Selasa, 27 Juni 2017

THR DARI ALLAH UNTUK ANDA

Bismillah

SIAPA YANG MAU THR DARI ALLAH?

Dalil Puasa enam hari di bulan Syawwal

عَنْ اَبِى اَيُّوْبَ اْلاَنْصَارِيّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ  ثُمَّ  اَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ. مسلم 2: 822

Dari Abu Ayyub Al-Anshariy, bahwasanya Rasulullah Shallahu  'alahi Wasallam bersabda, "Barangsiapa puasa Ramadlan lalu ia iringi dengan puasa enam hari dari Syawwal, adalah (pahalanya) itu seperti puasa setahun". [HSR. Muslim juz 2, hal. 822]

عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُوْلِ اللهِ ص عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ قَالَ: مَنْ صَامَ سِتَّةَ اَيَّامٍ بَعْدَ اْلفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ مَنْ جَاءَ بِاْلحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ اَمْثَالِهَا. ابن ماجه 1: 547

Dari Tsauban bekas budak Rasulullah Shallahu  'alahi Wasallam dari Rasulullah , Shallahu  'alahi Wasallam bersabda, "Barangsiapa puasa enam hari sesudah Hari Raya 'Iedul Fithri, adalah (serupa) sempurna setahun, (karena) barangsiapa mengerjakan kebaikan, maka ia mendapat pahala sepuluh kali ganda". [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 547]

عَنْ ثَوْبَانَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: صِيَامُ شَهْرٍ بِعَشْرَةِ اَشْهُرٍ وَ سِتَّةِ اَيَّامٍ بَعْدَهُنَّ بِشَهْرَيْنِ فَذلِكَ تَمَامُ سَنَةٍ يَعْنِى شَهْرَ رَمَضَانَ وَ سِتَّةَ اَيَّامٍ بَعْدَهُ. الدارمى 2: 21

Dari Tsauban bahwasanya Rasulullah Shallahu  'alahi Wasallam bersabda, “Puasa sebulan (Ramadlan) pahalanya sama dengan sepuluh bulan, dan enam hari sesudahnya pahalanya sama dengan dua bulan. Maka yang demikian itu (pahalanya) sama dengan puasa setahun penuh. Yakni bulan Ramadlan dan enam hari sesudahnya (Syawwal). [HR. Darimiy juz 2 hal. 21].

Telah terjadi subhat ditengah-tengah kaum muslimin dalam pengamalan puasa 1 sawal diantaranya berpuasa langsung setelah satu sawal secara berurut-urut dan mengadakan acara leberan setelahnya yang disebut oleh masyarakat lebaran ketupat yang semuanya ini tidak pernah diajarkan oleh manusia terbaik Nabi Muhammad Shallahu 'alahi Wasallam, tidak juga sahabat-sahabat Nabi Muhammad Shallahu 'alahi Wasallam, tidak juga tabi'n, tabi'at-tabi'in sampai Imam yang ke 4.

Yang haq adalah Hari pelaksanaannya tidak tertentu yang terpenting masih dalam bulan Syawwal. Seorang mu`min seyokyanya boleh memilih kapan saja mau melakukannya, (baik) di awal bulan, pertengahan bulan atau di akhir bulan. Jika mau, (boleh) melakukannya secara terpisah atau beriringan. Jadi, perkara ini fleksibel, alhamdulillah. Jika menyegerakan dan melakukannya secara berurutan di AWAL BULAN, maka itu afdhal. Sebab menunjukkan bersegera melakukan kebaikan.

Para ulama menganjurkan (istihbab) pelaksanaan puasa enam hari dikerjakan setelah langsung hari ‘Idhul Fitri. Tujuannya, sebagai cerminan menyegerakan dalam melaksanakan kebaikan. Ini untuk menunjukkan bukti kecintaan kepada Allah, sebagai bukti tidak ada kebosanan beribadah (berpuasa) pada dirinya, untuk menghindari faktor-faktor yang bisa menghalanginya berpuasa, jika ditunda-tunda dmaka biasanya tidak dapat mengamalkannya disebabkan telah dihadapkan dengan kesibukan dunia yang melalaikan.

Mudah-mudahan Allah memudahkan kita dalam beramal soleh Aamiin

ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻧﻲ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﻓﻌﻞ ﺍﻟﺨﻴﺮﺍﺕ، ﻭﺗﺮﻙ ﺍﻟﻤﻨﻜﺮﺍﺕ، ﻭﺣﺐ ﺍﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ، ﻭﺃﻧﺘﻐﻔﺮﻟﻲ، ﻭﺗﺮﺣﻤﻨﻲ، ﻭﺃﺫﺍ ﺃﺭﺩﺕ ﻓﺘﻨﺔﻗﻮﻡ، ﻓﺘﻮﻓﻨﻲ ﻏﻴﺮﻣﻔﺘﻮﻥ، ﻭﺃﺳﺄﻟﻚ ﺣﺒﻚ، ﻭﺣﺐ ﻣﻦ ﻳﺤﺒﻚ، ﻭﺣﺐ ﻋﻤﻞ ﻳﻘﺮﺑﻨﻲ ﺇﻟﻰ ﺣﺒﻚ .

Allähumma innï as aluka fi’lal khairät, wa tarkal munkarät, wa hubbal masäkïn, wa antaghfiralï, wa tarhamanï, wa idzä aradta fitnata qaüm, fatawaffanï ghaira maftün, wa as aluka hubbak, wa hubba man yuhibbuk, wa hubba ‘amalin yuqarribunï ilä hubbik.

ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, meninggalkan semua perbuatan yang munkar, mencintai orang-orang miskin, dan agar Engkau mengampuni dan menyayangiku. Dan jika Engkau hendak menimpakan suatu fitnah (malapetaka) bagi suatu kaum, maka wafatkanlah aku dalam keadaan tidak terkena fitnah itu. Dan aku memohon kepada-MU rasa cinta kepada-Mu dan cinta kepada orang-orang yang mencntai-Mu, juga cinta kepada amal perbuatan yang akan mendekatkan diriku untuk mencintai-Mu.

HR. Ahmad V/243, At Tirmidzi no. 3235, Al Hakim I/521, dihasankan oleh At Tirmidzi.At Tirmdizi berkata, “Aku pernah bertanya kepada Muhammad bin Isma’il, -yakni al Bukhari- maka dia menjawab, ‘Hadits ini hasan shahih.’ ”
Di akhir hadits, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ia (doa tersebut) merupakan hal yang benar, maka pelajari (hafalkan) dan perdalamlah.”

Wallahuta'allam

http:// Abuafka.blogspot.com

Minggu, 25 Juni 2017

Jangan kau rusak pahala puasamu di hari lebaran

Bismillah

Jangan kau rusak pahala puasamu di hari lebaran

Masyur ditengah-tengah kaum muslimin setiap 1 Syawal kita berhari raya ‘Iedul Fitri.Namun perlu kita ketahuilah bersama bahwa hari raya ini merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sahabat yang mulia Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,Dahulu masyarakat jahiliyyah memiliki dua hari dalam setiap tahunnya, di mana mereka bersuka-ria di hari itu, maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, Beliau bersabda:

ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﻳَﻮْﻣَﺎﻥِ ﺗَﻠْﻌَﺒُﻮﻥَ ﻓِﻴﻬِﻤَﺎ ﻭَﻗَﺪْ ﺃَﺑْﺪَﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻬِﻤَﺎ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِﻨْﻬُﻤَﺎ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻭَﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺄَﺿْﺤَﻰ ‏( ﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ‏)

Dahulu kamu memiliki dua hari untuk bersuka-ria, dan Allah telah menggantikannya dengan yang lebih baik darinya, yaitu Idul Fithri dan Idul Adh-ha.(Shahih, diriwayatkan oleh Nasa’i)

KEBIASAN-KEBIASAN BURUK DIHARI RAYA IDUL FITHRI

1.Menentukan ziarah kubur menjelang hari raya.

Ziarah kubur adalah syariat Islam yang sangat bermanfaat buat hati manusia karena nasehat kematian, namun tidak disyariatkan dengan waktu tertentu dan amalan-alan tertentu lebih-lebih berlebihan terhadap kuburan atau ahli kubur tanpa dalil.Mengkhususkan ziarah kubur ketika id.Perbuatan ini, selain bertolak belakang dengan latar belakang disyariatkannya hari raya --yaitu menampakkan kebahagiaan dan kegembiraan--, juga akan menimbulkan duka dan rasa sedih, serta bertolak belakang dengan petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kebiasaan ulama. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang untuk menjadikan kuburan sebagai tempat hari raya (perayaan), sebagimana sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, “Janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai id.” (HR. Abu Daud dan Ahmad; dishahihkan Al-Albani)

2.Menentukan 1 Sawal sendiri tanpa haq

ﺇِﺫَﺍ ﺭَﺃَﻳْﺘُﻤُﻮﻩُ ﻓَﺼُﻮﻣُﻮﺍ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺭَﺃَﻳْﺘُﻤُﻮﻩُ ﻓَﺄَﻓْﻄِﺮُﻭﺍ ﻓَﺈِﻥْ ﻏُﻢَّ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻓَﺎﻗْﺪُﺭُﻭﺍ ﻟَﻪُ
Jika kalian melihat hilal maka berpuasalah dan jika melihatnya kembali maka berbukalah (ber hari raya ‘ied), lalu jika kalian terhalangi (tidak dapat melihatnya) maka perkirakanlah bulan tersebut. (HR Al Bukhari)

3.Berpuasa ketika 1 sawal

Dari Abu Sa’id Al Khudri –radhiyallahu ‘anhu-, beliau mengatakan,
ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻧَﻬَﻰ ﻋَﻦْ ﺻِﻴَﺎﻡِ ﻳَﻮْﻣَﻴْﻦِ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻭَﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﻨَّﺤْﺮِ .

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada dua hari yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.(HR. Muslim no. 1138)

4.Tasyabbuh (meniru-niru) orang-orang kafir dalam perkara hari raya dan lain-lain.

ﺃَﻟَﻢْ ﻳَﺄْﻥِ ﻟِﻠَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺃَﻥْ ﺗَﺨْﺸَﻊَ ﻗُﻠُﻮﺑُﻬُﻢْ ﻟِﺬِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﺎ ﻧَﺰَﻝَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﻭَﻻ ﻳَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﻛَﺎﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃُﻭﺗُﻮﺍ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻞُ ﻓَﻄَﺎﻝَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢُ ﺍﻷﻣَﺪُ ﻓَﻘَﺴَﺖْ ﻗُﻠُﻮﺑُﻬُﻢْ ﻭَﻛَﺜِﻴﺮٌ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻓَﺎﺳِﻘُﻮﻥَ

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.[QS. Al-Hadiid : 16].

Ibnu Taimiyyah rahimahulla menjelaskan:

ﻓﻘﻮﻟﻪ : ﻭﻻ ﻳﻜﻮﻧﻮﺍ ﻣﺜﻠﻬﻢ، ﻧﻬﻲ ﻣﻄﻠﻖ ﻋﻦ ﻣﺸﺎﺑﻬﺘﻬﻢ، ﻫﻮ ﺧﺎﺹ - ﺃﻳﻀﺎً ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﻣﺸﺎﺑﻬﺘﻬﻢ، ﻓﻲ ﻗﺴﻮﺓ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ، ﻭﻗﺴﻮﺓ ﺍﻟﻘﻠﻮﺏ ﻣﻦ ﺛﻤﺮﺍﺕ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﻲ
Firman-Nya [QS. Al-Hadiid : 16]. : ‘janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya’ ; merupakan larangan yang bersifat mutlak dalam hal penyerupaan terhadap mereka (orang kafir). Larangan ini juga khusus menyerupai mereka dalam hal kerasnya hati, sedangkan kerasnya hati termasuk di antara buah kemaksiatan” [ Iqtidlaa’ Shiraathil-Mustaqiim , 1/290].

Didalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan :

ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻧﻬﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﺘﺸﺒﻬﻮﺍ ﺑﻬﻢ ﻓﻲ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻷﺻﻠﻴﺔ ﻭﺍﻟﻔﺮﻋﻴﺔ

Oleh karena itu, Allah melarang orang-orang yang beriman untuk menyerupai mereka (orang kafir) dalam hal apapun, baik dalam perkara pokok ( ushuliyyah ) maupun cabang ( furu’iyyah )” [ Tafsir Ibnu Katsir, 8/20, tahqiq : Saamiy bin Muhammad Salaamah; Daarith-Thayyibah, Cet. 2/1420].

Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨَّﺎ ﻣَﻦْ ﺗَﺸَﺒَّﻪَ ﺑِﻐَﻴْﺮِﻧَﺎ

Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.
(HR. At-Tirmidzi no. 2695)

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻣَﻦْ ﺗَﺸَﺒَّﻪَ ﺑِﻘَﻮْﻡٍ ﻓَﻬُﻮَ ﻣِﻨْﻬُﻢْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”.
(HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)

5.Tabarruj (memamerkan kecantikan) wanita, dan keluarnya mereka dari rumahnya tanpa keperluan yang dibenarkan syariat agama.

ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺒَﺮَّﺟْﻦَ ﺗَﺒَﺮُّﺝَ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ ﺍﻟْﺄُﻭﻟَﻰٰ

Dan janganlah kalian (para wanita) bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu. [al-Ahzâb/33:33].

Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa‘di ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata,
Arti ayat ini: janganlah kalian (wahai para wanita) sering keluar rumah dengan berhias atau memakai wewangian, sebagaimana kebiasaan wanita-wanita jahiliyah yang dahulu, mereka tidak memiliki pengetahuan (agama) dan iman. Semua ini dalam rangka mencegah keburukan (bagi kaum wanita) dan sebab-sebabnya
(Taisiirul Kariimir Rahmaan karya Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa‘di).

Al-Qurthubi menjelaskan

ﻭَﺍﻟﺘَّﺒَﺮُّﺝُ : ﺍﻟﺘَّﻜَﺸُّﻒُ ﻭَﺍﻟﻈُّﻬُﻮﺭُ ﻟِﻠْﻌُﻴُﻮﻥِ، ﻭَﻣِﻨْﻪُ : ﺑُﺮُﻭﺝٌ ﻣُﺸَﻴَّﺪَﺓٌ . ﻭَﺑُﺮُﻭﺝُ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺳْﻮَﺍﺭِ، ﺃَﻱْ ﻟَﺎ ﺣَﺎﺋِﻞَ ﺩُﻭﻧَﻬَﺎ ﻳَﺴْﺘُﺮُﻫَﺎ

Tabarruj artinya menyingkap dan menampakkan diri sehingga terlihat pandangan mata. Contohnya kata: ’buruj musyayyadah’ (benteng tinggi yang kokoh), atau kata: ’buruj sama’ (bintang langit), artinya tidak penghalang apapun di bawahnya yang menutupinya. (Tafsir al-Qurthubi, 12/309).

Ibnul Jauzi dalam tafsirnya
Pertama, Abu ubaidah,
ﺍﻟﺘﺒﺮُّﺝ : ﺃﻥ ﻳُﺒْﺮِﺯﻥ ﻣﺤﺎﺳﻨﻬﻦ

Tabarruj: wanita menampakkan kecantikannya (di depan lelaki yang bukan
mahram).

Kedua, keterangan az-Zajjaj,
ﺍﻟﺘﺒﺮُّﺝ : ﺇِﻇﻬﺎﺭ ﺍﻟﺰِّﻳﻨﺔ ﻭﻣﺎ ﻳُﺴﺘﺪﻋﻰ ﺑﻪ ﺷﻬﻮﺓُ ﺍﻟﺮﺟﻞ

Tabarruj: menampakkan bagian yang indah (aurat) dan segala yang mengundang syahwat lelaki (non mahram).[Zadul Masir fi Ilmi at-Tafsir, 3/461].

Beberapa bentuk tabaruj

--Berjilbab namun telanjang
Ini bertentangan dengan makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ﻳُﺪْﻧِﻴْﻦَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻦَّ ﻣِﻦْ ﺟَﻼَﺑِﻴْﺒِﻬِﻦَّ

Hendaknya mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka
[al-Ahzaab/33: 59].

--Berjilbab dan pakaian yang tipis atau transparan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata: Adapun pakaian tipis maka itu akan semakin menjadikan seorang wanita bertambah (terlihat) cantik dan menggoda. Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Akan ada di akhir umatku (nanti) wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, di atas kepala mereka (ada perhiasan) seperti punuk unta, laknatlah mereka karena (memang) mereka itu terlaknat (dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala).

Dalam hadits lain ada tambahan:Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak dapat mencium bau (wangi)nya, padahal sungguh wanginya dapat dicium dari jarak sekian dan sekian

Imam Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata: Maksud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam hadits ini) adalah wanita-wanita yang mengenakan pakaian (dari) bahan tipis yang transparan dan tidak menutupi (dengan sempurna), maka mereka disebut berpakaian tapi sejatinya mereka telanjang.

--Wanita yang keluar rumah dengan memakai minyak wangi.
Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam betrsabda: “Seorang wanita, siapapun dia, jika dia (keluar rumah dengan) memakai wangi-wangian, lalu melewati kaum laki-laki agar mereka mencium bau wanginya maka wanita itu adalah seorang pezina. (HR an-Nasa’i (no. 5126),

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan larangan ini juga berlaku bagi wanita yang keluar rumah memakai wangi-wangian untuk shalat berjamaah di mesjid, maka tentu larangan ini lebih keras lagi bagi wanita yang keluar rumah untuk ke pasar, toko dan tempat-tempat lainnya.

