalah ilmu.

Kenapa? Karena orang yang beribadah pada Allah tanpa didasari ilmu, maka tentu ibadahnya bisa jadi sia-sia. Sebagaimana ketika ada yang mau bersafar ke Jakarta lalu tak tahu arah yang mesti ditempuh, tentu ia bisa ‘nyasar’ dan  tersesat. Ujuk-ujuk sampai di tujuan, bisa jadi malah ia menghilang tak tahu ke mana. Demikian pula dalam beramal, seorang muslim mestilah mempersiapkan ilmu terlebih dahulu sebelum bertindak. 

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
العامل بلا علم كالسائر بلا دليل ومعلوم ان عطب مثل هذا اقرب من سلامته وان قدر سلامته اتفاقا نادرا فهو غير محمود بل مذموم عند العقلاء

Orang yg beramal tanpa ilmu 
bagai org yg berjalan tanpa ada penuntun.
Sudah dimaklumi bahwa org yg berjalan tanpa penuntun tadi akan mendapatkan kesulitan dan sulit bisa selamat. Taruhlah ia bisa selamat, namun itu jarang. Menurut orang yang berakal, ia tetap saja tidak dipuji bahkan dapat celaan.

Guru dari Ibnul Qayyim yaitu Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,

Siapa yang terpisah dari penuntun jalannya, maka tentu ia bisa tersesat. ( من فارق الدليل ضل السبيل )
Tdk ada penuntun yg terbaik bagi kita selain dg mengikuti ajaran Rasul ( ولا دليل إلا بما جاء به الرسول )
(Lihat Miftah Daris Sa’adah, 1: 299)

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz juga pernah berkata,
Siapa yg beribadah kepada Allah tanpa
didasari ilmu ( مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ )
maka kerusakan yg ia perbuatan lbh byk daripada maslahat yg diperoleh.( كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ )
(Majmu’ Al Fatawa, 2: 282)

Juga amalan yang bisa diterima hanyalah dari orang yang bertakwa. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
Sesungguhnya Allah hanya menerima dari
org-org yg bertakwa. ( إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ )
(QS. Al Maidah: 27).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
Tafsiran yang paling bagus mengenai ayat ini bahwasanya amalan yang diterima hanyalah dari orang yang bertakwa. Yang disebut bertakwa adalah bila beramal karena mengharap wajah Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentu saja ini perlu didasari dengan ilmu. (Miftah Daris Sa’adah, 1: 299)

Ulama hadits terkemuka, yakni Imam Bukhari membuat bab dalam kitab shahihnya Al ‘Ilmu Qoblal Qouli Wal ‘Amali (Ilmu Sebelum Berkata dan Berbuat).

Perkataan ini merupakan kesimpulan yang beliau ambil dari firman Allah Ta’ala,

Maka ilmuilah (ketahuilah)! ( فَاعْلَمْ )
Bahwasanya tiada sesembahan yg berhak disembah selain Allah ( أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ )
dan mohonlah ampunan bagi
dosamu ( وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ )
(QS. Muhammad: 19).

Dalam ayat ini, Allah memulai dengan ‘ilmuilah’ lalu mengatakan ‘mohonlah ampun’. Ilmuilah yang dimaksudkan adalah perintah untuk berilmu terlebih dahulu, sedangkan ‘mohonlah ampun’ adalah amalan.

Ini pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu sebelum amal perbuatan.

Ibnul Munir rahimahullah berkata, Yang dimaksudkan oleh Al Bukhari bahwa ilmu adalah syarat benarnya suatu perkataan dan perbuatan.  Suatu perkataan dan perbuatan itu tidak teranggap kecuali dengan ilmu terlebih dahulu. Oleh sebab itulah, ilmu didahulukan dari ucapan dan perbuatan, karena ilmu itu pelurus niat. Niat nantinya yang akan memperbaiki amalan.(Fathul Bari, 1: 108)

Mengapa kita mesti belajar sebelum beramal? Karena menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Rasulullah bersabda,

Menuntut ilmu itu ( طَلَبُ الْعِلْمِ )
wajib bagi setiap muslim. ( فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ )
(HR. Ibnu Majah no. 224 ).

Pertanyaannya Ilmu apa saja yang mesti disiapkan sebelum puasa?

~Yang utama adalah ilmu yang bisa membuat puasa kita sah,

~yang bila tidak dipahami bisa jadi ada kewajiban yang kita tinggalkan atau larangan yang kita terjang.