Imam al-Haitami menegaskan bahwa keluar rumahnya seorang wanita dengan memakai wangi-wangian dan bersolek, ini termasuk dosa besar meskipun diizinkan oleh suaminya

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang perempuan keluar rumah dengan memakai atau menyentuh wangi-wangian dikarenakan hal ini sungguh merupakan sarana (sebab) untuk menarik perhatian laki-laki kepadanya. Karena baunya yang wangi, perhiasannya, posturnya dan kecantikannya yang diperlihatkan sungguh mengundang (hasrat laki-laki) kepadanya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang wanita ketika keluar rumah (untuk shalat berjamaah di mesjid) agar tidak memakai wangi-wangian, berdiri (di shaf) di belakang jamaah laki-laki, dan tidak bertasbih (sebagaimana yang diperintahkan kepada laki-laki) ketika terjadi sesuatu dalam shalat, akan tetapi (wanita diperintahkan untuk) bertepuk tangan (ketika terjadi sesuatu dalam shalat). Semua ini dalam rangka menutup jalan dan mencegah terjadinya kerusakan (fitnah)(Kitab “I’lamul muwaqqi’iin” (3/178).

--Wanita yang memakai pakaian yang menyerupai pakaian laki-laki.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan, dan perempuan yang mengenakan pakaian laki-laki. ( HR Abu Dawud (no. 4098),

Dari Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki. (HSR al-Bukhari (no. 5546).

Dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma pernah ditanya tentang wanita yang memakai sendal (yang khusus bagi laki-laki), maka beliau menjawab: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyerupai laki-laki
(HR Abu Dawud (no. 4099) dan dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani).

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah pernah ditanya tentang seorang yang memakaikan budak perempuannya sarung yang khusus untuk laki-laki, maka beliau berkata: “Tidak boleh dia memakaikan padanya pakaian (model) laki-laki, tidak boleh dia menyerupakannya dengan laki-laki (Kitab “Masa-ilul imam Ahmad)

-- Wanita yang memakai pakaian syuhrah, yaitu pakaian yang modelnya berbeda dengan pakaian wanita pada umumnya, dengan tujuan untuk membanggakan diri dan populer.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat (nanti), kemudian dinyalakan padanya api Neraka.
HR Abu Dawud (no. 4029)

Hal tersebut diharamkan di dalam syari’at ini, Dalam suatu hadits disebutkan bahwa ada dua golongan dari ahli neraka yang tidak pernah dilihat oleh Nabi: ….salah satu di antaranya adalah wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang (tidak menutup seluruh tubuhnya, atau berpakaian namun tipis, atau berpakaian ketat) yang melenggak-lenggokkan kepala. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium bau surga.” (HR. Muslim)

6. Ngelencer dengan Ikhtilath (percampuran) antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya tanpa dipisah

ﺃَﻧَّﻪُ ﺳَﻤِﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻭَﻫُﻮَ ﺧَﺎﺭِﺝٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﻓَﺎﺧْﺘَﻠَﻂَ ﺍﻟﺮِّﺟَﺎﻝُ ﻣَﻊَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﻓِﻲ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳﻖِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟِﻠﻨِّﺴَﺎﺀِ ﺍﺳْﺘَﺄْﺧِﺮْﻥَ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻟَﻴْﺲَ ﻟَﻜُﻦَّ ﺃَﻥْ ﺗَﺤْﻘُﻘْﻦَ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻦَّ ﺑِﺤَﺎﻓَّﺎﺕِ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳﻖِ ﻓَﻜَﺎﻧَﺖِ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﺗَﻠْﺘَﺼِﻖُ ﺑِﺎﻟْﺠِﺪَﺍﺭِ ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﻥَّ ﺛَﻮْﺑَﻬَﺎ ﻟَﻴَﺘَﻌَﻠَّﻖُ ﺑِﺎﻟْﺠِﺪَﺍﺭِ ﻣِﻦْ ﻟُﺼُﻮﻗِﻬَﺎ ﺑِﻪِ

Bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di saat beliau keluar dari masjid, sedangkan orang-orang laki-laki ikhthilath (bercampur-baur) dengan para wanita di jalan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para wanita: “Minggirlah kamu, karena sesungguhnya kamu tidak berhak berjalan di tengah jalan, kamu wajib berjalan di pinggir jalan.” Maka para wanita merapat di tembok/dinding sampai bajunya terkait di tembok/dinding karena rapatnya. (HR Bukhari).

7. Berhias yang melangar syariat
Ex Dengan Mencukur Jenggot.
Perkara ini sudah banyak dilakukan manusia lalam rangka melecehkan sunah Nabi. Padahal mencukur jenggot merupakan perbuatan yang diharamkan dalam agama Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits yang shahih yang berisi perintah untuk memanjangkan jenggot agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir yang kita diperintah untuk menyelisihi mereka. Selain berkaitan dengan hal itu, memanjangkan jenggot termasuk fithrah (bagi laki-laki) yang tidak boleh kita rubah. Dalil-dalil tentang keharaman mencukur jenggot terdapat dalam kitab-kitab Imam Madzhab yang empat yang telah dikenal.

8. Salaman / Berjabat Tangan Dengan Wanita Yang Bukan Mahram.

Umumnya kaum muslimin terjebak dengan perkara teradisi salaman ini hampir2 tidak ada yang selamat darinya kecuali orang yang dirahmati Allah.
Perbuatan ini haram berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

َﻷَﻥْ ﻳُﻄْﻌَﻦَ ﻓِﻲْ ﺭَﺃْﺱِ ﺭَﺟُﻞٍ ﺑِﻤَﺨِﻴْﻂٍ ﻣِﻦْ ﺣَﺪِﻳْﺪٍ، ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَﻪُ ﻣَﻦْ ﺃَﻥْ ﻳَﻤَﺲَّ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓً ﻻَ ﺗَﺤِﻞُّ ﻟَﻪُ

Seseorang ditusukkan jarum besi pada kepalanya adalah lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya” [Hadits Shahih, Lihta takhrijnya secara panjang lebar dalam “Juz’u Ittiba’ is Sunnah No. 15 oleh Adl-Dliya Al-Maqdisi -dengan tahqiqku]

Keharaman perbuatan ini diterangkan juga dalam kitab-kitab empat Imam Madzhab yang terkenal [Lihat ‘Syarhu An Nawawi]

9.Masuk Dan Bercengkerama Dengan Wanita-Wanita Yang Bukan Mahram.
Hal ini dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau.

ﺇِﻳَّﺎﻛُﻢْ ﻭَﺍﻟﺪُّﺧُﻮْﻝَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺄَﻧْﺼَﺎﺭِ : ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺃَﻓَﺮَﺃَﻳْﺖَ ﺍﻟْﺤَﻤْﻮَ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﺍَﻟْﺤَﻤْﻮُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ

“Artinya : Hati-hatilah kalian masuk untuk menemui para wanita”. Maka berkata salah seorang pria Anshar : “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang Al-Hamwu” Beliau berkata : “Al-Hamwu adalah maut” [Hadits Riwayat Bukhari 5232, Muslim 2172 dari ‘Uqbah bin Amir]

Al- Allamah Az-Zamakhsyari berkata dalam menerangkan “Al-Hamwu”
“Al-Hamwu bentuk jamaknya adalah Ahmaa’ adalah kerabat dekat suami seperti ayah,saudara laki-laki, pamannya dan selain mereka… Dan sabda beliau : “Al-Hamwu adalah maut” maknanya ia dikelilingi oleh kejelekan dan kerusakan yang telah mencapai puncaknya sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakannya dengan maut, karena hal itu merupakan sumber segala bencana dan kebinasaan. Yang demikian karena Al-Hamwu lebih berbahaya daripada orang lain yang tidak dikenal. Sebab kerabat dekat yang bukan mahram terkadang tidak ada kekhawatiran atasnya atau merasa aman terhadap mereka, lain halnya dengan orang yang bukan kerabat. Dan bisa jadi pernyataan “Al-Hamwu adalah mau” merupakan do’a kejelekan…” [“Al-Faiq fi Gharibil Hadits” 9 1/318, Lihat “An-Nihayah 1/448, Gharibul Hadits 3/351 dan Syarhus Sunnah 9/26,27]

10. Boros Dalam Membelanjakan Harta Yang Tidak Ada Manfaatnya Dan Tidak Ada Kebaikan Padanya.
Allah berfirman.
ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺴْﺮِﻓُﻮﺍ ۚ ﺇِﻧَّﻪُ ﻟَﺎ ﻳُﺤِﺐُّ ﺍﻟْﻤُﺴْﺮِﻓِﻴﻦَ
Janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” [Al-An’am : 141]
ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺒَﺬِّﺭْ ﺗَﺒْﺬِﻳﺮًﺍ ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺒَﺬِّﺭِﻳﻦَ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﺇِﺧْﻮَﺍﻥَ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦِ

Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat boros itu adalah saudaranya syaitan” [Al-Isra : 26-27]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ﻟَﺎ ﺗَﺰُﻭﻝُ ﻗَﺪَﻣَﺎ ﻋَﺒْﺪٍ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺴْﺄَﻝَ ﻋَﻦْ ﺃَﺭْﺑَﻊٍ ﻋَﻦْ ﻋُﻤُﺮِﻩِ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺃَﻓْﻨَﺎﻩُ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﺴَﺪِﻩِ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺃَﺑْﻠَﺎﻩُ ﻭَﻋَﻦْ ﻣَﺎﻟِﻪِ ﻣِﻦْ ﺃَﻳْﻦَ ﺍﻛْﺘَﺴَﺒَﻪُ ﻭَﻓِﻴﻤَﺎ ﻭَﺿَﻌَﻪُ
Tidak akan berpindah kedua kaki anak Adam pada hari kiamat dari sisi Rabb-nya hingga ditanya tentang … dan hartanya dari mana ia perolah dan ke mana ia infakkan (HR Muslim)

11. Kebanyakan Manusia Meninggalkan Shalat Berjama’ah Di Masjid Tanpa Alasan Syar’i Atau Mengerjakan Shalat Ied Tetapi Tidak Shalat Lima Waktu.

Demi Allah, Sesungguhnya Ini Adalah Salah Satu Bencana Yang Amat Besar.

12. Berdatangannya Sebagian Besar Orang-Orang Awam Ke Kuburan Setelah Fajar Hari Raya ; Mereka meninggalkan shalat Ied, dirancukan dengan bid’ah mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya. [Al-Madkhal 1/286 oleh Ibnu Hajj, Al-Ibda hal.135 oleh Ali Mahfudh dan Sunnanul Iedain hal.39 oleh Al-Syauqani]
Sebagian mereka meletakkan pada kuburan itu pelepah kurma dan ranting-ranting pohon !!

Semua ini tidak ada asalnya dalam sunnah.

13. Tidak Adanya Kasih Sayang Terhadap Fakir Miskin.
Sehingga anak-anak orang kaya memperlihatkan kebahagiaan dan kegembiraan dengan bebagai jenis makanan yang mereka pamerkan di hadapan orang-orang fakir dan anak-anak mereka tanpa perasaan kasihan atau keinginan untuk membantu dan merasa bertanggung jawab. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ﻻَﻳُﻮْ ﻣِﻦ ﺍﺣﺪ ﻛُﻢْ ﺣﺘَّﻰ ﻳﺤﺐُ ﻷﺧﻴﻪ ﻣﺎ ﺑﺤﺐ ﻟﻨﻔْﺴﻪ
Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya” [Hadits Riwayat Bukhari 13 dan Muslim 45, An-Nasa’i 8/115 dan Al-Baghawi 3474 meriwayatkan dengan tambahan ; “dari kebaikan” dan isnadnya Shahih]

14. Bid’ah-bid’ah yang dilakukan oleh kebanyakan orang yang dianggap syaikh dengan pengakuan bertaqqarub kepada Allah Ta’ala, padahal tidak ada asalnya sama sekali dalam agama Allah.

Bid’ah itu banyak sekali. Aku hanya menyebutkan satu saja di antaranya, yaitu kebanyakan para khatib dan pemberi nasehat menyerukan untuk menghidupkan malam hari Id (dengan ibadah) dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Tidak hanya sebatas itu yang mereka perbuat, bahkan mereka menyandarkan hadits palsu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu hadits yang berbunyi.

ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﻴَﺎ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ، ﻭَﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍْﻷَﺿْﺤَﻰ، ﻟَﻢْ ﻳَﻤُﺖْ ﻗَﻠْﺒُﻪُ، ﻳَﻮْﻡَ ﺗَﻤُﻮْﺕُ ﺍﻟْﻘُﻠُﻮْﺏُ

Barangsiapa yang menghidupkan malam Idul Fithri dan Idul Adha maka hatinya tidak akan mati pada hari yang semua hati akan mati” [Hadits ini palsu (maudlu’), diterangkan oleh ustazd kami Al-Albani dalam “Silsilah Al-Ahadits Adl-Dlaifah” 520-521]

Hadits ini tidak boleh sama sekali disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bergadang pada malam hari raya tidak dibenarkan dalam syariat

15. Mengadakan acara pentas musik atau mendatanginya dengan dalalil bersenang2 pada hari raya.

Wallahu ta 'alam

http:// Abuafka.blogspot.com

Sabtu, 24 Juni 2017

ADAB MENUJU MUSOLLA

BISMILLAH

Adab-Adab mengerjakan shalat 'Ied

1. Disyariatkan Mandi dahulu

عَنِ ابْنِ السَّبَّاقِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: يَا مَعْشَرَ اْلمُسْلِمِيْنَ، اِنَّ هذَا (يَوْمَ اْلجُمُعَةِ) يَوْمٌ جَعَلَهُ اللهُ عِيْدًا فَاغْسِلُوْا. مالك فى الموطأ 1: 65، رقم: 113
Dari Ibnus Sabbaaq, bahwasanya Rasulullah Shallahu 'alaihi Wasallam bersabda, "Hai kaum Muslimin, hari (Jum'ah) ini adalah satu hari yang Allah jadikan hari raya. Karena itu hendaklah kamu mandi". [HR. Malik, dalam Al-Muwaththa’  juz 1, hal. 65, no. 113]

-- Dari Nafi bahwasannya Ibnu Umar mandi pada hari Idul Fitri sebelum beliau keluar menuju mushalla (tanah lapang). [Riwayat Imam Malik]

-- Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ditanya tentang mandi (yang disyariatkan), maka ia berkata : “(Mandi pada) hari Jumat, hari Arafah, hari an-Nahr (Adha) dan hari (Idul) Fitri”. [Diriwayatkan oleh asy Syafi’i]

2. Mengenakan Pakaian yang Terbaik dan berhias

عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يَلْبَسُ بُرْدَ حِبَرَةٍ فِى كُلّ عِيْدٍ. البيهقى 3: 280

--Dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Nabi  biasa memakai kain buatan Yaman pada tiap-tiap hari raya. [HR. Baihaqiy juz 3, hal. 280]

--Dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma disebutkan bahwa Umar mengambil sebuah jubah yang dijual di pasar, dan membawanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia berkata : “ Wahai Rasulullah, belilah ini. Berhiaslah dengannya pada hari Ied dan saat menerima utusan…”. [HR. Al -Bukhary dan Muslim]

3. Makan sebelum berangkat kemusolla

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ ص لاَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَ لاَ يَطْعَمُ يَوْمَ اْلاَضْحَى حَتَّى يُصَلّيَ. الترمذى 2: 27، رقم: 540
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, "Dahulu Rasulullah  tidak pergi Shalat Hari Raya 'Iedul Fithri melainkan sesudah makan. Dan tidak makan pada Hari Raya 'Iedul Adlha melainkan sesudah kembali dari shalat". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 27, no. 540]

--Dari Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak keluar pada hari Idul Fitri sampai beliau makan beberapa butir kurma”. [HR. Al Bukhary, at Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad]
Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak keluar pada hari Idul Fitri hingga beliau makan, dan pada hari Qurban, beliau tidak makan sampai beliau kembali dan makan dari hewan sembelihannya”. [Hadits hasan, riwayat at Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad]

4.Sunah yang ditinggalkan Bertakbir saat Berjalan Menuju Mushalla
Allah Ta’ala berfirman,
ﻭَﻟِﺘﻜْﻤِﻠﻮُﺍ ﺍﻟﻌِﺪَّﺓَ ﻭَﻟِﺘﻜﺒِّﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻋَﻠﻰَ ﻣَﺎ ﻫَﺪَﺍﻛﻢْ ﻭَﻟَﻌَﻠﻜُﻢْ ﺗَﺸْﻜُﺮُﻭْﻥَ
“Dan cukupkanlah bilangannya, dan agungkanlah Allah atas petunjuk yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur ”. [QS. 2 : 185]

--Disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau keluar pada hari Idul Fitri, beliau bertakbir sampai tiba di mushalla, dan sampai beliau menyelesaikan shalat. Jika telah melaksanakan shalat, beliau berhenti bertakbir. [HR. Ibnu Abi Syaibah. Hadits mursal namun memiliki beberapa penguat]

--Dari Ibnu Umar : Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar pada dua Ied bersama al-Fadhl ibnu Abbas, Abdullah ibnul Abbas, Ali, Ja’far, al-Hasan, al-Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah dan Aiman ibnu Ummi Aiman, dan beliau meninggikan suaranya dengan tahlil dan takbir. [ HR. al-Baihaqi hadits ini  dihasan)

5. Waktu dan tempat takbir hari raya
عَنِ الزُّهْرِيّ اَنَّهُ قَالَ:كَانَ النَّبِيُّ ص يَخْرُجُ يَوْمَ اْلفِطْرِ فَيُكَبّرُ  مِنْ حِيْنِ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ حَتَّى يَأْتِيَ اْلمُصَلَّى. ابو بكر النجاد، مرسل فى نيل الاوطار 3: 327

Dari Az-Zuhriy, ia berkata, "Dahulu Nabi keluar untuk shalat Hari Raya 'Iedul Fithri dengan takbir mulai dari rumahnya hingga tiba ditempat shalat". [HR. Abu Bakar An-Najjaad, mursal, Nailul Authar juz 3, hal. 327]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ  يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيْرِ وَ التَّهْلِيْلِ حِيْنَ خُرُوْجِهِ اِلَى اْلعِيْدِ يَوْمَ اْلفِطْرِ حَتَّى يَأْتِيَ اْلمُصَلَّى. البيهقى و الحاكم، في نيل الاوطار 3: 327، ضعيف