~Lalu dilengkapi dengan ilmu yang membuat puasa kita semakin sempurna.

~Juga bisa ditambahkan dengan ilmu mengenai amalan-amalan utama di bulan Ramadhan,

~ilmu tentang zakat,

~juga mengenai aktifitas sebagian kaum muslimin menjelang dan saat Idul Fithri, juga setelahnya.

~Semoga dengan mempelajarinya, bulan Ramadhan kita menjadi lebih berkah.

Semoga Allah memudahkan kita dalam meraih ilmu sebelum memasuki Ramadhan. Hanya Allah yang memberi taufik.

Wallahu a’lam
Bersambung ke kiat yang ke 2 Insya Allah.

Doa Menyambut bulan Ramadhan.


Doa Menyambut bulan Ramadhan.

Bismillah
Lanjutan kajian 7

Ya Allah berkahilah kami pd bulan Rajab
dan Sya’ban.( ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺑﺎﺭﻙ ﻟﻨﺎ ﻓﻲ ﺭﺟﺐ ﻭﺷﻌﺒﺎﻥ )
Dan izinkanlah kami menemui bulan
Ramadhan ( ﻭﺑﻠﻐﻨﺎ ﺭﻣﻀﺎﻥ )

( HR Imam Ahmad 1/256).

PENJELASAN.

Doa ini dari hadits yang dhaif (lemah) berarti doa ini tidak diajarkan oleh Rasulullah ﷺ.

Bagaimana Menurut Para Ulama Hadits ?

◇ Pertama.
Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3/375) berkata: Hadits ini diriwayatkan hanya dari Ziyad An Numairi, ia pun hanya meriwayatkan dari Za’idah bin Abi Ruqad, sedangkan Al Bukhari mengatakan bahwa Za’idah bin Abi Ruqad hadist-nya munkar .

◇ Kedua.
Imam An Nawawi menyatakan dalam Al Adzkar (274) Kami meriwayatkan hadits ini di Hilyatul Auliya dengan sanad yang terdapat kelemahan.

◇ Tiga.
Syaikh Ahmad Syakir berkata dalam takhrij Musnad Imam Ahmad (4/100-101): Sanad hadits ini dhaif.

◇ Empat.
Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata dalam takhrij Musnad Imam Ahmad (4/180): Sanad hadits ini dhaif.

◇ Lima.
Syaikh Al Albani dalam takhrij Misykatul Mashabih (1/432) berkata: Al Baihaqi menyatakan hadits ini aziz dalam Syu’abul Iman , namun Al Munawi melemahkannya dengan berkata: ‘Secara zhahir memang seolah Al Baihaqi memberi takhrij dan menyetujui keabsahan hadits ini. Namun tidak demikian. Bahkan Al Baihaqi melemahkannya dengan berkata: (beliau membawakan perkataan Al Baihaqi pada poin 1)

( Disarikan dari tulisan Syaikh Abdullah bin Muhammad Zuqail di http://www.saaid.net/Doat/Zugail/57.htm )

Wallahu'alam
Http//Abu Afka.blogspot.com mengutip dari www.muslim.or.id

Apa saja amalan yang Tidak Ada Tuntunan di Bulan Sya’ban ?

Amalan Yg Keliru Dibulan Sya’ban

Selasa 2 Sya'ban 1439 H / 18 April 2018.
Kajian ke 7

◇Saudaraku mari kita sepakati dulu agama islam telah sempurna apa belum?
◇Benarkah Nabi Muhammad ﷺ tolak ukurnya dinul islam?
◇Benarkah perusak sunah itu bid'ah ?
◇Siapakah yang mengatakan bid'ah pertama kali?
◇Benarkah bila kita mengamalkan bid'ah bearti kita menganggap Nabi Muhammad menghianati risalah & dan menuduh Nabi seorang yg bodoh?
◇Benar atau tidak seluruh amalan yg mengantarkan kesyurga sudah Nabi ajarkan?
◇Benarkah seluruh amalan ibadah yang tidak mencontoh Nabi Muhammad tertolak?

Kalau kita sudah bisa menjawabnya dengan benar berbahagialah karena Allah menghendaki kita dalam kebaikan Aamiin.

Apa saja amalan yang Tidak Ada Tuntunan di Bulan Sya’ban ?