Dari Ibnu Umar, "Bahwasanya Nabi Shallahu 'alaihi Wasallam bertakbir dan bertahlil dengan suara keras ketika keluar pergi shalat hari Raya 'Iedul Fithri hingga tiba di tempat shalat". [HR. Baihaqi dan Hakim, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 327, dla’if]

قَالَ النَّبِيُّ ص:زَيّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْرِ.الطبراني، غريب، في نيل الاوطار

Nabi Shallalahu 'alahi Wasallam bersabda, "Hiasilah Hari Raya-Hari Raya kamu dengan takbir". [HR. Thabrani, Gharib, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 327]

Waktu dan tempat bertakbir hari raya menurut hadits yang shahih

عَنْ اُمّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: اَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ نُخْرِجَهُنَّ فيِ اْلفِطْرِ وَ اْلاَضْحَى اْلعَوَاطِقَ وَ اْلحُيَّضَ وَ ذَوَاتِ اْلخُدُوْرِ، فَاَمَّا اْلحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاَةَ. مسلم 2: 606
Dari Ummu 'Athiyah, ia berkata, "Rasulullah memerintahkan kepada kami untuk membawa keluar anak-anak perempuan yang hampir baligh, perempuan-perempuan haidl dan anak-anak perempuan yang masih gadis, pada Hari Raya 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adha. Adapun wanita-wanita yang haidl itu mereka tidak shalat". [HSR. Muslim, juz 2, hal. 606]

و للبخاري  قَالَتْ اُمُّ عَطِيَّةَ: كُنَّا نُؤْمَرُ اَنْ نُخْرِجَ اْلحُيَّضَ فَيُكَبّرْنَ بِتَكْبِيْرِهِمْ. في نيل الاوطار 3: 324
Dan bagi Imam Bukhari, Ummu 'Athiyah berkata, "Kita diperintahkan supaya membawa keluar wanita-wanita haidl lalu bertakbir bersama-sama dengan orang banyak". [Dalam Nailul Authar juz 3, hal. 324]

6. Mengambil dua jalan

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا خَرَجَ يَوْمَ اْلعِيدِ فِى طَرِيْقٍ رَجَعَ فِي غَيْرِهِ. الترمذى 2: 26، رقم: 539
Dari Abu Hurairah, ia berkata "Dahulu Rasulullah SAW apabila melewati jalan saat pergi Shalat Hari Raya, maka ketika pulang beliau mengambil jalan lain (dari yang telah dilalui waktu pergi)". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 26, no. 539]

7. Menyelisihi Jalan Menuju Mushalla dan Saat Kembali
Diriwayatkan dari Jabir binAbdillah radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyelisihi jalannya pada hari Ied”. [ HR. al Bukhary]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika pergi menuju (shalat) Ied maka beliau akan kembali dengan melalui jalan yang bukan jalan yang ditempuhnya saat pergi”. [HR. Ibnu Majah dan lain-lain]

8. Dianjurkan Berjalan Menuju Shalat Ied
Dari Ali radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Termasuk sunnah engkau keluar menuju Ied dengan berjalan”. [Riwayat at Tirmidzi, dha’if ].

Riwayat diatas dikuatkan dengan hadits Ibnu Umar, bahwa “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pergi menuju Ied dengan berjalan dan kembali dengan berjalan”. [HR. Ibnu Majah]
Hal ini jika tempat shalatnya dekat dan tidak memberatkan untuk berjalan. Jika membutuhkan kendaraan, maka tidak ada halangan untuk melakukannya.

9. Dianjurkan Bersegera pada Pagi Hari Menuju Tanah Lapang
Yaitu setelah shalat shubuh untuk mendapatkan tempat duduk dan bertakbir sambil menunggu imam datang.

10. Mengajak wanita dan anak-anak menghadiri Ied
Dari Ummu Athiyyah radhiyallahu ‘anha , ia berkata : Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan mereka pada hari Fitri dan Adha; (yaitu) para wanita, wanita-wanita haid dan gadis-gadis dalam pingitan. Adapun wanita-wanita haid, mereka tidak melaksanakan shalat. Mereka menghadiri kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Aku berkata : “Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab?”. Beliau bersabda : “Hendaknya saudarinya memakaikannya dari jilbabnya (yang lain)”. [Terjemah HR. Al Bukhary dan Muslim]
Wajib bagi kaum wanita untuk menjaga adab-adab keluar rumah, dengan tidak berhias atau memakai wewangian sebagaimana yang telah dimaklumi.

11. Waktu shalat hari raya
قَالَ جُنْدَبٌ:كَانَ النَّبِيُّ ص يُصَلّى بِنَا يَوْمَ اْلفِطْرِ وَالشَّمْسُ عَلَى قَيْدِ رُمْحَيْنِ وَ اْلاَضْحَى عَلَى قَيْدِ رُمْحٍ. احمد بن حسن، في نيل الاوطار 3: 333
Telah berkata Jundab, "Adalah Nabi shalat Hari Raya 'Iedul Fithri bersama kami di waktu matahari tingginya sekadar dua batang tombak dan beliau shalat Hari Raya 'Iedul Adha diwaktu matahari tingginya sekadar satu batang tombak". [HR. Ahmad bin Hasan, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 333]

12. Shalat sebelum khutbah
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص وَ اَبُوْ بَكْرٍ وَ عُمَرُ رض يُصَلُّوْنَ اْلعِيْدَيْنِ قَبْلَ اْلخُطْبَةِ. البخارى 2: 5
Dari Ibnu Umar, ia berkata, "Dahulu Rasulullah Shallahu 'alaihi Wasallam, Abu Bakar dan Umar shalat dua Hari Raya sebelum khutbah". [HR. Bukhari juz 2, hal. 5]

13. Shalat hari raya tanpa adzan dan iqamah

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيّ ص اْلعِيْدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ اَذَانٍ وَ لاَ اِقَامَةٍ. مسلم 2: 604
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata "Saya shalat dua Hari Raya bersama Rasulullah  bukan hanya sekali atau dua kali, (semuanya) tanpa adzan dan iqamah". [HSR. Muslim juz 2, hal. 604]

14. Hari raya pada hari Jum'ah

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ  قَالَ: اِجْتَمَعَ عِيْدَانِ فيِ يَوْمِكُمْ هذَا، فَمَنْ شَاءَ اَجْزَأَهُ مِنَ اْلجُمُعَةِ وَ اِنَّا مُجَمّعُوْنَ اِنْ شَاءَ اللهُ. ابن ماجه 1: 416، رقم: 1311
Dari Ibnu ‘Abbas, dari Rasulullah,beliau bersabda, "Telah terhimpun pada hari ini dua hari raya (hari Raya dan Jum'ah). Maka barangsiapa mau, cukuplah shalat ini buat dia, tidak perlu lagi shalat Jum'ah, tetapi kami tetap akan mendirikan shalat Jum'ah, insyaa-allooh". [HR. Ibnu Majah dan Ibnu Majah juz 1, hal. 416, no. 1311]

15. Shalat dan khutbah di tanah lapang
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّهُ اَصَابَهُمْ مَطَرٌ فيِ يَوْمِ عِيْدٍ فَصَلَّى بِهِمُ  النَّبِيُّ ص صَلاَةَ الْعِيْدِ فيِ اْلمَسْجِدِ. ابو داود 1: 301 رقم: 1160، ضعيف
Dari Abu Hurairah bahwasanya pada suatu hari Raya, para shahabat kehujanan, maka Nabi mengerjakan shalat Hari Raya bersama mereka di masjid. [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 301, no. 1160, dla’if]

Keterangan :

Menurut kebiasaan memang Nabi mengerjakan shalat dan khutbah hari Raya di tanah lapang. Tetapi hal itu tidak menunjukkan kepada hukum wajib. Sesuatu perbuatan bisa menunjukkan kepada hukum wajib jika disertai dengan perintah.

Kebanyakan ulama memandang bahwa Nabi  mengerjakan yang demikian itu bukan karena tidak shah dikerjakan di masjid, tetapi karena tak cukup tempat di masjid, sebab pada waktu itu orang-orang yang berkumpul pada hari Raya lebih banyak dari pada hari-hari yang lain.