◇ Pertama Adat tasyakuran mengundang tetangga & keluarga dalam rangka menyambut ramadhan dg kirim do’a untuk kerabat yang telah meninggal dunia dengan baca yasinan atau tahlilan / ( Ruwahan sebutan bulan Sya’ban bagi orang Jawa) berasal dari kata arwah sehingga bulan Sya’ban identik dengan kematian. Makanya sering di beberapa daerah masih laris tradisi yasinan atau tahlilan di bulan Sya’ban.

Padahal Nabi ﷺ dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya.

◇ Kedua. Menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan shalat dan do’a.

Apa pendapat para ulama:
Tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya’ban.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :
Dan shalat Raghaib adalah bid’ah yg
diada-adakan. ( ﻭَﺻَﻠَﺎﺓُ ﺍﻟﺮَّﻏَﺎﺋِﺐِ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٌ )
Nabi ﷺ tdk pernah shalat seperti
itu ( ﻟَﻢْ ﻳُﺼَﻠِّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﷺ )
dan tidak ada seorang pun dari salaf
melakukannya. ( ﻭَﻟَﺎ ﺃَﺣَﺪٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒِ )
Adapun malam pertengahan di bulan
Sya’ban ( ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟﻨِّﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ )
di dalamnya terdapat keutamaan ( ﻓَﻔِﻴﻬَﺎ ﻓَﻀْﻞٌ )
dulu di antara kaum salaf (org yg terdahulu) ada
yg shalat di malam tersebut. ( ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒِ ﻣَﻦْ ﻳُﺼَﻠِّﻲ ﻓِﻴﻬَﺎ )
Akan tetapi berkumpul2 di malam tersebut
untuk menghidupkan masjid - masjid adalah
bid’ah ( ﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟِﺎﺟْﺘِﻤَﺎﻉَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻟِﺈِﺣْﻴَﺎﺋِﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﺟِﺪِ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ )
begitu pula dengan shalat alfiyah.( ﻭَﻛَﺬَﻟِﻚَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﺍﻟْﺄَﻟْﻔِﻴَّﺔُ )

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan,Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi ﷺ dan para sahabat. Dan dalil yang ada hanyalah dari beberapa tabi’in yang merupakan fuqoha’ negeri Syam.” (Lathoif Al Ma’arif, 248).

Tidak ada satu pun dalil yg shahih yg menyebutkan keutamaan shalat malam / shalat sunnah dipertengahan malam di bulan Sya’ban .

Baik yang disebut shalat alfiyah (seribu rakaat), dan shalat raghaib (12 rakaat).

Mengkhususkan malam tersebut dengan ibadah-ibadah tersebut adalah perbuatan bid’ah. Sehingga kita harus menjauhinya. Apalagi yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin. Mereka berkumpul di masjid, beramai-ramai merayakannya, maka hal tersebut tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ.

Imam An-Nawawi mengatakan tentang shalat Ar-Raghaib yang dilakukan pada Jumat pertama di bulan Rajab dan malam pertengahan bulan Sya’ban

Kedua shalat ini adalah bid’ah yg tercela yg mungkar
dan buruk. ( ﻭَﻫَﺎﺗَﺎﻥِ ﺍﻟﺼَّﻼَﺗَﺎﻥِ ﺑِﺪْﻋَﺘَﺎﻥِ ﻣَﺬْﻣُﻮﻣَﺘَﺎﻥِ ﻣُﻨْﻜَﺮَﺗَﺎﻥِ ﻗَﺒِﻴﺤَﺘَﺎﻥِ )
Janganlah kamu tertipu dengan penyebutan
kedua shalat itu di kitab Quutul-Qulub’
dan ‘Al-Ihya. ( ﻭَﻻَ ﺗَﻐْﺘَﺮَّ ﺑِﺬِﻛْﺮِﻫِﻤَﺎ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﻗُﻮﺕِ ﺍﻟْﻘُﻠُﻮﺏِ ﻭَﺍﻹْﺣْﻴَﺎﺀِ )

Jumhur ulama memandang sunnah menghidupkan malam pertengahan di bulan Sya’ban dengan berbagai macam ibadah. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan secara berjamaah. Sebagian ulama memandang tidak ada keutamaan ibadah khusus pada malam tersebut, karena tidak dinukil dalam hadits yang shahih atau hasan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau pernah menyuruh untuk beribadah secara khusus pada malam tersebut. Hadits yang berbicara tentang hal tersebut lemah.