Dari seluruh pembicaraan tersebut, nyatalah bahwa shalat Hari Raya di masjid itu tidak terlarang, apalagi jika turun hujan atau lain-lain halangan. Oleh karena itu perkataan Abu Hurairah tadi walaupun lemah riwayatnya tetapi shahih maknanya. Perlu dijelaskan bahwa Rasulullah shalat di tanah lapang itu diambil dari pengertian Mushalla :

اَلْمُصَلَّى مَوْضِعٌ بِبَابِ اْلمَدِيْنَةِ الشَّرْقِيّ. فقه السنة 1: 268
"Mushalla itu adalah suatu tempat di pintu gerbang Madinah sebelah timur". [Fiqhus Sunnah juz 1, hal. 268]
اَلْمُصَلَّى مَوْضِعٌ  بَيْنَهُ وَ بَيْنَ اْلمَسْجِدِ اَلْفَ ذِرَاعٍ. فقه السنة 1: 271
"Mushalla itu tempatnya sejauh 1.000 hasta dari masjid Madinah" [Fiqhus Sunnah juz 1]

16. Takbir dalam shalat pada dua hari raya

Takbir shalat pada dua Hari Raya (Hari Raya 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adha), dilaksanakan dengan 7 kali pada rekaat pertama, dan 5 kali pada rekaat yang kedua sebelum membaca Al-Fatihah.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi maupun perbuatan para shahabat.:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ قَالَ:قَالَ نَبِيُّ اللهِ ص: اَلتَّكْبِيْرُ فيِ اْلفِطْرِ سَبْعٌ فيِ اْلاُوْلَى وَ خَمْسٌ فيِ اْلآخِرَةِ وَ اْلقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا. ابو داود 1: 299، رقم: 1151
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash, ia berkata : Nabi Allah bersabda, “Takbir pada (shalat) ‘Iedul Fithri adalah 7 kali di rekaat pertama dan 5 kali di rekaat yang akhir (kedua). Adapun bacaan, sesudah kedua-duanya itu". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 299, no. 1151]
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص كَبَّرَ فِى اْلعِيْدِ يَوْمَ اْلفِطْرِ سَبْعًا فِى اْلاُوْلىَ وَ فِى اْلاخِرَةِ خَمْسًا سِوَى تَكْبِيْرَةِ الصَّلاَةِ. الدارقطنى 2: 48
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah bertakbir dalam shalat hari raya 'Iedul Fithri tujuh takbir pada rekaat pertama dan lima takbir pada rekaat kedua, selain takbir (yang biasa dalam) shalat. [HR. Daruquthni, juz 2, hal. 48]

Tentang atsar (perbuatan) para shahabat, diriwayatkan :
عَنْ نَافِعٍ مَوْلىَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ اَنَّهُ قَالَ: شَهِدْتُ اْلاَضْحَى وَ اْلفِطْرَ مَعَ اَبِى هُرَيْرَةَ فَكَبَّرَ فيِ الرَّكْعَةِ اْلاُوْلىَ سَبْعَ تَكْبِيْرَاتٍ قَبْلَ اْلقِرَاءَةِ وَ فِى اْلآخِرَةِ خَمْسَ تَكْبِيْرَاتٍ قَبْلَ اْلقِرَاءَةِ. مالك فى الموطأ
Dari Nafi', maula Abdullah bin 'Umar, bahwa dia berkata, "Aku pernah menyaksikan 'Iedul Adha dan 'Iedul Fithri bersama Abu Hurairah. Maka ia bertakbir di rekaat pertama 7 takbir sebelum membaca, dan di rekaat kedua 5 takbir sebelum membaca". [HR. Malik, Muwaththa’ juz 1, hal. 180]

عَنْ عَطَاءٍ قَالَ: كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يُكَبّرُ فيِ اْلعِيْدَيْنِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ تَكْبِيْرَةً. سَبْعٌ فيِ اْلاُوْلىَ وَ خَمْسٌ فيِ اْلآخِرَةِ. البيهقى 3: 289
Dari 'Atha', ia berkata, "Adalah Ibnu 'Abbas bertakbir di dua Hari Raya 12 takbir, yaitu 7 di rekaat pertama dan 5 di rekaat yang kedua". [HR. Baihaqi juz 3, hal. 289]

17.Bacaan takbir hari raya

Bacaan Takbir pada hari Raya yang bersumber dari shahabat Umar dan Ibnu Mas'ud adalah :

اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ، لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اللهُ اَكْبَرُ،اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ اْلحَمْدُ. فى نيل الاوطار 3 :358، فقه السنة 1: 275
(Alloohu Akbar, Alloohu Akbar, Laa ilaaha illalloohu walloohu Akbar Alloohu Akbar wa lillaahil-hamdu).

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan (yang sebenarnya) melainkan Allah, dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan kepunyaan Allah-lah segala pujian. [Dalam Nailul Authar juz 3 hal. 358, Fiqhus Sunnah juz 1 hal. 275]

ﻛﺒﺮﻭﺍ : ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻛﺒﻴﺮﺍ
“Bertakbirlah! : Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar kabiira ”. [Riwayat Imam al-Baihaqi dengan sanad yang shahih]

FAEDAHNYA : Imam al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Kitab Fathul Bary (II/ 536) :
Pada masa sekarang telah diada-adakan tambahan (dalam takbir) yang tidak ada asal-usulnya (dalam Syariat)”.
Itu di zaman beliau… Bagaimana lagi di masa kita sekarang?! TAKBIRAN MAKAI NALPOT, PAKAI ALAT MUSIK, JOGETAN, PAWAI DAN LAIN-LAIN.

18. Ucapan pada hari raya

Para shahabat Nabi SAW jika bertemu di antara mereka pada Hari Raya, mereka mengucapkan :

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ.
"Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kamu"

Jubair bin Nufair meriwayatkan :

كَانَ اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص اِذَا تَلَقَّوْا يَوْمَ اْلعِيْدِ يَقُوْلُ  بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ. جبير بن نفير

Para shahabat Rasulullah SAW jika bertemu satu dengan yang lain pada Hari Raya saling mengucapkan, “Taqobbalalloohu minnaa wa minkum”. [HR. Jubair bin Nufair]

http:// Abuafka.blogspot.com

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM BERZAKAT FITRAH

Bismillah

Zakat fitrah adalah Zakat berupa makanan pokok dalam suatu daerah, yang dikeluarkan sebelum shalat 'Idul Fithri

ﻓَﺮَﺽَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻃُﻬْﺮَﺓً ﻟِﻠﺼَّﺎﺋِﻢِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻐْﻮِ ﻭَﺍﻟﺮَّﻓَﺚِ ﻭَﻃُﻌْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦِ ﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻰَ ﺯَﻛَﺎﺓٌ ﻣَﻘْﺒُﻮﻟَﺔٌ ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻰَ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara 10 sedekah.” (HR. Abu Daud, no. 1609; Ibnu Majah, no. 1827. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM SEPUTAR ZAKAT FITHRAH

1.Tidak berniat berzakat Fithri karena beranggapan miskin

2.Tidak melaksanakan Zakat Fithri

innama a'malu binniat

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata,

ﻓَﺮَﺽَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺗَﻤْﺮٍ ، ﺃَﻭْ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺷَﻌِﻴﺮٍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻭَﺍﻟْﺤُﺮِّ ، ﻭَﺍﻟﺬَّﻛَﺮِ ﻭَﺍﻷُﻧْﺜَﻰ ، ﻭَﺍﻟﺼَّﻐِﻴﺮِ ﻭَﺍﻟْﻜَﺒِﻴﺮِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ﻭَﺃَﻣَﺮَ ﺑِﻬَﺎ ﺃَﻥْ ﺗُﺆَﺩَّﻯ ﻗَﺒْﻞَ ﺧُﺮُﻭﺝِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied. (HR. Bukhari no. 1503 dan Muslim no. 984.)

3. Zakat diberikan dalam bentuk uang

ﻗِﻴﻞَ ﻟِﺄَﺣْﻤَﺪَ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺃَﺳْﻤَﻊُ : ﺃُﻋْﻄِﻲ ﺩَﺭَﺍﻫِﻢَ – ﻳَﻌْﻨِﻲ ﻓِﻲ ﺻَﺪَﻗَﺔِ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ – ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﺧَﺎﻑُ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﻳُﺠْﺰِﺋَﻪُ ﺧِﻠَﺎﻑُ ﺳُﻨَّﺔِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ .
Imam Ahmad ditanya dan aku pun menyimaknya. Beliau ditanya oleh seseorang, Bolehkah aku menyerahkan beberapa uang dirham untuk zakat fithri?” Jawaban Imam Ahmad, “Aku khawatir seperti itu tidak sah. Mengeluarkan zakat fithri dengan uang berarti menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.(Perkataan Abu Daud)

4. Jumlah yang dizakatkan kurang dari 1 sho’

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺳَﻌِﻴﺪٍ ﺍﻟْﺨُﺪْﺭِﻱِّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﻛُﻨَّﺎ ﻧُﺨْﺮِﺝُ ﻓِﻲ ﻋَﻬْﺪِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﻃَﻌَﺎﻡٍ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺃَﺑُﻮ ﺳَﻌِﻴﺪٍ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻃَﻌَﺎﻣَﻨَﺎ ﺍﻟﺸَّﻌِﻴﺮُ ﻭَﺍﻟﺰَّﺑِﻴﺐُ ﻭَﺍﻟْﺄَﻗِﻂُ ﻭَﺍﻟﺘَّﻤْﺮُ

Dari Abu Sa’id Radhiyalahu ‘anhu, dia berkata : “Kami dahulu di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari fithri mengeluarkan satu sha’ makanan”. Abu Sa’id berkata,”Makanan kami dahulu adalah gandum, anggur kering, keju, dan kurma kering.” [HR Bukhari, no. 1510.

--Satu sha’ = 2,157 kg (Shahih Fiqih Sunnah, 2/83).
--Satu sha’ = 3 kg (Taisirul Fiqh, 74; Taudhihul Ahkam, 3/74).
--Satu sha’ = 2,40 gr gandum yang bagus. (Syarhul Mumti’, 6/176).

5. Zakat diberikan setelah Shalat Idul Fithri

ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﺮَﺽَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻃُﻬْﺮَﺓً ﻟِﻠﺼَّﺎﺋِﻢِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻠَّﻐْﻮِ ﻭَﺍﻟﺮَّﻓَﺚِ ﻭَﻃُﻌْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦِ ﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺯَﻛَﺎﺓٌ ﻣَﻘْﺒُﻮﻟَﺔٌ ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻓَﻬِﻲَ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕِ

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara sia-sia dan perkataan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (‘Id), maka itu adalah zakat yang diterima. Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat (‘Id), maka itu adalah satu shadaqah dari shadaqah-shadaqah”. [HR Abu Dawud, no. 1609; Ibnu Majah, no. 1827, dan lain-lain]

6. Berzakat sebelum 2 hari mendekati Hari Raya Idul Fithri

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata,
ﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻰَ ﺯَﻛَﺎﺓٌ ﻣَﻘْﺒُﻮﻟَﺔٌ ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺩَّﺍﻫَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻬِﻰَ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕِ .
“Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

7. Zakat tidak diberikan pada Fakir Miskin atau salah sasaran.

ﻭَﻃُﻌْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦِ
Zakat fithri sebagai makanan untuk orang miskin.(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud , Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)

8. Kepala keluarga tidak membayarkan zakat bagi keluarga yang ditanggung

ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﻣَﺮَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺑِﺼَﺪَﻗَﺔِ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺼَّﻐِﻴﺮِ ﻭَﺍﻟْﻜَﺒِﻴﺮِ ﻭَﺍﻟْﺤُﺮِّ ﻭَﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻣِﻤَّﻦْ ﺗُﻤَﻮِّﻧُﻮْﻥَ
“Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan shadaqah fithri dari anak kecil dan orang tua, orang merdeka dan budak, dari orang-orang yang kamu tanggung”. [Hadits hasan. Lihat Irwa-ul Ghalil, no. 835]

9. Mengucapkan niat atau doa tertentu dalam pelaksanaan zakat

Yang paling rajih letak niat adalah di hati dan bukan di lisan, inilah yang disepakati para ulama.

10. Berzakat dengan bahan makanan yang jelek
11. Melarang berzakat transfer ke daerah lain

ﻭﺗﺤﺪﻳﺪ ﺍﻟﻤﻨﻊ ﻣﻦ ﻧﻘﻞ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺑﻤﺴﺎﻓﺔ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻴﻪ ﺩﻟﻴﻞ ﺷﺮﻋﻲ ﻭﻳﺠﻮﺯ ﻧﻘﻞ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻭﻣﺎ ﻓﻲ ﺣﻜﻤﻬﺎ ﻟﻤﺼﺤﻠﺔ ﺷﺮﻋﻴﺔ
Menyatakan tidak bolehnya menyalurkan zakat ke daerah lain yang sudah dibolehkan mengqashar shalat di sana tidaklah didukung oleh dalil syar’i. Tetap boleh saja menyalurkan zakat ke daerah lain, juga untuk hal semisal zakat jika ada alasan syar’i.(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Fatawa Al Kubro (5: 369)

12. Ditetapkanya panita mendapatkan uang dan beras lebih banyak dari fakir miskin.
13.Disebagian Masjid / mosolla yang digunakan pengumpulan zakat tidak mengumandangkan Azan dan menegakkan shalat.
14.Panitia zakat tidak mengucapkan Allahumma Shalli 'alaihim atau menyebutkan namanya.
15.Dan Lain2

http://Abuafka.blogspot.com

Jumat, 23 Juni 2017

THR ITU MUBAH KARENA HADIAH

Bismillah
Sabtu 29 Ramadhan 1438 H

Sungguh begitu cepat Ramadhan berlalu,bulan mubarak, bulan tarbiyah, bulan amal bagi orang yg mengharapkan balasan dari Rob-Nya, Ya Allah pertemukan kami dg Ramadhan tahun yg akan datang dengan motivasi dan amal yg lebih baik, sebab kita tidak tahu apakah ini Ramadhan terakhir buat kita atau belum.
Ramadhan adalah  Syahrul Syiam, syahrul qiyam, syahrul Qur'an, syahrul lailatul qadar, syahrul sodakoh, syahrul do'a, syahrul magfirah dan akan kah berbekas ke 11 bulan yang akan datang??

Muda2an Allah beri kita keberkahan dalam waktu yg singkat ini,
Begitu cepatnya waktu sampai2 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﻻَ ﺗَﻘُﻮﻡُ ﺍﻟﺴَّﺎﻋَﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺘَﻘَﺎﺭَﺏَ ﺍﻟﺰَّﻣَﺎﻥُ ﻓَﺘَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟﺴَّﻨَﺔُ ﻛَﺎﻟﺸَّﻬْﺮِ، ﻭَﻳَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟﺸَّﻬْﺮُ ﻛَﺎﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ، ﻭَﺗَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔُ ﻛَﺎﻟْﻴَﻮْﻡِ، ﻭَﻳَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡُ ﻛَﺎﻟﺴَّﺎﻋَﺔِ، ﻭَﺗَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟﺴَّﺎﻋَﺔُ ﻛَﺎﺣْﺘِﺮَﺍﻕِ ﺍﻟﺴَّﻌَﻔَﺔِ .
Tidak akan tiba hari Kiamat hingga zaman berdekatan, setahun bagaikan sebulan, sebulan bagaikan sepekan, sepekan bagaikan sehari, sehari bagaikan sejam dan sejam bagaikan terbakarnya pelepah pohon kurma.
Shahiihul Bukhari, kitab al-Fitan (XIII/81-82, al-Fath).

Tak terasa, sebentar lagi hari kemenangan yang ditunggu-tunggu pun akan segera tiba.Namun tidak semua manusia mendapatkan kemuliaan hidayah ini terutama 10 akhir Ramadhan agar mengikatkan tali pinggang dan mengajak keluarga beribadah.
Kebanyakan manusia diwaktu ini sibuk tawaf di mol dan pasar-pasar untuk menghabiskan uang THR katanya.

- Apa itu THR dan bagaimana sejarahnya?
- Apa status THR dalam Islam Zakat, Infak, Sedekah, Wakaf, Hibah, bonus atau Hadiah?

Al-Jawab THR adalah Singkatan dari Tunjangan Hari Raya,THR selalu menjadi bahan perbincangan bagi umat Islam menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri. THR bukan budaya lokal saja atau Tradisi-tradisi kultural di Indonesia menjelang lebaran pun turut menyemarakan namun beranah hukum, Tujuan THR untuk membantu masalah ekonomi dan kesejahteraan.

Menurut sejarahnya berawal tanggal 13 Februari 1952 oleh Kolase Soekiman Wirjosandjojo dari partai Masumi kemudian dilanjutkan  sekitar tahun 1994 lewat Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Per-04/Men/1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan.

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2016

TENTANG
TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN
BAGI PEKERJA/ BURUH DI PERUSAHAAN
PERATURAN MENTER! KETENAGAKERJAAN TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA/BURUH DI PERUSAHAAN.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Tunjangan Hari Raya Keagamaan yang selanjutnya disebut THR Keagamaan adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.
2. Hari Raya Keagamaan adalah Hari Raya Idul Fitri bagi Pekerja/Buruh yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi Pekerja/Buruh yang beragama Kristen Katholik dan Kristen Protestan, Hari Raya Nyepi bagi Pekerja/Buruh yang beragama Hindu, Hari Raya Waisak bagi Pekerja/Buruh yang beragama Budha, dan Hari Raya Imlek bagi Pekerja/Buruh yang beragama Konghucu.
3. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
4. Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pasal 2
(1) Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.
(2) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja/Buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan Pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
best-deal-WLA-analisa-beban-kerja

BAB II
BESARAN DAN TATA CARA PEMBERIAN THR KEAGAMAAN

Pasal 3
(1) Besaran THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah;
b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: (masa kerja/12) x 1 (satu) bulan upah.
(2) Upah 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas komponen upah:
a. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
b. upah pokok termasuk tunjangan tetap.
(3) Bagi Pekerja/Buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebagai berikut:
a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum Harl Raya Keagamaan;
b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

Pasal 4
Apabila penetapan besaran nilai THR Keagamaan berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), THR Keagamaan yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.