◇ Tiga. Berpuasa di pertengahan bulan Sya’ban

Mengkhususkan puasa di siang pertengahan bulan Sya’ban ( Nishfu Sya’ban ) tidak dianjurkan untuk mengerjakannya.

Bahkan sebagian ulama menghukumi hal tersebut bid’ah.
Dalil rujukan mereka berpuasa Nishfu Sya’ban

Apabila malam pertengahan bulan
Sya’ban ( ﺇِﺫَﺍ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟﻨِّﺼْﻒِ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ )
maka hidupkanlah malamnya ( ﻓَﻘُﻮﻣُﻮﺍ ﻟَﻴْﻠَﻬَﺎ )
dan berpuasalah di siang harinya. ( ﻭَﺻُﻮﻣُﻮﺍ ﻧَﻬَﺎﺭَﻫَﺎ )
HR Ibnu Majah no. 1388. Syaikh Al-Albani mengatakan, Sanadnya Maudhu’,dalam Adh-Dha’ifah no. 2132.)

Keterangan :
Hadits tersebut adalah hadits yang palsu (maudhu ’).
sehingga tidak bisa dijadikan dalil.

Akan tetapi, jika kita ingin berpuasa pada hari itu karena keumuman hadits tentang sunnah-nya berpuasa di bulan Sya’ban atau karena dia termasuk puasa di hari-hari biidh (ayyaamul-biid /puasa tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan hijriyah), maka hal tersebut tidak mengapa.
Yang diingkari adalah pengkhususannya saja.

◇Empat. Menjelang Ramadhan diyakini sebagai waktu utama untuk ziarah kubur, yaitu mengunjungi kubur orang tua atau kerabat (dikenal dg nyadran ).

Tidak benar kebiasan umat saat ini, ziarah kubur yang  dikhususkan pada bulan Sya’ban saja.

Sebaliknya kita diperintahkan melakukan ziarah kubur setiap saat agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian.

Sebagaimana Nabi bersabda,
Lakukanlah ziarah kubur ( ﺯُﻭﺭُﻭﺍ ﺍﻟْﻘُﺒُﻮﺭَ )
karena hal itu lebih mengingatkan kalian
pada akhirat (kematian). ( ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﺗُﺬَﻛِّﺮُﻛُﻢُ ﺍﻵﺧِﺮَﺓَ )
(HR. Muslim no. 976).

Jadi yang masalah adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk ‘nyadran’ atau ‘nyekar’. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.

◇ Lima. Menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar, padusan, atau keramasan. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Puasa tetap sah jika tidak lakukan keramasan, atau padusan ke tempat pemandian atau pantai (seperti ke Parangtritis). Mandi besar itu ada jika memang ada sebab yang menuntut untuk mandi seperti karena junub maka mesti mandi wajib (mandi junub). Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”), ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan (ikhtilath) dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam.

Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!
Cukup dengan Ajaran Nabi ﷺ.

◇ Enam.Tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan

Mereka yang melestarikan tradisi ini berdalil dg hadits yang terjemahannya sebagai berikut:

Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” jawab Rasullullah.
Do’a Malaikat Jibril itu adalah:

Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dg org2 sekitarnya.
( HR Ibnu Khuzaimah (3/192) dan Ahmad (2/246, 254).

Penjelasan :
Hadits ini tidak ada di kitab-kitab hadits yg ada pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah (3/192) juga pada kitab Musnad Imam Ahmad (2/246, 254) ditemukan hadits berikut:

Dari Abu Hurairah ( ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ )
Rasulullah naik mimbar lalu
bersabda ( ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﷺ ﺭﻗﻲ ﺍﻟﻤﻨﺒﺮ ﻓﻘﺎﻝ )
‘Amin, Amin, Amin’. ( ﺁﻣﻴﻦ ﺁﻣﻴﻦ ﺁﻣﻴﻦ )
Para sahabat bertanya ( ﻓﻘﻴﻞ ﻟﻪ )
Kenapa engkau berkata demikian
wahai Rasulullah? ( ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﻛﻨﺖ ﺗﺼﻨﻊ ﻫﺬﺍ ؟ )
Kemudian beliau bersabda ( ﻓﻘﺎﻝ )
Baru saja Jibril berkata kepadaku ( ﻗﺎﻝ ﻟﻲ ﺟﺒﺮﻳﻞ )
Allah melaknat seorang hamba ( ﺃﺭﻏﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻧﻒ ﻋﺒﺪ )
yg melewati Ramadhan tanpa mendapatkan
ampunan ( ﺃﻭ ﺑﻌﺪ ﺩﺧﻞ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻓﻠﻢ ﻳﻐﻔﺮ ﻟﻪ )
maka kukatakan, ‘Amin’ ( ﻓﻘﻠﺖ ﺁﻣﻴﻦ )
kemudian Jibril berkata lagi ( ﺛﻢ ﻗﺎﻝ )
Allah melaknat seorang hamba yg mengetahui kedua orang tuanya masih hidup ( ﺭﻏﻢ ﺃﻧﻒ ﻋﺒﺪ ﺃﻭ ﺑﻌﺪ ﺃﺩﺭﻙ ﻭ ﺍﻟﺪﻳﻪ )
namun tdk membuatnya masuk Jannah (krna tdk -berbakti kpd mereka berdua) ( ﺃﻭ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻟﻢ ﻳﺪﺧﻠﻪ ﺍﻟﺠﻨﺔ )
maka aku berkata: ‘Amin’. ( ﻓﻘﻠﺖ ﺁﻣﻴﻦ )
Kemudian Jibril berkata lagi. ( ﺛﻢ ﻗﺎﻝ )
Allah melaknat seorang hamba ( ﺭﻏﻢ ﺃﻧﻒ ﻋﺒﺪ )
yg tidak bershalawat ketika disebut
namamu ( ﺃﻭ ﺑﻌﺪ ﺫﻛﺮﺕ ﻋﻨﺪﻩ ﻓﻠﻢ ﻳﺼﻞ ﻋﻠﻴﻚ )
maka kukatakan, ‘Amin” ( ﻓﻘﻠﺖ : ﺁﻣﻴﻦ )
Al A’zhami berkata ( ﻗﺎﻝ ﺍﻷﻋﻈﻤﻲ )
Sanad hadits ini jayyid ( ﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﺟﻴﺪ )

Hadits ini dishahihkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/114, 406, 407, 3/295), juga oleh Adz Dzahabi dalam Al Madzhab (4/1682), dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (8/142), juga oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Al Qaulul Badi ‘ (212), juga oleh Al Albani di Shahih At Targhib (1679).

Penjelasan Hadits:

Kedua hadits di atas adalah dua hadits yang berbeda. Entah siapa orang iseng yang membuat hadits pertama. Atau mungkin bisa jadi pembuat hadits tersebut mendengar hadits kedua, lalu menyebarkannya kepada orang banyak dengan ingatannya yang rusak, sehingga berubahlah makna hadits. Atau bisa jadi juga, pembuat hadits ini berinovasi membuat tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan, lalu sengaja menyelewengkan hadits kedua ini untuk mengesahkan tradisi tersebut. Yang jelas, hadits yang tidak ada asal-usulnya, kita pun tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu, sebenarnya itu bukan hadits dan tidak perlu kita hiraukan, apalagi diamalkan.
Wallahu 'alam

Saudaraku secerdas apapun kita cukuplah dengan Ajaran Nabi ﷺ. Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

Ikutilah (petunjuk Nabi ) ( ﺍﺗَّﺒِﻌُﻮﺍ )
janganlah membuat amalan yg tidak
ada tuntunannya. ( ﻭَﻻ ﺗَﺒْﺘَﺪِﻋُﻮﺍ )
Karena (ajaran Nabi ) itu sudah cukup
bagi kalian. ( ﻓَﻘَﺪْ ﻛُﻔِﻴﺘُﻢْ )
Semua bid’ah adalah sesat ( ﻛُﻞُّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼﻟَﺔٌ )

(Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)

Saudaraku kita patut hati-hati dengan amalan yang tanpa dasar. Beramallah dengan ilmu dan sesuai tuntunan Rasul ﷺ. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,

Barangsiapa yg beribadah kepada Allah
tanpa ilmu ( ﻣَﻦْ ﻋَﺒَﺪَ ﺍﻟﻠﻪَ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ  )
maka dia akan membuat banyak kerusakan dari
pada mendatangkan kebaikan . (  ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺎ ﻳُﻔْﺴِﺪُ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﻣِﻤَّﺎ ﻳُﺼْﻠِﺢُ )
(Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Ibnu Taimiyah)

Wallahu'allam
Bersambung