Pasal 5
(1) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing masing Pekerja/Buruh.
(2) Dalam hal Hari Raya Keagamaan yang sama terjadi lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, THR Keagamaan diberikan sesuai dengan pelaksanaan Hari Raya Keagamaan.
(3) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing Pekerja/Buruh, kecuali ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan Pengusaha dan Pekerja/Buruh yang dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(4) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dibayarkan oleh Pengusaha paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

Pasal 6
THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan dalam bentuk uang dengan ketentuan menggunakan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia.

Pasal 7
(1) Pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR Keagamaan.
(2) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk tahun berjalan pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja
oleh Pengusaha .
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, yang berakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.

Pasal 8
Pekerja/Buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, berhak atas THR Keagamaan pada perusahaan yang baru, apabila dari perusahaan yang lama Pekerja/Buruh yang bersangkutan belum mendapatkan THR Keagamaan.

BAB III PENGAWASAN

Pasal 9
Pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan.

BAB IV
DENDA DAN SANKS! ADMINISTRATIF

Pasal 10
(1) Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR Keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar.
(2) Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan Pekerja/Buruh yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 11
( 1) Pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

BAB V KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 13
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Maret 2016

MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA ,

ttd.
M. HANIF DHAKIRI

DIREKTUR JENDERAL PERATURANPERUNDANG -UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 375

--Bagaimana hukum Meminta dan menerima THR dalam Islam?

- Pertama
Bagi penerima THR

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada orang yang diberi hadiah, agar tidak menolaknya, beliau bersabda,

Hadits yang 1 ;
ﺃَﺟِﻴﺒُﻮﺍ ﺍﻟﺪَّﺍﻋِﻲَ، ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺮُﺩُّﻭﺍ ﺍﻟْﻬَﺪِﻳَّﺔَ
Hadirilah undangan dan jangan tolak hadiah! (HR. Ahmad 3838, Ibnu Hibban 5603 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Hadits ke 2
Aisyah radhiallahu ‘anha juga meriwayatkan,

ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻘْﺒَﻞُ ﺍﻟﻬَﺪِﻳَّﺔَ ﻭَﻳُﺜِﻴﺐُ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima hadiah dan membalas hadiah. (HR. Bukhari 2585).

Tujuan disyariatkannya untuk saling memberi hadiah, agar terwujud rasa kasih sayang dan saling mencintai diantara kita.

Hadits ke 3
Beliau bersabda,
ﺗﻬﺎﺩﻭﺍ ﺗﺤﺎﺑﻮﺍ
Saling memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad. Dihasankan al-Albani).

Menurut Hàdits diatas menerima THR dimubahkan dalam Islam dan hukum positif diNegara Indonesia.

- Bagi peminta THR

Dijelaskan dengan banyak hadis bahwa menerima hadiah diperbolekan namun ada cataatn kecil bahwasanya bila meminta atau memberi hadiah karena salah niat(dunia) maka terkena hadits2 umum dibawah ini,sebab asal meminta2 untuk kepentingan peribadi adalah terlarang kecuali 3 orang.

-Hadits 1
ﻫَﺪَﺍﻳَﺎ ﺍﻟْﻌُﻤَّﺎﻝِ ﻏُﻠُﻮﻝٌ
“Hadiah untuk para pegawai adalah ghulul.” (HR. Ahmad 23601, al-Baihaqi dalam as-Shugra 3266 dengan status hasan).

- Hadits ke 2

ﻳَﺎ ﻗَﺒِﻴﺼَﺔُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔَ ﻟَﺎ ﺗَﺤِﻞُّ ﺇِﻟَّﺎ ﻟِﺄَﺣَﺪِ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٍ ﺭَﺟُﻞٍ، ﺗَﺤَﻤَّﻞَ ﺣَﻤَﺎﻟَﺔً، ﻓَﺤَﻠَّﺖْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺼِﻴﺒَﻬَﺎ، ﺛُﻢَّ ﻳُﻤْﺴِﻚُ، ﻭَﺭَﺟُﻞٌ ﺃَﺻَﺎﺑَﺘْﻪُ ﺟَﺎﺋِﺤَﺔٌ ﺍﺟْﺘَﺎﺣَﺖْ ﻣَﺎﻟَﻪُ، ﻓَﺤَﻠَّﺖْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺼِﻴﺐَ ﻗِﻮَﺍﻣًﺎ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﺃَﻭْ ﻗَﺎﻝَ ﺳِﺪَﺍﺩًﺍ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﻭَﺭَﺟُﻞٌ ﺃَﺻَﺎﺑَﺘْﻪُ ﻓَﺎﻗَﺔٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻘُﻮﻡَ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺫَﻭِﻱ ﺍﻟْﺤِﺠَﺎ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻣِﻪِ : ﻟَﻘَﺪْ ﺃَﺻَﺎﺑَﺖْ ﻓُﻠَﺎﻧًﺎ ﻓَﺎﻗَﺔٌ، ﻓَﺤَﻠَّﺖْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺼِﻴﺐَ ﻗِﻮَﺍﻣًﺎ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﺃَﻭْ ﻗَﺎﻝَ ﺳِﺪَﺍﺩًﺍ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﻓَﻤَﺎ ﺳِﻮَﺍﻫُﻦَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔِ ﻳَﺎ ﻗَﺒِﻴﺼَﺔُ ﺳُﺤْﺘًﺎ ﻳَﺄْﻛُﻠُﻬَﺎ ﺻَﺎﺣِﺒُﻬَﺎ ﺳُﺤْﺘًﺎ . ﺃﺧﺮﺟﻪ ﻣﺴﻠﻢ 1044
“Wahai Qabiishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung beban(seperti hutang orang lain.pent), ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.

- Hadits ke 3

ﻳَﺎ ﻗَﺒِﻴﺼَﺔُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔَ ﻟَﺎ ﺗَﺤِﻞُّ ﺇِﻟَّﺎ ﻟِﺄَﺣَﺪِ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٍ ﺭَﺟُﻞٍ، ﺗَﺤَﻤَّﻞَ ﺣَﻤَﺎﻟَﺔً، ﻓَﺤَﻠَّﺖْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺼِﻴﺒَﻬَﺎ، ﺛُﻢَّ ﻳُﻤْﺴِﻚُ،
ﻭَﺭَﺟُﻞٌ ﺃَﺻَﺎﺑَﺘْﻪُ ﺟَﺎﺋِﺤَﺔٌ ﺍﺟْﺘَﺎﺣَﺖْ ﻣَﺎﻟَﻪُ، ﻓَﺤَﻠَّﺖْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺼِﻴﺐَ ﻗِﻮَﺍﻣًﺎ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﺃَﻭْ ﻗَﺎﻝَ ﺳِﺪَﺍﺩًﺍ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﻭَﺭَﺟُﻞٌ ﺃَﺻَﺎﺑَﺘْﻪُ ﻓَﺎﻗَﺔٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻘُﻮﻡَ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺫَﻭِﻱ ﺍﻟْﺤِﺠَﺎ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻣِﻪِ : ﻟَﻘَﺪْ ﺃَﺻَﺎﺑَﺖْ ﻓُﻠَﺎﻧًﺎ ﻓَﺎﻗَﺔٌ، ﻓَﺤَﻠَّﺖْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺼِﻴﺐَ ﻗِﻮَﺍﻣًﺎ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﺃَﻭْ ﻗَﺎﻝَ ﺳِﺪَﺍﺩًﺍ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﺶٍ - ﻓَﻤَﺎ ﺳِﻮَﺍﻫُﻦَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺴْﺄَﻟَﺔِ ﻳَﺎ ﻗَﺒِﻴﺼَﺔُ ﺳُﺤْﺘًﺎ ﻳَﺄْﻛُﻠُﻬَﺎ ﺻَﺎﺣِﺒُﻬَﺎ ﺳُﺤْﺘًﺎ . ﺃﺧﺮﺟﻪ ﻣﺴﻠﻢ 1044
“Wahai Qabiishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung beban(seperti hutang orang lain.pent), ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”.

Dan sungguh perbuatan meminta sumbangan dll yang bukan didorong oleh kebutuhan mendesak adalah perbuatan yang tercela.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

- Hadits ke 4

ﻣَﻦْ ﺳَﺄَﻝَ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﻓَﻘْﺮٍ، ﻓَﻜَﺄَﻧَّﻤَﺎ ﻳَﺄْﻛُﻞُ ﺍﻟْﺠَﻤْﺮَ . ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺣﻤﺪ ﺭﻗﻢ .17508 ﻗﺎﻝ ﻋﻨﻪ ﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ ﺻﺤﻴﺢ ﻟﻐﻴﺮﻩ , ﺍﻧﻈﺮ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺘﺮﻏﻴﺐ ﻭﺍﻟﺘﺮﻫﻴﺐ 1/196
barang siapa meminta-minta tanpa bukan karena kebutuhan (pokok.pent) maka dai seperti memakan bara api.

-Berdasarkan keterangan diatas sudah jelas THR didalam Islam disebut hadiah.

WAllahu a’lam

Naufail Afka Al-Harakan
ttp://Abuafka.blogspot.com